n i n e ; kembali hangat

940 146 22
                                    

Regina duduk termangu di kursi malasnya.

Kenapa sampai sekarang saya masih belum berubah, ya?

Ia menghembuskan nafas panjang.

Sibuklah dirinya bergumul di dalam hati. Dilayangkannya pandangan ke samping kiri, mendapati kursi malas sang istri terlihat begitu kesepian dan kosong.

Irene sama sekali tidak terlihat. Regina baru saja bangun dari tidurnya, dan merasa kosong ketika melihat istrinya sama sekali tidak ada di ruang tamu atau di mana pun. Barulah kekhawatirannya itu hilang ketika melihat sebuah catatan kecil yang mengukirkan tulisan manis milik istrinya. Ternyata Irene pergi membeli bahan makanan untuk makan malam nanti.

Betul. Keduanya sudah mulai saling tegur sapa, setelah dua minggu lamanya. Tegur sapa mereka mulai lebih baik. Tidak terbata-bata dan tidak sunyi seperti yang kali pertama.

Huft.

Regina lalu memikirkan tentang dirinya lagi. Ia memikirkan kenapa dirinya sama sekali tidak pernah berubah. Masih seorang Regina yang tempramental.

Hatinya kembali sakit ketika tangisan Irene terbayang-bayang di benaknya. Tangisannya benar-benar membuat tengkuk Regina merinding. Tapi hati Regina sudah dimakan duluan oleh emosinya yang meledak-ledak.

Selalu begitu. Regina Saint Greef selalu begitu.

Ah, Regina jadi kembali teringat akan peristiwa itu. Peristiwa dimana pada pertama kalinya ia menunjukkan sisi tempramentalnya kepada Roséanne, mataharinya dulu. Tak berbeda dengan yang sekarang, Roséanne juga menangis. Air matanya tak kunjung berhenti tatkala Regina membanting semua benda-benda yang berada di rumah dengan barbar-emosinya sudah di ujung kepala.

Lengan Roséanne juga merah karena genggaman Regina yang kuat. Regina menggenggam pergelangan tangannya dengan sangat kuat, diiringi dengan suara teriakan yang menggelegar. Membuat tangisan Roséanne semakin mengalir, semakin deras.

Lalu setelah kejadian itu, di antara mereka tidak ada yang berani bertegur sapa. Tiga bulan lamanya mereka sama sekali tidak berkata apa-apa, sampai akhirnya semua berakhir ketika Regina meminta maaf. Dan Roséanne pun menangis untuk yang ke sekian kalinya.

Dan sekarang,

kejadian itu pun terulang lagi.

Memikirkan hal itu, Regina takut apa yang terjadi sekarang ini akan sama persis dengan yang dulu. Ia tidak mau hubungannya dengan istrinya yang rapuh ini renggang. Tidak, tidak boleh.

Tidak boleh lagi.

"Irene..." Regina menutup matanya. Dipanggilnya nama indah sang istri, berharap akan ada sahutan. Angin pun yang menyahutnya. "Ireneku..."

"Maafkan aku..."


---


"Eungh,"

Irene menggenggam kedua plastik belanjaannya dengan penuh perjuangan. Iya, belanja bulanan. Hah, biasanya mereka belanja bulanan bersama-sama. Tapi mengingat apa yang terjadi, Irene lebih memilih untuk belanja bulanan sendiri saja.

Regina juga akhirnya mendapatkan libur panjang. Seminggu, memang. Tapi itu sudah sangat hebat. Makanya Irene membiarkan Regina untuk mengistirahatkan badannya. Sudah lama ia tidak melihat Regina tidur siang.

Sepanjang jalan ke rumah, Irene berpikir banyak. Tapi hanya satu pusat pikirannya sekarang ini.

Sudah jelas bukan? Siapa lagi kalau bukan suaminya, Regina.

et cetera, et ceteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang