Vote dan comment-nya aku tunggu ya...
Jgn lupa add ke library kalian ;)Satu lagi!!!
Pliss jangan panggil thor, author atau apalah itu, panggil Icha atau Nying-Nying aja, okay!!!
Enjoy reading fellas ...
-o0o-
Sepanjang perjalanan ke rumah sang calon suami, Avela hanya duduk diam. Kesal, itulah yang dirasakan gadis itu.
Ia terpana menatap rumah yang tampak di hadapannya. Pasalnya rumah itu 3 kali lipat besar rumahnya. Ia termasuk dari kalangan orang berada. Rumahnya pun lumayan besar, tapi ini jauh lebih besar daripada yang dibayangkannya.
Sepasang suami istri menyambutnya hangat di depan pintu rumah mewah itu. Senyum tak lepas dari wajah mereka. Ibunya menepuk pelan bahu Avela, menyadarkannya untuk memasuki calon rumahnya.
Sekali lagi gadis itu menghela napas. Fix. Ia tidak bisa lari dari semua ini.
Setidaknya ia bertekad untuk menunda pernikahannya. Ia akan berusaha mencari berbagai alasan untuk mengulur waktu.
Dilihatnya sekilas ruang tamu yang barusan dimasukinya. Tak banyak foto terpajang di ruangan itu, hanya ada satu foto keluarga saja. Ruangan itu sangat simpel dan terlalu maskulin. Seperti tak pernah ada sentuhan tangan wanita di rumah ini.
"Jadi ini calon menantu kita, Pah. Cantik ya." ujar wanita di depannya dengan raut bahagia. Avela hanya tersenyum sopan. Laki-laki di samping wanita itu mengangguk setuju.
"Kalau Papa masih muda, Papa juga mau menikah dengan nak Ave. Tidak masalah kalau harus bersaing dengan Tama. Papah kan lebih ganteng dari dia, bukan saingan yang berat. Ah... tapi beruntung sekali Tama mendapatkanmu!" Semuanya tertawa mendengar candaan Yoga, calon Papa mertuanya itu.
"Ngomong-ngomong nak Tama masih di kantor ya?" tanya Sindy, ibunya Avela.
"Iya jeng, maklum lah, baru beberapa minggu ini dia pindah. Jadi masih banyak hal yang mesti diurus." jelas Maya, calon mama mertuanya.
"Iya jeng, saya juga yakin pasti ribet mengurus kepindahannya."
"Ah ... tapi aku sudah bisa tenang sekarang, jeng. Sebentar lagi ada yang akan mendampingi Tama. Dia itu terlalu serius mengurusi pekerjaan. Sudah berkali-kali aku suruh memikirkan pernikahan sampai pusing dia tetap menolak. Untung saja dia tidak menolak perjodohan kita ini. Kalau dia masih nolak juga, entahlah jeng. Aku sudah putus asa rasanya." keluh sang mama mertua.
"Nah itu dia!" sontak semua mata memandang ke arah pintu setelah mendengar penuturan Yoga.
Kedua orang tua Avela menatap laki-laki yang baru saja memasuki ruangan dengan terpesona. Avela terdiam. Tampan dan dingin adalah dua kata yang menari di dalam otaknya saat ini.
Ternyata di neraka ada Pangeran Es juga ya. Batin gadis itu.
Tama mengangguk sopan kepada kedua orang tua Avela. Kemudian ia menatap Avela dan mengangguk sopan juga. Tidak ada sedikit pun senyum yang tersungging di bibirnya.
Lengkap sudah penderitaanku. Dingin, kaku, benar-benar paket lengkap. Untung saja dia tampan, gerutunya dalam hati.
Meski ruang tamu itu sangat besar, ternyata setelah disadari Avela, hanya sofa yang didudukinyalah yang masih ada space untuk satu orang lagi. Diam-diam gadis itu memukul sofa pelan, menunjukkan kekesalannya.
Tentu saja tak lama kemudian ia sudah duduk berdua dengan Tama di sofa yang sama. Terlalu dekat, menurut gadis itu. Seumur hidupnya hanya Rico saja laki-laki yang pernah duduk sedekat ini dengannya. Dan seharusnya itu tidak bisa dihitung mengingat Rico adalah kakak sepupunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
RomanceMana yang kau pilih? Hidup bersama salah satu orang tuamu dan keluarga barunya, atau menikah dengan orang yang sama sekali tak kau kenal? Itulah pilihan terberat dalam hidup Avela. Penasaran? Baca aja... Hope you'll like it ;)