Athan Afriza

25 4 1
                                    

"ATHAAAN!!!"

Panggilan itu sontak membuat telinga Athan yang sedang memainkan ponselnya terasa risi. Tak ayal cowok itu belum beranjak dari posisi tidurnya yang kini hanya mengenakan boxer dan bertelanjang dada.

"ATHAN!"

"THAAAN TURUN KEBAWAH SEKARANG!"

Suara panggilan mamanya yang sangat kencang membuatnya terpaksa melangkahkan kaki dengan malas. Padahal ini hari minggu. Walaupun sudah lewat dari jam 10 pagi, ingin rasanya ia bermanja saja dengan kasurnya itu.

"Apasih ma?" tanya Athan malas saat sudah menghampiri Alya--mamanya. Alya yang tadi sedang membaca majalah disofa langsung menoleh pada anak keduanya itu. Athan dan Fathan lahir hanya berselang duamenit. Yang pertama Fathan dan terakhir Athan.

"Kamu udah tau kan tentang Fathan yang mau pindah ke amerika buat bantu tentang perusahaan papa yang hampir bangkrut?" tanya Alya sambil menaruh majalah itu keatas meja.

Alya menepuk-nepuk sofa disebelahnya memberi kode agar Athan mau duduk disampingnya. Dengan langkah gontai akhirnya Athan berjalan malas kearah Alya.

"Iya tau."

"Kamu gakpapa kan Than kalau misalnya papa sama Fathan tinggal disana sampai tahun depan?" Alya menjelaskan apa yang Malik katakan tadi malam bahwa Fathan akan pulang setelah habis lulus dari SMA. Sekarang Athan dan Fathan memang sudah kelas XII. Tapi mau bagaimana lagi kalau waktu dan keadaan memaksakan keduanya. Athan yang tau diri akan posisinya sebagai adik dan anak yang tidak sepintar Fathan pun sadar diri untuk sebodo amat dan mengikuti apa yang sudah ditetapkan takdir.

"Kalo emang itu yang terbaik Athan bisa apa ma"

Alya tersenyum simpul mendengar ucapan Athan. Ia sempat berpikir bahwa Athan akan marah-marah tidak jelas--perihal dirinya yang suka membanding-bandingkan Athan dengan Fathan. Tak jarang cowok itu sering pergi pagi pulang pagi hanya untuk mencari kebahagiaan semata.

"Mama tau disini kamu merasa terpojokan saat papa mutusin buat Fathan yang ikut membantu urusan bisnis walau hanya sekedarnya namun, kamu nggak boleh berpikiran kalo mama sama papa membandingkan kamu sama Fathan"

"Athan ngerti kok ma. Athan bandel, Athan sering ngebantah mama sama papa. Sedangkan Fathan? Fathan rajin dan mana mungkin Fathan pernah ngebantah mama sama papa. Dia beda. Nggak kayak Athan" tutur Athan dengan wajah datar.

Alya yang melihat Athan seperti itu langsung mengusap puncak kepalanya dengan sayang.

"Mama sama papa sayang banget sama kamu dan juga Fathan. Kamu anak mama jadi, mana mungkin mama dan papa tega biarin kamu nggak baik-baik aja. Papa lakuin ini ke kamu supaya kamu sadar dan nggak bolos sama berantem lagi. Ini udah jalan yang terbaik Than"

Athan menghela nafas lalu menurunkan tangan Alya yang ada dipuncak kepalanya "Athan ngerti. Athan mau kekamar. Tidur"

Tanpa menunggu jawaban dari Alya, Athan segera melangkah menaiki anak tangga. Sesampainya dikamar, ia duduk ditepi kasur dengan memegang ponsel ditangannya. Athan bohong. Ia tidak tidur. Ia hanya merenungkan gejolak aneh yang ada pada dirinya setiap kali melihat perhatian lebih yang diberikan Malik dan Alya pada Fathan. Athan menghela nafas berat lalu beralih menghubungkan orang lewat ponsel miliknya.

"Lo dimana?" tanya Athan saat sambungan telepon sudah tersambung.

"....."

"Besok kita kumpul dimarkas kayak biasa"

Tut.. Tut..

Sambungan  telepon terputus secara sepihak. Athan segera menaruh ponselnya diatas nakas dan beranjak kebalkon dan mengeluarkan sebatang rokok serta menyalakan pematik.

-----

AtRaFatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang