"Berhentilah mengikutiku, Cloudy!"
"Tunggu aku, Kak Mer."
"Aku bukan kakakmu, menjauhlah! Gara-gara kau, aku selalu ditertawakan karena punya adik haram sepertimu."
Anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun itu sungguh tega meninggalkan adiknya yang tersungkur di tanah. Ah, aku tidak tega melihatnya meringis kesakitan.
"Aku bukan anak haram," gumam anak perempuan berusia enam tahun yang sudah terduduk di tanah. Tangan kecilnya mengusap-usap lutut, ada pasir yang menempel di sana. Untung lukanya tidak parah.
"Kasihan bocah itu," gumamku sembari menyentuh dinding transparan yang menghubungkan duniaku dengan dunianya. Ketika tanganku menyentuh dinding, dinding itu akan bereaksi seperti air yang diteteskan ke dalam genangan air, membentuk seperti lingkaran. Dan itu artinya, kau tidak akan bisa menembus dinding ini. Sampai kapan pun, tak ada cara untuk keluar dari Dunia ini. Karena itulah kami disebut makhluk hunian.
Aku ingin ke sana, ke dunia manusia, apa yang harus kulakukan?
"Kau benar-benar ingin ke sana, Shiro?" Tiba-tiba saja suara yang kukenal mengejutkanku. Suara yang begitu imut, tapi tidak untuk ucapannya yang selalu menusuk tajam.
"Berhentilah membaca pikiranku, Ame!" teriakku sembari membungkukkan badan dan menyentuh jidatnya. Gadis berbadan kecil itu tertawa renyah. Tingginya hanya sekitar delapan puluh senti meter, kau akan terkejut mendengar usianya saat sekarang ini. Seratus tahun satu hari. Ya, kemarin dia berulang tahun. Wanita itu meminta kado yang aneh-aneh dariku, kau tahu, dia meminta buah naga berkulit emas. Gila! Katanya, buah itu hanya ada di puncak gunung yang tertinggi di tempat ini, gunung Naga. Sayangnya, aku belum bisa memenuhi permintaan bodohnya itu. Dengar-dengar buah itu hanya mitos belaka dan belum ada satupun yang pernah berhasil ke puncak gunung itu.
Aku mengernyitkan dahi ketika wanita itu memperlihatkan tangannya padaku. "Apa?!" tanyaku pura-pura bodoh.
"Hadiahku," ujarnya santai sembari menggerakkan jemarinya yang tampak lucu. Kalau dia diam dan tidak melakukan apa-apa, dia tampak seperti anak kecil yang menyenangkan.
"Ka—"
"Aku tidak gila, Shiro."
Sial! lagi-lagi dia membaca pikiranku. Wanita ini, ah, aku ingin pergi saja dari hadapannya.
"Kau tidak bisa lari dariku, Shiro," katanya sembari menurun-naikan alisnya yang berwarna hitam tebal. Tangan kecilnya memainkan rambut panjangnnya yang bergelombang, berwarna hitam. "Kalau kau memberiku hadiah, aku akan membantumu bertemu gadis kecil itu."
"Be-benarkah?" tanyaku penasaran, jongkok di hadapannya.
"Kau menyukai bocah itu?" Ame mengernyitkan dahi. "Ingat umurmu bodoh! Kau terlalu tua untuk anak kecil semanis itu!" teriak Ame sambil memukul kepalaku dengan tangannya yang kecil, meski tangan Ame kecil, tapi pukulannya lumayan. Sakit kampret!
Aku mendengus. Aku masih berusia tiga puluh tahun, tidak seperti dirinya yang sudah satu abad.
"Tidak. Aku hanya ingin menghiburnya." Tatapku ke luar dinding pembatas yang transparan, gadis bernama Cloudy itu menangis terisak di bawah pohon. Aku ingin sekali ada di sana, mengusap pipinya dan menghibur dirinya. Entahlah, aku ingin saja melakukan hal demikian.
Suka? Aku masih waras akan hal itu, masih sadar akan diri dan keberadaanku. Aku dan ririnya bagaikan siang dan malam, takkan pernah bertemu, ada senja yang membatasi.
Ame melihatku begitu lama, seperti ada yang ingin dikatakan. Andaikan kemampuanku bisa membaca pikiran sama seperti dirinya, aku takkan susah seperti ini. Aku juga bisa tahu apa yang diingankan anak perempuan itu biar dia tidak selalu bersedih.

YOU ARE READING
Makhluk Hunian
FantasyNamanya Shiro, memiliki kekuatan khusus, yaitu bisa berubah menjadi apa saja. Shiro melakukan petualangan ke Gungung Naga untuk mendapatkan buah Naga berkulit emas. Itu dilakukan untuk bertemu Cloudy. Seorang gadis yang dia kasihani, karena hidupn...