2. First Impression

854 80 30
                                    

Mata biru itu memindai tampilan dirinya di cermin.

Hijau tidak begitu buruk, pikirnya.

"Kau tahu bukan, kau bisa membunuhnya kapan saja?" ucap lelaki di belakangnya, menatapnya lewat cermin dengan manik coklat karamelnya yang berkilau.
Lelaki itu, Vaughn, tampak santai duduk di sofa dan beberapa kali menghela nafas puas saat merasakan empuknya sofa itu.

"Ck, aku bicara padamu, Reznor." ketus Vaughn, mulai membuka toples berisi kue kering dan melahapnya tanpa permisi.

Lelaki yang dipanggil itu mendengus, kembali melihat tampilannya di cermin, sepenuhnya mengabaikan keberadaan Vaughn.
Tangannya mengambil handuk yang tergeletak di lantai lalu mengernyit jijik saat melihat cat hijau yang menggumpal di sana.

Mengutuk sebentar, dilemparnya handuk itu ke tempat sampah. Ia bersumpah takkan pernah mencoba produk cat rambut sepayah ini.

Suara kunyahan yang cukup keras membuat lelaki itu mengalihkan perhatiannya dari rambut hijaunya. Ditatapnya orang yang bersantai di sofa dan menyantap kue keringnya dengan rakus.

"Aku tak percaya mereka mempekerjakan dirimu." ucap Reznor, mengernyit jijik melihat tampang puas orang yang melahap kue keringnya hingga tandas.

"Well, sekarang harusnya kau percaya." balasnya diikuti senyuman lebar layaknya anak kecil.

Menutup toples itu, Vaughn kembali menatap lawan bicaranya.
"Ugh, aku benci warna itu, kawan." Ia mendekati Reznor, menyentuh ujung rambut lelaki itu dengan ekspresi ngeri, "Kau tampak seperti anak yang baru saja memasuki masa pubertas dan berkali-kali masuk kantor polisi."

Reznor memutar bola matanya, mengabaikan ocehan Vaughn yang ia tahu sepenuhnya tak berguna.

Menepis jemari Vaughn yang menarik-narik rambutnya, ia bangkit menuju kamar mandi.

"Seriously? Ke kamar mandi lagi?"

Mau tak mau Reznor berbalik, menatap Vaughn kesal. Diangkatnya kemasan cat rambut yang masih terbungkus rapi, "Aku akan menggantinya lagi."

"Tapi kau sudah--"

Ucapan Vaughn terpotong seiring dengan pintu kamar mandi yang menutup keras.

"menggantinya lima kali... " lanjut Vaughn tak percaya.

*****


"Waktu kalian tinggal 5 menit lagi. Segera periksa lembar jawaban kalian. Pastikan semuanya terisi."

Kalimat yang keluar dari bibir tipis yang berhiaskan lipstik pink cerah itu membuat murid-murid kian gusar.
Proses tanya-jawab antar siswa kian ramai, membuat ruang kelas cukup ribut.

"Semuanya diam!" titah seorang guru biologi yang dikenal cukup tegas.

Perintah itu cukup membuat kelas senyap, tapi di menit berikutnya murid-murid kembali beraksi.
Tapi lain halnya dengan Callie, gadis itu hanya menatap lembar jawabannya lurus-lurus, entah itu karena pasrah atau karena ia sudah menjawab semuanya sesempurna mungkin.
Pulpen hitamnya bahkan sudah tertata manis di dalam kotak pensilnya, menunggu untuk dimasukkan ke dalam tas.

Joana menatap Callie yang notabene adalah sahabatnya sejak mereka bertukar air liur. Oh ralat, tepatnya saat mereka sama-sama tak berniat melepaskan sepotong cookie yang menarik perhatian keduanya saat pertama kali bertemu.

Masih segar di memori Joana bagaimana ia mengambil secara paksa potongan cookie itu dari mulut Callie dan memakannya dengan ekspresi bangga, yang pada akhirnya berujung dengan mereka berdua yang menangis dan memukul satu sama lain.

Grim Reaper's PredictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang