Pelipur Lara.

161 18 13
                                    

Saat itu, Sang Awan tidak mengenali Langit, Langit berbicara.

'Awan! Hentikan! Kau bisa menyakiti Manusia!'.

Sang Awan yang sambil menangis menjawab

Awan : 'Siapa kau?! Memangnya kenapa?!'.

Langit : 'Kenapa?! Kau bisa saja menyakiti Manusia! Hentikan petir mu!'.

Awan : 'Mereka yang memberiku Tangisan!'.

Langit : 'Lalu hentikan!'.

Awan : 'Mereka yang memberiku Kejelekan!'.

Langit : 'Tidak apa! hentikan!'.

Awan tersadar bahwa saat itu Sang Langit selalu ada bersamanya, menghentikan tangisanya dan bertanya pada Sang Langit.

Awan : 'Mengapa kau tetap bersamaku, Bahkan Burung saja tidak ingin melihatku'.

Langit : 'Kau pikir kenapa?'.

Awan : 'Ku pikir, aku tidak lagi indah'.

Langit : 'Kenapa?''.

Awan : 'Kau aneh! Kau tahu aku kenapa!'.

Langit yang saat itu meyakinkan bahwa Sang Awan telah tersadar, lalu tersenyum dan berkata.

Langit : 'Tidak apa Kau tetap sama bagiku'.

Awan : 'Tapi lihat, awan ini gelap dan jelek'.

Langit : 'Tidak ada yang peduli, kau tetap kekasihku'.

Awan yang saat itu tersentuh, membuka sedikit demi sedikit ruang bagi Mentari dan Langit, sampai Awan menangis lagi namun kali ini bersama Mentari, Tangisannya Indah.

Tangisan Sang Awan, Senyuman Langit, Sinaran Mentari saat itu membuat Bumi damai seketika.

Sampai saat gelap tiba, Bulan kembali lagi mendapati Manusia berulah, mereka kembali menghanguskan hutan demi kepentingan pribadi, kini Sang Bulan kesal dan mengundang Mentari, Langit, Awan untuk mendiskusikan nasib Bumi saat Fajar nanti.


Unacceptable WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang