Mimpi yang Sama

8 1 0
                                    

"Jangan bersedih."

Anak kecil berambut hitam panjang sebahu itu mengangkat wajah sembari mengusap pipinya yang basah. Matanya dikedipkan beberapa kali saat melihat lelaki yang sudah jongkok di hadapannya. Rambut lelaki itu berwarna putih dan tampak begitu lembut, kulitnya juga putih bersinar, apa itu malaikat? Pikir sang bocah.

"Apa kakak malaikat?" tanya bocah itu dengan polosnya. Karena dia tidak pernah melihat orang setampan itu. Tidak pernah melihat orang dengan rambut putih yang tampak seperti alami tanpa diwarnai. Yang sering bocah itu lihat adalah tetangganya, kakek tua yang rambutnya sudah ditumbuhi uban, wajahnya dipenuhi keriput. Tidak seperti pemuda yang di depannya itu, tampak berumur sekitar tujuh belasan.

"Aku bukan malaikat," kata pemuda itu kemudian dia tertawa-membuat bocah perempuan itu menunduk malu dengan semburat merah di pipinya.

"Suaranya begitu merdu, aku ingin mendengar suaranya lagi dan bertemu dengannya...," tanpa sadar gadis yang bernama Cloudy itu bergumam dalam tidurnya.

"CLOUDY, BANGUN!"

"Iya, Kak!" Dengan cepat Cloudy mengangkat kepala dari meja belajarnya. Dia ketiduran habis membuat tugas sekolah.

Clody membuang napas. Padahal dia sedang menikmati mimpi indah tadinya, bertemu seorang malakaikat berambut putih. Tampan lagi. Pikir gadis itu sembari tersenyum membayangkan.

"Shiro, ayo bangun!" Cloudy megendong kucing putih yang sedang tidur di atas kasurnya. Kucing itu begitu lucu dan menggemaskan. "Jangan malas, hari ini temani aku membersihkan perkarangan depan."

"Meow...."

Cloudy tertawa kecil saat kucing putih itu membalas ucapannya. Shiro memang kucing yang pintar. Tidak sia-sia dirinya memungut Shiro waktu itu, saat hujan badai. Tanpa sengaja, Cloudy melihat kucing kecil kedinginan yang sedang bersembunyi dekat tong sampah panti asuhan. Gadis itu tinggal di sana. Lalu dia membawanya masuk, Ibu Panti Asuhan pun tak masalah dengan itu.

Hari ini adalah tugas Cloudy yang piket, dia dapat giliran membersihkan perkarangan depan. Tiap minggu jadwalnya berubah-ubah, terkadang dia dapat giliran mencuci piring dan mencuci baju. Semua yang ada di panti dapat jatah.

"Ah, keras sekali!" Cloudy menarik kuat ilalang yang tumbuh di bagian pagar. Gadis itu meringis saat tangannya kesakitan, tergores.

"Meow...."

Cloudy tersenyum saat melihat mata Shiro yang menunjukkan belas kasihan. "Aku tidak apa-apa." Dia pun mengusap kepala Shiro lembut. "Ups, maaf. Kamu jadi kotor," kata Cloudy setelah itu disusul gelak tawa melihat Shiro mundur selangkah. Kucing itu sepertinya tidak mau mandi lagi.

"Perlu bantuan?"

"Oh, Vitto."

Cowok bernama Vitto membawa cangkul kecil di tangannya--jongkok di samping Cloudy.

Cloudy mengangguk senang, tapi tidak untuk Shiro yang mencakar tangan cowok itu.

"Shiro!" Cloudy merasa bersalah. "Maaf, Shiro tidak terbiasa dengan orang baru."

"Tidak apa. Ini cuma goresan kecil."

Kecil kau bilang? Lain kali aku akan membuatnya dalam! Shiro menatap garang sembari meunjukkan taringnya--membayangkan akan mencakar wajah tampan itu lain kali.

"Shiro, kamu tidak boleh nakal!"

"Meooow...."

Cloudy menghela napas. Dengan suara melas seperti itu, bagaimana mungkin Cloudy akan marah sama kucingnya itu. 

"Haha, sepertinya kucing itu tidak senang aku dekat denganmu," ujar Vitto.

"Nanti Shiro juga bakalan suka denganmu, Vit."

Itu tidak akan pernah terjadi! pikir Shiro menunjukkan taringnya pada Vitto, cowok itu pun tertawa melihat tingkah Shiro yang menggemaskan. Kucing putih itu mundur ketika tangan Vitto ingin mengusap kepalanya, seakan tidak rela disentuh kecuali oleh Cloudy.

"Dia kucing yang lucu."

Cloudy tertawa membenarkan, maka dari itu dia sangat menyukai Shiro dari apa pun. Saat makan, Cloudy rela memberikan lauknya untuk kucing tersayang.

"Apa tugasmu sudah selesai?"

Cloudy mengangguk tanpa menoleh ke arah cowok itu, dia lebih fokus pada pekerjaannya sekarang.

"Pakai ini," tawar Vitto melihat Cloudy kewalahan. Karena kucing itu, Vitto lupa memberikan cangkulnya kepada gadis yang jongkok di sampingnya. Vitto tersenyum sembari menunjukkan ada sesuatu yang menempel di pipi Cloudy.

"Di sini?" Cloudy mengusap pipinya dengan lengan baju.

Vitto pun menggeleng. "Sedikit lagi." Cowok itu mengangguk ketika Cloudy mengusapnya pada bagian yang tepat. Kalau saja terjadi adegan romantis seperti yang ada di TV, mungkin Shiro akan bertindak lebih gaarang lagi. Menggigit kulitnya hingga robek.

"Selesai!" seru gadis itu telah selesai melakukan tugasnya, "terima kasih, Vit. Ini berkatmu." Cloudy memberikan benda itu kembali pada Vitto.

Vitto Ramones, cowok itu bukan penghuni panti, tapi dia baru saja pindah ke daerah ini dua  minggu yang lalu. Bangunan mewah di seberang jalan itu adalah rumahnya. Keluarganya juga baik, sering memberikan donasi pada panti asuhan. Kemunculan keluarga itu menjadi sorotan bagi orang-orang di daerah sini.

Sempurna. Kata itu memang cocok menggambarkan sosok cowok itu. Dia memiliki kulit yang putih bersih, berhidung mancung, rambut hitam dipotong rapi, dan maniknya yang kelam mampu membuat gadis terpesona. Bukan itu saja, kebaikannya itu adalah poin utama. Mampu mengalihkan perhatian Cloudy padanya.

"Kamu mau minum dulu?"

Vitto menggeleng kemudian bangkit. "Aku pulang dulu, tugasku belum selesai."

"Oh, baiklah. Terima kasih sudah membantuku."

***

"Meooow." Shiro melompat dan duduk di atas pangkuan gadis itu. Menikmati gelapnya malam tanpa bintang di teras depan panti. Embusan angin menerbangkan rabut panjang Cloudy--jatuh tepat di hidung Shiro. Kucing itu bersin dan membuat Cloudy tertawa seketika.

"Maaf," gelaknya melihat kucing itu bertingkah lucu. "Aku bersyukur bisa tinggal di sini. Bisa bertemu denganmu, Shiro." Cloudy kembali menatap ke langit. Hatinya terasa hampa ketika mengingat masa lalu.Tidak ada ingatan yang menyenangkan kecuali ketika  sang ayah masih hidup. Meski ibu dan kakaknya jahat pada dirinya, Cloudy ingin tahu kabar mereka. Sudah lama sekali tidak bertemu keluargaya. "Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya kemudian.

Kucing itu mengangkat dagu, menatap gadis itu lamat-lamat kemudian mengeong, seakan memberikan semangat. Gadis itu tidak sendiri, ada si kucing putih bersamanya.

"Jangan khawatir, Shiro." Tangan gadis itu mengusap kepala kucing itu. Gemas. "Aku tidak akan menemui mereka," katanya. Lagi pula aku tidak tahu sekarang mereka tinggal di mana, lanjutnya dalam hati.

"Meooow." Bulu-bulu Shiro berdiri karena terpaan angin malam. Badannya pun bergetar.

Cloudy tertawa dan berkata, "Kau kedinginan? Baiklah, ayo kita masuk. Aku juga sudah mulai kedinginan."

"Meooow."

***

"Selamat tidur." Lelaki berambut putih itu tersenyum melihat gadis bernama Cloudy itu tertidur pulas. Tangannya mengusap-usap kepala sang gadis dengan penuh kehangatan.   Setiap malam dia melakukannya.

"Jangan pergi," gumam Cloudy memeluk tubuh lelaki itu ketika hendak beranjak. "Papa, jangan pergi," ngigaunya dalam tidur.

"Tenang saja, aku tidak akan pernah meninggalkanmu," janjinya pada diri sendiri. Dia juga sudah bertekad untuk selalu berada di sisi gadis itu meski harus menjadi kucing selamanya.

Makhluk HunianWhere stories live. Discover now