Week IV: Alate

726 126 7
                                    

Disclaimer by Kouhei Horikoshi

"Tidak mencari keuntungan komersil apapun dari fanfiksi ini. Semata-mata hanya untuk kesenangan belaka."

Todoroki Shouto x Reader

Warn: hiperbolis nan alay, harap jangan muntah—atau mau siapin kantong kresek juga boleh.

Aku mengulas senyum. Sebuah senyum simpul yang menarik kedua sudut bibirku hingga membentuk lengkungan. Senang, bahagia, gembira, dan lain segala macam yang aku rasakan di balik senyum itu.

Aku tidak pernah sebahagia ini selain melihat Shouto menggunakan quirk-nya tanpa tertekan. Kebebasaan yang didapatkannya seperti sebuah minyak yang jatuh membuat api di dalamnya berkobar ria. Itu yang kini dirasakan olehku. Tentunya dalam artian baik, bukan negatif.

Ini yang selalu kudambakan. Seumur-umur setiap kali melihatnya, nyaris tidak mungkin aku selalu berkata tidak mungkin pada kebebasannya nanti. Namun, entah bagaimana dan aku sangat penasaran bagaimana ia meraih kebebasaannya kembali. Aku tidak perlu untuk tahu, melihatnya begini saja sudah cukup bagiku. Senyumnya dapat merekah kembali, ia tidak sedingin yang dulu-dulu. Seperti asupan pribadi yang datang setiap sekali dalam seabad. Tidak, perumpamaan itu terlalu sederhana. Mungkin, sekali dalam millennium—ralat, sekali dalam sejuta tahun.

Tidak apalah aku menganggapnya begitu. Toh, hanya aku yang merasakan dan lagi jarang sekali ia memberi senyuman langka bak fosil yang baru akan muncul kembali beberapa juta tahun lagi.

Tuhan, ini benar-benar nikmat yang tak terhingga!

Aku yang merupakan tetangga dan juga satu-satunya teman saat kecilnya itu memandang mesem. Biarlah aku dianggap aneh oleh orang-orang rumah. Yang penting tak melewatkan sedikit pun senyum yang Shouto berikan. Sayang banget jika dilewatkan, mubazir.

Lalu, ketika kita bercengkerama satu sama lain, ia bercerita banyak hal. Ampun, aku seperti orang terspesial baginya jika mendengarnya bercerita. Apa jangan-jangan dia menganggapku spesial? Aduh, pipiku merona dengan sendirinya, bahkan aku membuatnya terperangah dengan pandangan mata.

"Kenapa mukamu cengar-cengir begitu? Kau tidak kekurangan obat?" ucapnya sangsi yang langsung kuberi tanggapan tidak apa-apa.

"Lanjutkan saja, jangan pedulikan aku." Dalam hati kuberteriak senang karena ia menaruh acuh padaku. Lagi-lagi, aku cengar-cengir tidak jelas, membuat Shouto terperangah tidak mengerti.

Ia mendengkus ringan. "Ya sudahlah, kalau kuajak pergi pekan nanti mau?" tawarnya yang langsung membuat mataku memancarkan sorot binar, serta terselip harapan di dalamnya.

"Ada apa kok, tiba-tiba begini?" ucapku dengan jeritan tertahan. "Mau pergi ke mana?"

"Ke rumah sakit. Aku ingin mengajakmu menemui ibuku di sana."

Aduh! Diajak ketemu ibu mertua, guys! Kesempatan besar ini! Jangan dilewatkan, mubazir.

"Wah! Siapa sih, yang enggak menolak," sahutku yang langsung cengengesan salah tingkah. "Ada rangka apa sampai mengajakku segala?"

"Agar kau lebih dekat dengan ibuku," jawabnya tak terduga yang makin membuatku doki-doki. Anjay, mengapa Shouto ingin buru-buru sekali? Apa dia saking ngebetnya? Aku menatapnya tak menyangka. "Kalau kau tidak mau sih, tidak apa-apa. Aku tidak memak—"

"Masa iya, aku tolak? Baiklah! Pekan ini, 'kan? Kau ingin aku berdandan seperti apa di sana? Bawa apa aja?" semburku antusias dengan gejolak bahagia tak tertahan.

Shouto menekuk alis tak biasa. "Kenapa kau seantusias itu?"

"Habis, ketemunya dengan calon ibu mertua!" ucapku senang. Jika melihat Shouto sebebas ini ketimbang dulu, aku tak akan segan-segan menjadi agresif.[]

Alate — END

[A/N]

Akhir drabblenya kurang gimana gitu, yak. Maap, aku receh jadinya enggak ngukuk. Jadinya si reanya ini lebih ke agresif gatau malu sih, ya. Gpp, kali2 reanya begini wkwk.

31 Des 17

Agraphia [Todoroki Shouto x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang