Kesurupan Part 3

3.1K 62 1
                                    

Seharian aku mengikuti Lori yang kegirangan berlari ke sana dan kemari di halaman rumah. Di saat yang bersamaan, ibu-ibu berdatangan di bale-bale rumah Nenek untuk melakukan arisan kampung. Aku masih menatap Lori yang sedang berusaha menangkap capung. Mustahil bagi Lori kecil menangkap hewan itu karena dia terbang sekitar tujuh meter di atas kepalanya.
Mataku terpaku pada jendela kamar tamu saat Lori melintas persis di sampingnya. Mata wanita itu menyeringai menatap Lori. Lagi-lagi bulu kudukku meremang.
Lori kecil mendadak tersandung. Tangisannya pecah membuat semua orang menoleh ke arahku dan Lori bergantian. Pak Gondo berlari ke arah Lori dengan heran menatapku yang bergeming, sementara aku masih terpaku menatap wanita itu. Ia membalas tatapanku dengan seringainya yang ganjil. Bulu kudukku semakin meremang tanpa terkendali. Badanku pun menjadi kaku.
Kali ini aku tidak bermimpi. Wanita itu sungguh nyata dan ada sesuatu yang jahat pada dirinya.

"Neng, jangan melamun!" Tepukan Mbok Darmi menyelamatkanku.

Sambil kulirik Lori, aku melihat sekali lagi ke jendela. Wanita itu sudah lenyap. Beberapa ibu-ibu yang menghampiri Lori untuk membersihkan luka dan menenangkannya mengeluarkan protesnya ke arahku.

"Gimana, toh, Mbak, wong adeknya tibo, kok, malah sampeyan diam aja? Sini!" serunya.

Aku berlari membisu sambil mengutuk diri dalam hati karena ceroboh saat menjaga Lori hingga dia terjerembap ke tanah.
Aku ingin segera bertemu Papa dan Mama. Entah mengapa aku merasa sedikit lega jika ada mereka di sisi kami.

"Kaki Oyik atiiit, Ayas.... Tangannya nacal, tangannya nacal! Huua...." pekik Lori sembari menangis.

"Sudah, sudah. Cup, cup. Ayo ikut simbok makan permen aja, yuk?" kata Mbok Darmi berusaha menenangkan.

"Nggak ... nggak ... tatut sama Tante!" pekik Lori semakin melengking dan berlari setengah pincang memelukku.

"What?! Takut sama Tante? Tante yang mana, Dek?!" Aku membungkuk dan bertanya penuh emosi ke Lori.

Lori diam dan menggeleng-gelengkan kepala. Air matanya masih berleleran, ingusnya mulai menyembul dari hidung. Aku menggoncang-goncangkan badan Lori dan memaksanya menjawab.

"Lori, Tante yang mana?!" Suaraku mulai mengundang bisik-bisik para ibu yang sedang berkumpul dan melihat kegaduhan kami dari bale-bale rumah Nenek.

"Saras..., Lori harus segera diobati lukanya supaya tidak infeksi. Cobalah untuk tenang sedikit." kata Nenek di sampingku sambil menepuk-nepuk bahuku.

Ucapan Nenek membuatku tersadar. Semua orang mulai memperhatikanku dengan tatapan yang membuatku tidak nyaman. Sambil memohon maaf aku menggendong Lori masuk ke dalam rumah ditemani Mbok Darmi dan Pak Gondo yang langsung mengambil kapas dan antiseptik untuk Lori.
Pak Gondo menatapku prihatin saat Mbok Darmi menyeka luka Lori dengan kapas dan alkohol. Sesekali aku melirik ke arah kamar tamu. Perasaanku berkecamuk antara bingung, marah dan takut. Tiba-tiba teguran Pak Gondo memecah kesunyian dalam rumah.

"Neng...."

"Eh, ya..., Pak?" Aku tergagap.

"Apa Neng akhir-akhir ini mimpi buruk? Bapak lihat akhir-akhir ini Neng Saras kurang fokus dan jerit-jerit tengah malam kayak pas kapan itu, hari pertama datang...." kata Pak Gondo sedikit ragu-ragu.

"Ah ... iya, Pak. Kayaknya Saras lagi kecapekan dan lagi nggak fit, jadinya ya begini, Pak. Kurang fokus...."

"Coba, deh, Neng, solat. Dijamin pasti lebih lega dan tenang, Neng."

"Hush! Bapak iki apa-apan, toh?! Sudah, jangan nakut-nakutin!" sergah Mbok Darmi.

"Nakut-nakutin apa, Mbok?" tanyaku sambil menatap Mbok Darmi.

"Oh ... nggak ada, Neng." sahutnya cepat.

"Lagian Bapak cuma menganjurkan. Apa salahnya, toh, Buk?" tukas Pak Gondo.

"Pak Gondo kok tiba-tiba bilang begitu?" tanyaku lagi.

"Ah, nggak, Neng! Ingat pesan ustadz di kampung jaman dulu. Kalau hati mulai gelisah, itu tandanya kita harus berdoa dengan lebih baik lagi. Kalau perlu nggak perlu nunggu gelisah, pasti terhindar dari godaan dan gangguan yang aneh-aneh." sahut Pak Gondo kalem.

"Kalau Oyik solat Tantenya pergi nggak?" celetuk Lori di tengah-tengah obrolan kami.

Mbok Darmi langsung menatap tajam Pak Gondo dan mengibaskan selendangnya dengan sebal ke muka Pak Gondo. Meskipun berusaha ditutup-tutupi, aku tahu ada yang mereka sembunyikan. Apalagi Lori beberapa kali mengucapkan kata tante yang jelas-jelas di rumah ini tidak ada tante.

"Lori lihat apa, Dek? Sini cerita sama Kakak!" tukasku dengan manis agar Lori tidak terintimidasi seperti tadi.

"Tante yang di kamay nacal...." sahutnya polos.

"Neng, sudah, Neng. Simbok bikinkan susu, yuk, sambil suapin Neng Lori di dapur?!" potong Mbok Darmi sambil menarik kami ke arah dapur.

Fix, ada yang ganjil dengan kamar tamu tempatku tidur bersama Lori. Aku tidak sedang bermimpi dan tidak sedang berhalusinasi.
Pak Gondo hanya membisu dan menggendong Lori. Sekilas aku mengintip ke kamar dan langsung meminta Pak Gondo menyalakan lampu kamar itu agar kamar selalu dalam keadaan terang.

Papa dan Mama pulang larut sekali hari ini. Mereka terlihat lelah. Setelah seharian bekerja, mereka langsung menghadiri acara reuni SMA di Solo dan langsung pulang ke Karanganyar.
Lori sedang demam cukup tinggi. Seharian kerjaannya hanya melamun saat terjaga, jadi susah makan dan tidur sambil mengigau. Anehnya, ia selalu menggumamkan, "Oyik nggak mau! atau Jangan, Tante, Oyik masih mau main", saat tidur.
Keadaan ini membuatku lelah dan cukup stres. Mimpi yang sama terjadi berulang kali. Cengkeraman tangan dan kuku tajam yang terasa dingin menggores tanganku kian terasa nyata. Nenek akhir-akhir ini sering ketiduran di kursi malas sambil membawa tasbihnya. Mungkin beliau mendoakan Kakek dan teramat rindu padanya.
Handphone-ku bergetar di meja rias. Lagi-lagi aku merinding. Hanya dengan menatap meja rias saja perasaanku kembali bergejolak tidak nyaman. Cepat-cepat kusambar handphone dan kubuka messenger dari temanku.

Teddy : Ras ... apa kabar? Sepi aja....
Saras : Hai, Ted! Sehat, tapi Lori baru demam.
Teddy : Yah, kesian. Liburan malah sakit. Udah diperiksain?
Saras : Belum, tapi percuma kayaknya kalau periksa....
Teddy : Kok ngomong gitu?
Saras : Eh, Ted, boleh nanya nggak?
Teddy : Boleh dong.
Saras : Jangan ketawa, ya.... Kamu percaya makhluk halus nggak, sih?
Teddy : Emm, dibilang percaya ya nggak, nggak percaya juga nggak. Kenapa, sih?
Saras : Auk, nih. Semenjak di rumah Nenek, liburan kali ini aku banyak mimpi soal hantu
Teddy : Itu paling bunga tidur biasa. Makanya sebelum bobok itu doa.
Saras : Aku serius! Lori juga sering takut dan nyebut tante. Di sini nggak ada tante.
Teddy : Anjir!! Serius?!
Saras : Iya serius, aku curiga demamnya karena gangguan makhluk halus kaya di film-film gitu. Kan banyak cerita begitu....
Teddy : Udah bilang sama Papa dan Mama?
Saras : Belum nemu waktu yang tepat.

Di saat yang bersamaan pintu kamar tiba-tiba terbuka. Aku terkejut bukan main. Papa dan Mama menyengir iseng melihat mukaku pucat pasi manjatuhkan handphone ke lantai.

KESURUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang