quinque

36 5 2
                                    

Perempuan itu menerima jeruknya dan mulai mengupas kulitnya dengan jari jemarinya.

Kemudian ia memasukkan satu siungnya ke dalam mulutnya.

Perempuan itu mengernyit dan mengeluarkan jeruk asam itu dari mulutnya ke piring kecil yang menjadi alas cangkir tehnya.

"Kamu ngerjain saya ya? Ini jeruknya asam banget kok kamu bilang enak sih?" protesnya. Lelaki itu tertawa kecil, "boleh saya pindah duduknya di samping kamu?"

Perempuan itu mengernyit bingung, lalu ia memutuskan untuk membolehkannya.

"Lalu kalau misalkan kamu sudah tau jeruk itu ternyata asam, kamu apakan jeruknya?" tanya lelaki itu setelah ia duduknya pas bersebelahan dengan si perempuan. "Akan saya buang tentu saja, toh gak guna."

"Yakin?" tanyanya dengan senyum yang menahan tawa. Perempuan itu berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya, "yakinlah, memangnya kenapa?"

Lelaki itu tertawa renyah, "berarti kamu tipe orang yang hanya melihat dari satu sisi saja. Dan menolak untuk melihatnya dari sisi lain." Perempuan itu menaikkan alisnya, "loh? maksud kamu?"

Tanpa menjawab, lelaki itu memeras dua buah siung jeruk ke dalam tehnya yang masih agak utuh. "Cobain teh punya saya." tawarnya seraya menggeser cangkir tehnya ke hadapan perempuan tersebut.

Dengan ragu-ragu perempuan itu menyesap teh milik lelaki tersebut dengan sendok kecil. "Enak," ucapnya setelah mencicipi teh tersebut.

"Tadi tehnya saya kasih apa?" tanya lelaki itu. "Jeruk," jawabnya.

"Jeruknya asam kan?"

"Iya, asam."

"Saya kasih ke teh saya, rasa teh saya jadi apa?"

"Kayak sepat-sepat gitu tapi enak, seperti lemon tea gitu."

"Nah jeruk asam ini sama seperti jurusan yang kamu pilih." kata lelaki itu pada akhirnya. "Kok?" perempuan itu masih belum menangkap maksud si lelaki.

"Kamu tadi bilang kalau jeruk ini asam dan gak enak. Kamu memutuskan untuk lebih baik untuk membuangnya karena gak ada gunanya. Tapi setelah saya peras ke dalam teh, jeruk asam itu ada gunanya ternyata, dia buat rasa teh jadi lebih enak, dan kayak lemon tea kan?" Perempuan itu mengangguk, dan masih menunggu lelaki itu berbicara.

"Nah, jurusan yang kamu gak sukai seperti jeruk asam ini. Karena kamu gak suka, kamu merasa gak betah dan kepingin keluar dari jurusan itu, kamu kecewa karena gak lulus ke jurusan favoritmu. Tapi coba kamu lihat dari sisi lainnya, toh kamu sudah enak dapat beasiswa. Gak perlu repot-repot banting tulang dan minta ke orang tua untuk kuliahmu. Mungkin Semesta itu ada maksud lain, ada alasan kenapa takdir kamu masuk ke jurusan itu. Ada alasan juga kenapa Semesta gak berkenan kalau kamu masuk ke jurusan yang kamu sukai itu. Semuanya memiliki maksud yang baik asal kamu bisa melihat gak hanya dari satu sisi saja." jelasnya panjang lebar hingga membuat perempuan itu tertegun di tempatnya.

"Kamu benar, saya merasa jadi orang payah sekarang." ucapnya pada akhirnya setelah beberapa menit terdiam. Lelaki itu tertawa pelan, "gak usah seperti itu, saya pun pernah mengalami fase seperti kamu, kita semua belajar."

"Omong-omong gerimisnya sudah reda, kamu keberatan gak kalau ikut saya beli jeruk asam ini lagi? Sekaligus kita jadi teman," tawarnya. Perempuan itu mengangguk, "boleh."

"Eh tapi kita belum kenalan nama loh," perempuan itu mengingatkan.

Si lelaki tersenyum, "kita kenalan sambil jalan-jalan."


END


Aku, Kamu, dan Jeruk AsamWhere stories live. Discover now