Dua

6.8K 756 29
                                    

"Ale! Dimana sepatu papa?"

"Ale! Kembalikan tas kakak."

Itulah yang terjadi ketika pagi tiba. Radit dan Rasen akan meneriaki Ale karena barang mereka disembunyikan oleh putri jailku itu.

Ale menutup mulutnya untuk menahan tawanya. Suara langkah Radit terdengar buru-buru, hari ini dia bangun kesiangan, belum lagi sedari tadi Ale mengganggunya. Entah Ale menyembunyikan sepatu Radit dimana, anak itu terlalu kreatif untuk mencari tempat persembunyian.

Pernah aku menemukan sepatu Rasen di halaman belakang, pernah juga aku menemukan kaos kaki Radit di bawah tempat tidur Rasen. Tidak mungkin jika Rasen yang meletakkannya, anak itu tidak jail seperti adiknya.

Radit mencium pipiku, aku memperhatikan penampilannya yang telah rapi. Kakinya juga sudah memaki sepatu, Radit sudah belajar untuk selalu menyiapkan sepatu cadangan yang disimpan di tempat rahasia. Karena jika kenakalan Ale sudah kumat maka anak itu pasti akan menyembunyikan semua sandal dan sepatu di rumah ini.

"Ale, kembalikan tas kakak, kakak mau berangkat sekolah," ucap Radit pada Ale yang masih memakan cookiesnya.

"Tidak mau, nanti kalau kakak berangkat sekolah, Ale cuma punya mama dan tidak punya teman lain."

"Ale, nanti kita jalan-jalan. Sekarang kembalikan tas Kak Rasen." Ale tersenyum ketika mendengar kata jalan-jalan. Dia segera berlari menuju kamar mandi. Sepertinya Ale menyembunyikan tas Rasen di kamar mandi.

"Mama, tas Kak Rasen basah."

Aku menarik napas panjang. Entah Ale sengaja atau tidak membasahi tas itu, aku juga tidak tahu. Anak itu sering bertindak tak terduga. Rasen mengerucutkan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan Ale. Tas yang disembunyikan Ale adalah tas kesayangan Rasen, biasanya dia tak mau berganti tas meskipun aku sudah membujuknya.

"Rasen, kamu pakai tas yang baru mama belikan ya?"

"Tidak mau!" Si keras kepala itu!

"Mama, lihatlah, tasnya basah." Anak nakal! Ale memperlihatkan tas yang kini telah basah, air menetes dari tas tersebut, membasahi lantai.

"Tasnya tidak sengaja jatuh ke toilet, lihatlah, tanganku juga basah karena mengambilnya."

Aku ingin menjambak rambutku sendiri. Anak perempuanku baru mengobok-obok kloset, anak laki-lakiku hampir menangis karena tas kesayangannya basah. Masih pagi saja sudah begini.

"Rasen, kamu pakai tas yang lain. Kamu tidak mau kan pakai tas yang sudah jatuh ke toilet? Radit, bantu Rasen bersiap. Aku harus membersihkan Ale dulu."

Aku menarik tangan Ale menuju kamar mandi. Aku mencuci tangannya sambil tak henti mengomeli Ale. Ale meminta maaf padaku, tapi aku tahu seberapapun aku mengomel, Ale akan tetap melakukan apa yang dia mau. Sifat Ale mirip Radit yang suka seenaknya dan aku yakin kenakalan Ale karena mewarisi sifat Radit yang lain, aku tak senakal ini dulu.

"Ale, mama tidak mau kamu nakal seperti ini, sebagai hukumannya kamu tidak akan mendapat kue dan puding selama 3 hari."

"Mama, Ale minta maaf, jangan hukum Ale."

Aku menggelengkan kepalaku, Ale masih terus memohon padaku supaya aku mencabut hukumannya. Kini dia bahkan sudah menangis, tapi aku tetap tidak bergeming. Ale harus belajar mengenai akibat yang ia timbulkan jika berbuat tidak baik, aku tidak mau terlalu memanjakannya.

"Mama, Ale minta maaf."

"Minta maaf sama kakak dan papa, kamu harus berjanji tidak akan mengulanginya atau mama akan memberimu hukuman yang lebih berat."

ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang