SWEAR

594 65 3
                                    

.
.
.
.
.

Hinata POV

"Makanlah yang banyak."

Pagi-pagi sekali Sasuke sudah menyiapkan berbagai menu sarapan. Empat sehat lima sempurna tersaji lengkap di meja makan. Dan kini Sasuke memaksa ku menghabiskan semuanya.

"Sasukeee, hentikan! Aku bukan gentong yang masuk makanan sebanyak ini."

"Sekarang buka mulut mu Aaa~" ia menyodorkan sendok berisi omlete ke mulutku.

"Aku bisa makan sendiri Sasuke. Aku tidak perlu disuapi."

"Aku bukan menyuapi mu. Aku menyuapi si kecil."

Aku memberenggut kesal. Sedikit cemburu pada perhatiannya untuk makhluk kecil yang ada dalam perutku yang masih rata. Namun itu juga membuatku senang setengah mati. Fakta kalau Sasuke menerima ku di apartment nya menandakan ia tidak masalah dengan kehamilanku.

Betapa bersyukurnya aku memilik Sasuke di hidupku.

"Aku sudah menghubungi Sakura. Kau bisa magang di kliniknya hari ini." kata Sasuke yang kini menyodorkan susu ibu hamil rasa strawberry.

Kemarin kami membahas tentang pekerjaan. Aku ingin bekerja dan membiayai keperluanku sendiri. Aku tidak ingin lebih merepotkan Sasuke.

Tentu saja Sasuke menolak keras, namun terimakasih pada wajah memelas ku hingga Sasuke luluh juga. Tapi dengan syarat aku bekerja di tempat kenalannya agar tidak terlalu berat.

"Sekali lagi terimakasih Sasuke."

"Berhentilah mengatakan terimakasih. Ini juga tanggung jawab ku."

Aku tersenyum mendengarnya. Bagaimana bisa ini menjadi tanggung jawabnya? Sasuke sungguh pria baik.

"Kalau begitu aku akan bersiap-siap."

>>>>>>>>>>>>>> ®...®<<<<<<<<<<<<<<

Normal POV

Sasuke termenung. Asik memandangi kursi kosong yang tadi ditempati Hinata. Seakan jiwanya melayang entah kemana, bahkan saat si nona Hyuuga memanggil namanya ia tetap membisu.

Baru saat Hinata mengelus pipinya lembut, Sasuke kembali pada raganya.

Sasuke mendongak, tersenyum sumringah walau ia tak ingin. Tapi tetap ia lakukan demi Hinata. Bahkan jika Hinata memintanya terjun dari menara Tokyo, mungkin Sasuke akan dengan senang hati menurut.

Hinata adalah hukum bagi Sasuke. Apapun yang Hinata minta dan perintahkan, maka Sasuke harus menyanggupi.

Itu bukan keinginan Sasuke apalagi Hinata. Sasuke juga tak menyalahkan Hinata karena sudah membuatnya seperti kerbau dicocok hidungnya.

Sasuke hanya menyalahkan hatinya yang terlalu mencintai wanita dihadapannya itu.

"Sudah siap?"

Hinata mengangguk. Kini tangannya membelai surai Sasuke, merapikan poni depan pemuda Uciha itu yang sudah terlihat semakin panjang.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang