Bagian Dua

33 7 0
                                    

Pagi ini petualanganku dimulai, yap, tepatnya hari ini adalah hari pertama sekolah dimulai. Dengan berbekal sepotong sandwich dari mama, aku berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya, entahlah mengapa harus sepagi ini biasanya juga aku datang mepet-mepet jam 06.30 lah, pas saat bel berbunyi. Sekarang aku berangkat jam 06.00, menakjubkan bukan? Bagi seorang Annisa Denara, bangun sepagi ini? Sedikit terdengar seperti hal yang tidak mungkin, bahkan mustahil.

Aku sampai tepat pukul 06.15, karena memang rumahku lumayan dekat dari sekolah. Aku menyusuri koridor yang masih sepi karena rata-rata murid kelas 11 datang nge-press, pemandangan yang menarik perhatianku saat ini adalah adik kelas 10 yang sedang hilir mudik, mencari kelas mungkin?

Ingatanku kembali pada momen itu, ya, saat aku masih kelas VIII, lucu sekali jika di ingat. Saat perkenalan pertama dengan Eza, jalan pertama dengannya, dan... tunggu Caca, ini hari pertama kamu di sekolah. Kenapa harus ada nama itu lagi? Lagian ini beda Ca, kamu sudah SMA bukan SMP. Batinku mengutuk diri sendiri karena sudah merusak pagi yang seharusnya indah, dengan sebuah nama yang entah sampai kapan tetap berada di pikiran ini.

Brukk! sesuatu menabrakku hingga terjatuh.

"Sorry, gak papa kan? Buru-buru soalnya. Maaf ya?" lalu ia meninggalkanku begitu saja tanpa minimal membantuku berdiri lah! Ini mala nyelonong aja, laki-laki jenis apa itu?!
"Dasar laki-laki aneh, bukannya bantu berdiri, malah pergi gitu aja. Gak gentle!" aku berhasil berdiri dan mengumpatnya saat sedang membersihkan rok ku yang kotor. Ia membalikkan badannya, mungkin karena mendengar umpatanku untuknya tadi.

"Maaf? Kamu ngatain saya apa tadi?"
"Laki-laki gak gentle, kenapa? Ada yang salah?" tanyaku menantang.
"Maaf ya, Annisa..Denara..? atau siapa pun kamu, saya tidak peduli. Jelas-jelas tadi saya sudah bilang maaf, dan ini ketiga kalinya saya bilang maaf ke kamu. Masih kurang?" tanyanya sambil tersenyum sinis, bergaya seperti bad boy cool yang ada di cerita wattpad. Dikira pantes apa? Gak sama sekali!

"Iya, aku sudah dengar kalo kamu minta maaf. Tapi jadi orang yang gentle dong, bertanggung jawab gitu. Udah tau abis bikin anak orang jatuh, bukannya dibantu malah jalan seenak jidatnya." aku memutar bola mataku kesal.
"Ya sekarang saya mau bantu apa? Orang kamu nya sendiri sudah berdiri, masalahnya selesai kan? Salah saya dimana?" ih! dasar laki-laki aneh, udah tau salah masih ngelak aja. Ribet.
"Pembicaraan kita selesai!" jawabku ketus sambil meninggalkannya.

Namanya Darrel Putra, murid kelas 11 IPA I, kebetulan seangkatan denganku. Jarang sekali ia menampakkan batang hidungnya di muka umum, mungkin lebih sering di kelas dan aku tidak tahu dia ngapain, tidak akan mau tahu tepatnya.

"Dasar cowok aneh, pantes aja masih jomblo. Orang gak ada peka-peka nya sama sekali, ogah deh sama dia." aku masih saja mendumel saat ingin menuju kelas, sampai tiba-tiba..

Dugg!!

Tuhan, mengapa banyak sekali yang menabrakku hari ini? Se-sial inikah hari pertamaku?

"Aduh, sakit.." rintihnya, suaranya lebih mirip suara..
"RATIHH?!!.."
"CACAA?!!.." kami berpelukan, ya benar, di koridor sekolah. Sedikit memalukan mungkin, tapi aku tidak peduli. Toh hanya berpelukan, hal yang lumrah lah, sesama spesies ini hehe..

"Kamu nih, liburan kemana aja sih? Handphone pake di non-aktif in segala. Kan jadinya gabisa hangout bareng!" katanya sambil bersungut-sungut, wajahnya lucu sekali, apalagi ditambah ekspresi cemberut nya itu. Gemas sekali, ingin ku bawa pulang detik ini juga kamu, Tih!

"Aku ke Depok kemaren, masih inget kan rumahnya dimana?" tanyaku sambil menyamai langkahnya.
"Kita udah temenan 1 tahun lo Ca, kamu masih meragukan pengetahuanku? Tega kamu."
"Yaudah gausa baper dih, jawab aja aku kemana."

Ia berpikir keras, sampai akhirnya, "Depok, Jawa Tengah! Bener kan?" aku tertawa mendengar jawabannya itu, sejak kapan Depok pindah ke Jawa Tengah? Ia masih cinta dengan Jawa Barat, maka dari itu ia tetap bertahan disana. Kenapa aku jadi baper gini sih?

"Tih, sejak kapan Depok pindah ke Jawa Tengah? Dia masih stay di Jawa Barat kok, gak ganti tempat." kataku sambil menahan tawa.
"Yauda ih, lagian kan cuma salah provinsinya aja. Maklum aku tuh udah terlalu sering jalan-jalan, makannya sampai lupa nama-nama daerah."
"Prett!!" ujarku sambil menjulurkan lidah, lalu meninggalkannya. Asalkan jangan kamu yang ninggalin aku ya bang?
"Ih Caca, jahat banget sih princess ditinggal!!"

***

"Ca, ikut gak ke perpus? penting nih gawatt, urgent, pokoknya pentingg banget buat aku," ujar Ratih tergesa-gesa.
"Mau ngapain sih ke perpus? tumben banget lo ngajak kesana, boro-boro juga mau minjem buku, ke perpus aja setahun sekali buat ngembalikin buku pelajaran," ujarku malas.
"Dih, aku semales itu ya dimata kamu? ayo Caca ikut cepetann!!" katanya menarik-narik lenganku.
"Tih, kesambet apaan sih? iyaa tunggu bentar kek, sakit tau gak. Kalo gak lepas gak jadi ke perpus," balasku sambil masih diam di bangku.
"Yauda yauda, tuh udah dilepas kan. Sekarang ayo bangun, Ca. Cepetan!!" aku memutar bola mataku malas sambil menyusul Ratih yang sudah tetiak-teriak di ujun pintu kelas.

Dasar bawel, batinku.

Setelah sampai di depan pintu perpus, aku memutuskan untuk menunggu diluar sambil duduk di pinggir lapangan. Kebetulan ada kursi kosong dan pas sekali tidak kena matahari. Kali ini di lapangan sedang ada jam olahraga kelas 11 IPA 1 dan 11 IPA 3, mereka sedang adu basket sepertinya dan tiba-tiba mataku menangkap sosok yang tidak asing buatku. Yap, benar sekali, Putra, dia orang yang membuat aku bete dari pagi sampai detik ini. Tidak sengaja pandangan kita bertemu, dengan cepat aku putuskan pandangan itu. Bukannya munafik kalau tidak ingin dilihat sama cowok ganteng di sekolah, cuma aku masih malas kalau disuruh berurusan (lagi) dengan cowok itu. Apalagi nanti merambat ke masalah hati.

Geer banget lo, Ca batinku.

Lamunanku tentang Putra tiba-tiba dimusnahkan oleh Ratih yang sudah berada di sampingku.
"Woy! ngelamun aja neng, ati-ati kesambet loh," ujar Ratih sambil menepuk pundakku.
"Kaget gila, gak ada assalamualaikum dulu kek, nyapa dulu kek, main asal nepuk aja," balasku "udah selesai kan? balik yuk. Panas disini panas," Ratih yang masih bingung melihat tingkah anehku akhirnya setuju untuk memutuskan kembali ke kelas.

Di depan pintu kelas, aku berhenti dan tidak sengaja membuat Ratih menabrak punggungku.
"Mbaknya kalo mau berhenti bilang-bilang dong. Kalo ada polisi bisa ditilang loh," katanya dengan ekspresi kesal.
"Hehehe sorry, Tih. Gue ngerasa ada yang aneh tau gak," Ratih mengangkat alisnya satu.
"Apaan yang aneh?" tanyanya "yang ada sikap lo yang aneh, udah ah masuk keburu diomelin Pak Rudi." jawabnya begitu saja sambil meninggalkanku di depan pintu.

Apa gara-gara si cowok resek tadi pagi? Yah mulai gila gue, batinku.

QuatorzeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang