Tujuh

4.8K 571 44
                                    

Mulutnya itu entah kenapa mudah sekali mengucapkan hal aneh seperti tadi. Radit mengelus lengannya yang baru kena cubitanku, aku tak merasa bersalah telah melakukannya karena ini semua adalah salahnya sendiri. Radit datang-datang bukannya menjelaskan semuanya tapi justru minta anak lagi, siapa istri yang tidak kesal?

Belum lagi kalau ingat bagaimana perilaku Ale dan Rasen yang kadang begitu susah untuk diatur, rasanya membayangkan bertambah satu anak lagi membuatku ingin menjambak rambut Radit hingga ia berubah menjadi lebih tampan.

"Mela, aku sudah memberimu bunga, lingerie, cokelat, uang bulanan, masa permintaanku tetap tidak dikabulkan? Padahal aku cuma memintamu satu hal."

"Radit kau tidak tahu rasanya melahirkan dan mengurusi anak 24 jam, jadi diamlah dan jadi suami yang pengertian." Radit cemberut, persis seperti Rasen ketika ia tidak mendapatkan apa yang dia mau. Aku melihat kado yang baru diberikannya, seperti yang Radit bilang isinya baju-baju seksi kekurangan bahan.

Aku memberikan semuanya pada Radit, dari bunga hingga berbagai pakaian yang telah aku keluarkan dari kotaknya.

"Ini aku kembalikan semuanya padamu, kalau uang bulanan itu memang jatahku jadi aku tidak akan mengembalikannya. Kecuali kalau kau mau aku mencari suami baru—"

"Bisa ulangi sekali lagi, Mela," ucap Radit memotong perkataanku. Tatapan tajam Radit tepat tertuju ke manik mataku, rahangnya mengeras dan tubuhnya seperti telah bersiap menerkamku jika sampai aku kembali mengatakan hal tadi.

Ekspresi marah Radit tak membuatku takut, aku sudah terbiasa dengan emosi Radit yang memang selalu naik turun. Radit akan begitu mudah marah jika aku menyebutkan mengenai laki-laki lain. Pernah aku menyebutkan nama Ujang—penjual sayur langgananku dan Radit langsung marah gara-gara aku memuji penjual sayur itu, padahal aku hanya menyebutkan sifat baik Ujang yang suka memberi diskon padaku.

"Bisa, kalau uang bulanan itu memang jatahku jadi aku tidak akan mengembalikannya. Kecuali kalau kau mau aku mencari suami baru. Tuh aku ulangi lagi," ucapku dengan santai, tak menghiraukan Radit yang nampak semakin marah saja setiap detiknya. Kejadian ini mengingatkanku pada saat Radit memintaku menjadi istrinya, dia memintaku untuk mengulangi ucapanku dan aku benar-benar mengulanginya.

"Mela, kau benar-benar menyebalkan." Setelah Radit mengucapkannya, ia tiba-tiba mengangkat tubuhku. Reflek tanganku melingkar di leher Radit, aku bukannya modus atau memang mau bermesraan dengannya, aku hanya takut terjatuh jika tidak berpegangan.

Radit tidak peduli dengan segala protes yang keluar dari mulutku, ia menapaki satu persatu undakan tangga, membawaku menuju ke kamar kita.

"Turunkan aku, aku tidak mau Radit."

"Tidak baik menolak suami, Sayang, lagipula kau pasti akan menikmatinya nanti." Aku langsung memukul Radit dengan bantal begitu ia menurunkanku di kasur. Radit menangkis semua seranganku dengan tangannya.

"Berhenti memukulku, kau harus melakukan perintah suami." Aku mendelik, tentu aku tidak terima dengan apa yang baru diucapkannya. Dia pikir istrinya boneka yang harus menuruti setiap kemauannya?!

"Dasar suami otoriter, diktator, aku juga bisa jadi istri penurut jika suamiku pengertian. Kau saja seenaknya, maka jangan menuntutku untuk jadi penurut. Aku bukan wanita yang bisa kau atur seenaknya, jika kau mau wanita seperti itu, maka cari saja wanita lain."

"Jadi aku dapat ijin untuk menikah lagi?"

Aku melempar selimut ke arahnya, dari semua yang aku katakan, entah kenapa yang menyangkut di kepalanya justru hal tidak berguna seperti itu. Aku seperti orang kesurupan memaki suamiku sendiri, tapi aku sudah marah dengan apa yang baru ditanyakan Radit. Cinta apanya jika dia masih memikirkan kemungkinan untuk menikah lagi.

ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang