*Anna POV*
Aku memandang langit-langit kamar dengan kosong. Semua pekerjaan rumah sudah selesai aku kerjakan. Nyuci baju, nyuci piring, beres-beres rumah, masak nasi dan pekerjaan rumah lainnya.
Ini sangat melelahkan. Mungkin karena tidak terbiasa. Dulu aku tidak pernah melakukan ini. Kalo di rumahku yang dulu (waktu masih ada Papa dan Mama) ada pembantu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Tapi, dari sebulan yang lalu aku tinggal di sini, di rumah kakak sepupuku, Mbak Tina dan suaminya. Aku sangat bersyukur memiliki mbak Tina yang bersedia menampungku selama beberapa waktu. Tapi sejujurnya aku tidak tahu sampai berapa lama lagi aku tinggal di sini.
Awalnya mbak Tina sempat menasehatiku untuk kembali ke rumah orang tua. Tapi, aku bersikeras, meyakinkan Mbak Tina kalau aku tidak mau kembali ke neraka itu. Syukurlah mbak Tina mengerti. Bahkan dia mau mengabari kedua orang tuaku agar tidak khawatir.
Bukan tanpa halangan aku tinggal di sini. Seminggu yang lalu ada dua orang pengawal Papa yang hendak menjemputku pulang. Mereka datang di depan rumah dan memanggil-manggil namaku dengan keras. Hingga tetangga-tetangga di sini ikut mendengarnya. Aku ketakutan. Karena badan mereka kekar.
Tapi dengan sigap om Fanri mengusir mereka. Syukurlah. Om Fanri dahulu seorang mantan tentara. Tidak heran dia sangat berani. Tapi, entah sampai kapan kondisi ini akan berlangsung. Papa sama sekali tidak sabaran, mungkin dia khawatir.
Om Fanri sudah katakan pada Papa aku butuh waktu. Akhirnya Papa mengerti dan memberiku waktu 2 bulan. Bagaimana dengan mama? Dia kadang-kadang menghubungiku via Whatsapp. Tapi, aku tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin tenang dan sendiri.
Aku sangat kacau. Lebih-lebih dari sekadar putus cinta. Mungkin di depan om dan mbak aku terlihat ceria dan baik-baik saja. Tapi di balik itu, ah aku tidak tahu. Aku takut sewaktu-waktu emosiku kambuh lagi.
Kata Mbak, aku punya emosi yang tidak stabil. Oleh sebab itu mbak Tina engga membiarkanku sendirian. Di mana pun itu. Karena sewaktu-waktu aku bisa kehilangan fokus, murung, marah tanpa sebab dan entah aku tidak begitu ingat.
Saat ini, Mbak Tina sedang mengandung 9 bulan. Aku kasihan melihat dia jika harus mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi beginilah, sebagai bentuk rasa terimakasih, akulah yang menggantikannya. Yah, meski harus mengalahkan ego dan gengsi. Satu-satunya yang tidak bisa aku lakukan, hanya memasak. He he he.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu diketuk.
"Ann, ayo makan" Ajak mbak Tina dari luar kamar.
"Eh, iya mbak" Ucapk lalu bergegas turun untuk makan bersama.
Di meja makan sudah ada mbak Tiba dan om Fanri. Tak lupa makanan seadanya. Aku duduk di samping mbak Tina, langsung mengambil piring dan menyendokkan nasi beserta lauknya.
"Hai mbak, hai om. Baru pulang kerja, om?" Ucapku melirik om Fanri yang selalu segar dan wangi seperti biasanya. Senyumnya tersungging lebar, sampai kumisnya ikut terangkat. Manis untuk seukuran mantan tentara.
"Iya Ann. Mari makan Ann." Om mempersilahkan dengan tak kalah ramah.
Lalu kami makan bersama diselingi obrolan-obrolan hangat. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan suasana seperti ini. Mama dan papa selalu sibuk kerja. Jarang sekali di rumah. Kalau pun ada waktu di rumah mereka sibuk dengan laptop dan gadget masing-masing.
"Ann, kapan mulai masuk sekolah?" Tiba-tiba mbak Tina bertanya.
"Hmm.. hari senin mbak." Ucapku sambil memasukkan sesendok penuh nasi dan nugget. Lalu mengunyahnya sambil memperhatikan ekspresi mbak Tina.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKING ME NERD (GXG)
General Fiction[WARNING!! 17] Sinopsis : Pernah kah kamu mengalami perubahan besar dalam hidupmu? Orang tua yang tiba-tiba bercerai? Teman-teman yang menjauhimu? Dikhianati orang kepercayaanmu? dan... karena sebab tertentu orientasi seksualmu berubah secara total...