♥ Harus Memilih

22 2 0
                                    

     Waktu di SMP dulu aku,Kevin, dan Rizqi adalah tim putra dan putri Voli sekolah. Jadi kita bertiga memang sudah akrab sejak dulu. Kevin dan Rizqi memutuskan untuk ikut lagi di ekskul voli SMA kami. Mereka bergabung lebih dulu, sebenarnya aku juga tertarik untuk masuk lagi. Lumayan itung-itung buang lemak jenuh diperut dan betisku. Tapi entah mengapa, kurasa sejak masuk SMA membuatku lebih sibuk dan waktuku habis terbuang untuk belajar dan mengerjakan tugas.

     Tetapi semakin hari keinginanku semakin besar untuk bermain voli lagi. Apalagi ditambah dengan bisikan-bisikan set*n (devil)dari Rizqi kalau anak voli banyak yang cakep!!. Bertambah goyah lah pendirianku. Akhirnya aku membujuk best friendku Ida untuk menemaniku. Untungnya Ida juga mau, memang jodoh tak kemana. Sepulang sekolah kami langsung berganti seragam menjadi jersey dan bergabung di tim voli putri.

     Oleh coach Adi kami semua disuruh mengitari sekolah sebanyak 3 kali. Karena baru pertama kali rasanya sangat berat bagiku dan terutama badanku. Karena sudah hampir beberapa bulan aku tidak pernah olahraga lagi. Kakiku rasanya keram, sudah tidak sanggup lagi berlari. Akupun mengakalinya saat bang Adi mendahului, aku hanya berjalan santai hingga sampai ke lapangan. Tadaaa.. jadilah aku urutan terakhir yang kembali. Dari raut wajah bang Adi sangat terlihat kalau dia maklum melihatku "maklum pada ukuran jumbo ini" yang berusaha berlari. Terimakasih bang Adi. Saranghae.. @¥-#*/'+'¥

     Sudah beberapa minggu ini aku mengikuti latihan voli setiap sore. Rupanya setiap hari pula ayahku merasa keberatan aku kembali ke ekskul ini. Sampai suatu hari ia pergi ke lapangan dan datang menjemputku secara paksa, betapa malunya aku pada teman-teman dan terutama para kakak kelas yang melihatku. Rasanya aku tidak mau lagi pergi ke sekolah, pastinya sudah menjadi bahan omongan mereka dan itu terjadi. Berhari-hari mereka terus membahas hal itu. Ingin aku mencari lubang untuk bersembunyi. Aarggh!

     Padahal yang kutau awalnya dia tidak memberi komentar apapun. Kupikir artinya setuju saja. Tapi sebenarnya dulu pernah saat aku SMP ia sangat keberatan aku mengikuti ekskul olahraga. Tetapi aku terus memaksa dan akhirnya diizinkan, betapa bahagianya aku bisa terus bertemu Kevin. Tapi kelihatannya tidak untuk kali ini.

     Pucuk dicinta bulanpun tiba, aku baru saja tiba di rumah. Tentunya aku sehabis latihan voli, ternyata ayah menyuruhku untuk lekas bersiap-siap karena ada yang ingin dibicarakannya secara "empat mata". Hati ini pun mulai gelisah 'tolong lah.. ayah jangan bahas voli ku..' ucapku dalam hati.

     Akupun meyakinkan hati berkali-kali kemudian memberanikan diri menghadap ke ayah. "Ada apa yah?.. " ucapku. "Begini.. Ayah langsung to the point aja ya Ris, Sebenarnya ayah sudah tidak bisa lagi mengizinkanmu main voli.." aku hanya bisa mendengarkan. "Alasannya kamu pasti tau sendiri kan.." Ayah berpikir waktuku sangat tersita dan aku tidak fokus untuk belajar. "Tapi yah, Risa bisa membagi waktu kok.." gumamku pelan. "Ya kalau Ayah bilang tidak ya tidak. Kalau kamu masih mau bertahan silahkan pilih. Kamu mau berhenti voli dan tinggal dirumah atau tetap bertahan di voli dan tinggal di asrama sekolah saja? Soal biaya jangan khawatir ayah akan membayar semua keperluanmu. Kalau di asrama kan enak lebih dekat dengan sekolah.Gimana..? " aku hanya tertegun mendengar ucapan ayahku,kurasa ia sangat egois. Hati ini sudah sangat sesak rasanya. Ingin sekali aku berteriak dan melampiaskan amarahku. Tapi aku berusaha menahannya,bagaimanapun dia ayahku. Akhirnya dengan suara bergetar akupun menjawab "Aku memilih untuk berhenti yah". Saat itu juga aku langsung pergi ke kamar, air mataku tumpah. Tidak bisa lagi kutahan. Rasanya sakit sekali. Padahal tinggal 3 bulan lagi tim voli sekolahku akan mengikuti kejuaraan antar SMA. Semuanya telah kami rencanakan dan tentunya yang membuatku terus bahagia,Kevin yang menyemangatiku untuk berlatih. Pupus sudah harapanku. Sekarang aku hanya bisa memberikan dukungan dari tribun suporter.

     Keesokan harinya saat masuk kelas, ani memperhatikan mataku yang sembab. Ia pun mendesakku dengan pertanyaannya "kenapaa..ada apaa si..cerita!!" akupun menceritakan semua yang terjadi semalam. Kevin pun mendengar dan dia tidak bisa banyak berkomentar dan hanya bilang "yah padahal kejuaraan sudah dekat, sabar ya ris.. Aku juga liat ayahmu waktu itu menjemputmu di lapangan,raut wajahnya terlihat kurang enak. Memang sepertinya lebih baik kalau kamu berhenti saja..". Mendengar kata-kata Kevin rasanya aku semakin kalut saja, akhirnya aku menangis lagi sampai-sampai teggorokanku terasa kering. Walaupun aku tau Kevin menyemangatiku hanya sebatas teman saja.

     Hari terus berlalu, akupun pelan-pelan mulai melepaskan diri dalam kesedihan dan akhirnya terbiasa dengan keadaan. Aku percaya akan ada suatu hal yang lebih baik lagi untukku nanti karena sudah menuruti kemauan orang tuaku. Kali ini aku memang harus mengalah. Walaupun kadang terbesit kesedihan saat melihat mereka berkumpul di lapangan. Jujur saja rasanya masih sangat malu dengan kejadian saat itu, sehingga aku terus berusaha untuk pulang lebih cepat agar tidak bertemu mereka. Sahabatku Ida juga memilih untuk berhenti karena aku tidak ikut lagi. Kuakui memang ia salah satu sahabatku yang paling pengertian.

     As you can think, seperti biasa aku menjalani aktivitas rutin siswa pada umumnya. Berangkat sekolah terus pulang..

Jangan lupa Vote and Comment ya guys..
🐇🐇🐇

Melawan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang