Star in Your Soul

PROLOG

Seorang gadis kecil berbalut short dress warna krem berdiri di pinggiran jalan raya, diatas trotoar yang banyak dilalui para manusia yang bernaung di bawah payung mereka masing-masing. Di depan sebuah toko bunga yang masih terbuka di malam hari, gadis itu berlindung di bawah sebuah pohon yang berdaun lebat yang cukup untuk melindunginya dari rintikan hujan. Wanita paruh baya dengan mantel abu-abu dan sebuah payung merah polos menghampiri gadis itu dari belakang. Gadis itu tersenyum sedetik setelah memandang wajah keibuan itu datang menghampirinya. Wanita itu melingkarkan syal berwarna magenta ke leher mungil anak gadisnya. Dengan isyarat mata, mereka berdua mulai berjalan meninggalkan tempat itu.

"Ibu," suara khas anak kecil itu mengalihkan perhatian ibunya. "Bintang itu seperti apa?", tanyanya. Sang ibu hanya tersenyum, mencoba menyembunyikan senyum pahitnya diatas senyuman khas seorang ibu.

"Seperti apa ya?", sang ibu menatap langit sekilas, lalu bergantian menatap wajah putrinya yang menatapnya. "Dia banyak, jumlahnya tak terhitung". Si gadis terkagum mendengar perkataan ibunya. Ia berpikir sebanyak apa bintang itu, dan berpikir ibunya hanya mengarang cerita. Untuk memastikannya ia bertanya lagi. "Setelah itu?"

"Mereka sangat berkilau. Kilaunya melebihi emas, jumlahnya lebih banyak dari penduduk kota ini. Dan mereka sangat jauuh sekali".

"Lalu kapan aku bisa melihatnya, bu?"

Seketika ibunya terlihat pucat. Jantungnya serasa berhenti berdetak sepersekian detik. Genggaman tangannya di gagang payung kian melemah, ia gemetaran. Ia menggigit bibir bawahnya.

"Nanti, saat kau sudah dewasa. Kau akan menemukan bintang yang kau cari". Sang ibu menepuk pelan kepala anak gadisnya.

Sang gadis tak pernah sekalipun melihat bintang sejak ia lahir, hujan terus mengguyur kota tempat tinggalnya tiap malam. Tak peduli musim dingin sekalipun, salju tak pernah turun lagi sejak enam tahun lamanya.

Karena itulah orang-orang menyebutnya "Kota Hujan".