02 - Restoran

22.9K 1.1K 51
                                    

Cicil membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia tak menghiraukan Mamanya yang tadi sedang berada di ruang tengah.

Cicil merebahkan dirinya diatas kasur empuknya. Dia masih ingat dengan jelas kejadian beberapa waktu yang lalu, sangat cepat.

Reynand yang dengan seenaknya menjadikan Cicil kekasihnya, lalu dengan seenak jidatnya pula ingin melamar Cicil.

"Lo bener-bener buat gue kayak mainan lo, Rey!" Gumam Cicil pilu.

Cicil menutup kedua matanya menggunakan salah satu lengannya. Kepalanya sangat berat dan rasanya panas ingin pecah.

Tok... Tok... Tok...

Ketukan pintu itu diabaikan oleh Cicil, tak lama pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang datang membawa segelas jus jeruk kesukaan Cicil. Wanita itu adalah, Mariana, Mama Cicil.

Mariana, meletakkan nampan yang dia bawa di nakas tempat tidur Cicil. Dia kemudian duduk disebelah cicil yang sedang merebah.

Cicil merasakan kasurnya mergerak karena tertimpa tambahan beban. Namun dia menghiraukannya. Dia sedang pusing.

"Kenapa Cil?" Tanya Mariana sambil membelai kepala Putri satu-satunya itu. "Nggak apa-apa Ma." jawab Cicil masih dengan posis semula, tak berubah sama sekali.

"Beneran? Nggak biasanya kamu pulang-pulang langsung banting pintu kamar. ada apa? cerita sama Mama sayang, mungkin Mama bisa bantu." bujuk Mariana tak menyerah. Mariana memiliki feeling yang kuat terhadap putrinya ini, dia yakin putrinya sedang ada masalah sekarang.

Cicil menegakkan posisinya menjadi duduk di sebelah sang Mama. kepala Cicil sudah bersandar di bahu Mariana. tangan telaten Mariana masih saja mengusap kepala Cicil penuh kasih, berharap putrinya menjadi sedikit tenang dengan usapannya.

"Nggak mau cerita ke Mama, heum?." tanya Mariana.

Cicil menghela nafas berat, seolah dia sedang menanggung berton-ton beban di pundaknya. "Cicil cuma binggung Ma..." jawabnya lirih. dia memeluk sang Mama, menghirup aroma menenangkan yang selalu dimiliki Mamanya ini.

"anak Mama yang cantik binggung kenapa?."

Cicil mengeratkan pelukannya pada pinggang Mamanya. "cuma banyak tugas aja... binggung ngerjainnya mulai mana. Hehehe..." Cicil meminta maaf dalam hati karena sudah membohongi Mamanya, dia berharap Mamanya percaya dengan perkataannya. dia belum siap menceritakan semuanya pada sang Mama.

Mariana menarik Bahu Cicil agar putrinya itu menatapnya. Cicil sedikit takut menatap Mamanya itu. Mariana menyelipkan rambut Cicil di telinga agar terlihat sedikit rapi dan memperlihatkan wajah cantik Cicil.

"Mama ini ibu kamu Cil. Mama tau kondisi kamu, kalau kamu jujur Mama tau, kamu ada Masalah mama pasti tau juga dan... kalau kamu berbohong seperti sekarang, Mama juga tau, Sayang." Mariana mengusap kepala Cicil pelan.

Cicil menundukkan kepalanya, tak berani melihat wajah Mamanya sekarang. "Maaf Ma..." cicit Cicil.

Mariana meraih putrinya masuk kedalam pelukannya. Cicil membalas pelukan Mamanya, dia menangis dalam pelukan Mamanya. "Maaf... Ma..." gumam Cicil sambil meneteskan air matanya. Mariana mengusap punggung Cicil. "iya... Mama Maafin sayang... sstt... udah jangan nangis..."

Mariana melonggarkan pelukannya, diusapnya air mata yang meluruh jatuh dari mata Cicil melewati kedua pipi mulus Cicil. "Mama nggak akan maksa kamu cerita kalau kamu memang belum siap cerita ke Mama. tapi kamu ingat satu hal... Mama akan selalu ada buat dengerin setiap cerita kamu, kamu punya Mama untuk berbagi. Ya sayang?." ucap Mariana diakhiri dengan senyuman hangat penuh kasih sayang pada Cicil.

GevoelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang