Is Life Fair Or Unfair?

921 34 0
                                    

Is life fair or unfair?

Entah sudah berapa kali pertanyaan itu hinggap ke telingamu. Atau bahkan mampir ke netramu dalam bentuk aksara yang tertuang dalam lembaran novel.

Maka detik ini kau kembali memikirkan hidupmu.

Caramu memandang hidup selalu berkembang seiring dengan jumlah lilin di kue ulang tahun yang bertambah tiap tahunnya. Ketika kau kecil, kau memandang hidup sebagai sebuah anugerah. Yes, life is a blessing.

Memang benar bahwa kala itu hari-harimu tidak selalu diwarnai dengan tawa, masih ada racikan tangis di dalamnya. Namun, sekencang apapun kau menangis, kau tak pernah hanyut dalam kesedihan. Life must go on. Hari ini jatuh, esok bangkit lagi.

Tidak sulit membuatmu bahagia di masa kecil. Pergi ke pasar malam, menonton pertunjukan sulap, menunggu ayah pulang kerja, dan hal-hal kecil lainnya sudah cukup mengulas senyummu. Ya, sesederhana itu. Air matamu pun hanya bersumber dari hal-hal sepele: jatuh dari bersepeda, berebut mainan, dan saat ibu melarangmu hujan-hujanan.

Ketika kau mengenang kembali masa-masa itu, terkadang kau merasa geli, "Kenapa saya secengeng itu?"

Di masa itu, kau tak pernah mempertanyakan apakah hidup itu adil atau tidak. Yang kau tahu, kau hanya menikmatinya.

Namun, entah sejak memasuki usia ke berapa, kau merasakan perubahan dalam caramu memandang hidup. Satu per satu masalah mulai bermunculan. Hingga datang suatu fase di mana kau tersungkur di titik terendah. Kau merasa jenuh, membenci dirimu sendiri, mempertanyakan kenapa kau harus dilahirkan, dan menganggap orang lain lebih beruntung.

Ya, kau mulai membandingkan hidupmu dengan orang-orang sekitar. Kau selalu berusaha membangun argumen yang justru semakin membuatmu terpuruk. Kau bertingkah seolah-olah kaulah yang paling menderita di sini. Aneh memang, tapi itulah kenyataannya.

"Ternyata hidup memang tidak adil," kalimat itu terucap di sela isak tangismu.

Ketika kau menajamkan pandangan, ternyata kau tidak sendiri. Sering kali tanpa sengaja kau melihat teman-temanmu menitikkan air mata, mengutuk hidup yang tak adil.

Kau pun mulai berpikir, "Ternyata hidup itu adil, karena semua orang merasa hidupnya tidak adil."

Ketidakadilan membiaskan keadilan.

Tanpa kau sadari, hidup terus berputar. Kau bertemu banyak orang, membuat pengalaman baru, berdiskusi dengan orang baru hingga pemikiranmu mulai terbuka.

Kau pun mencoba menafakuri hidup dari berbagai sudut pandang: seorang pengemis, seorang yatim piatu, seorang pecandu narkoba, seorang artis, dan masih banyak lagi. Kau mencoba mengenali dirimu lebih dalam, berdamai dengan diri sendiri, dan meyakinkan diri bahwa semua orang berada dalam jalurnya masing-masing. Tidak perlu merasa iri, tidak perlu tinggi hati.

Hingga akhirnya kau berada pada suatu kesimpulan:

Keadilan tidak dapat diukur. Setiap orang memiliki standarnya masing-masing. Hidup yang tidak adil bagimu bisa jadi terlihat adil bagi yang lain. Adil tidaknya hidup bergantung pada caramu bersyukur.

Percayalah, meski hidup bisa saja terasa tak adil, tapi kau masih punya Tuhan yang maha adil.

Pernah berpikir mengapa Tuhan menciptakan hari akhir?

Hari akhir diciptakan untuk menegakkan keadilan yang tak sempat ditegakkan di dunia.

***

24/12/2018


Random ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang