BAB 2

25 0 0
                                    

TIGA hari sudah berlalu. MOS sudah selesai dan sekolah mulai berjalan seperti biasa. Nggak ada lagi yang namanya bentak-bentak dari kakak kelas, dan anak-anak kelas satu pun kini bisa bernapas lega.

Seperti biasa, Kellyn duduk di kantin sambil menikmati semangkuk mi pangsit bersama teman-teman segengnya: Audrey, Shelly, dan Roza. Jam istirahat memang waktu yang paling menyenangkan buat mereka, bisa nongkrong di kantin sambil menikmati jajanan.

Dan yang namanya geng, pasti punya markas. Meja yang ada di pojokan kantin, itulah yang menjadi markas geng Kellyn, dan secara de facto menjadi daerah teritorial milik mereka.

Kellyndan ketiga temannya udah berkawan sejak pertama kali mereka menginjak sekolah ini. Dan saat ini, di antara mereka berempat cuma Roza yang beda kelas. Tapi yang jelas, persahabatan nggak pernah memedulikan kamu di kelas mana dan aku di kelas mana. Bagi mereka, sekali sahabat ya tetap sahabat.

Audrey melahap sepotong kecil pangsit sambil bertanya, "Gimana MOS kemarin, Lyn?"

"Biasa aja," jawab Kellyn singkat. Ia mengambil botol sambal yang ada di meja dan menuangkan isinya ke dalam mangkuk mienya.

"Ah, elo nggak asyik nih. Cerita dong. Masa nggak ada yang seru sih!" Audrey protes mendengar jawaban Bia yang begitu singkat.

"Bagi gue, semuanya emang biasa aja, De. Tanya aja sama Shelly," kata Kellyn. "Dia kan juga pengurus OSIS."

Audrey menoleh ke arah Shelly yang duduk di sebelahnya, lalu berkata, "Cerita dong, Shel!"

"Lo mau gue ceritain tentang apa?" tanya Shelly, cewek blasteran Prancisyang jadi inceran sebagian besar cowok di SMAN 3 Palembang ini. Tapi sayang, Shelly udah ada yang punya.

"Mmm... si Kellyn dapat senior ter- apa nih?" Tanya Audrey.

"Sama kayak tahun kemarin, senior tergalak dan terjudes," jawab Shelly.

"Hahaha! Tepat seperti dugaan gue, lo tuh emang nggak bisa lembut dikit ya, Lyn," tawa Audrey.

"Kenapa harus lembut? Gue terpilih sebagai senior tergalak dan terjudes itu kan berarti gue sukses bikin anak-anak baru itu hormat sama gue," Kellyn membela diri.

"Lo nggak salah? Mereka tuh bukan hormat sama elo, tapi takut dan benci setengah mampus," Roza ikut sumbang suara sambil tertawa.

"Bener tuh, sekali-sekali kayak Shelly dong," ujar Audrey. "Pasti Shelly jadi senior tercantik dan terbaik lagi."

"Kurang satu... senior terfavorit," sambung Kellyn.

"Tuh kan."

Shelly tersenyum malu. "De, Kellyn emang judes banget, tapi judesnya itu malah bikin MOS kita sukses, dan nggak ada masalah kok. Soalnya cuma ketegasan Bia yang bisa nyelesaiin semua masalah dan bikin anak-anak baru itu nggak berani ngelawan."

"Dengar tuh, De," kata Kellyn senang karena dapat pembelaan.

"Ah, bodo deh sama senior ter- itu. Yang perlu gue tau, anak barunya subur atau gersang nih?" tanya Roza.

"Tanaman, kaleee...," sahut Kellyn.

"Yee, gue serius nih. Masa SMA kita kan tinggal setahun ini. Kalau pemandangannya nggak ada yang baru, bisa butek nih otak gue," kata Roza.

"Lo suka daun muda, Za?" tanya Audrey.

"Kalau tampangnya oke, why not?!"

"Ih... anak kelas satu gitu loh. Masih bau kencur, kali," sahut Kellyn dengan tampang jijik.

"Menurut gue, it's okay kok. Asal tampangnya oke, dokunya kenceng, bau tanah juga nggak apa-apa," kata Roza.

Semua tertawa mendengar kata-kata Roza itu.

FANA MERAH JAMBUWhere stories live. Discover now