Episode 4

6 1 0
                                    

Gadis cilik itu kini sudah berbaring di kasurnya yang bernuansa pink, menunggu ibunya meneruskan cerita yang tadi ibunya janjikan. Ibunya menutup tirai jendela, kemudian duduk di pinggir kasur

"Lanjutkan, bu" ucapnya riang.

"Iya" sang Ibu merapatkan selimut putrinya.

"Apa besok ayah pulang? Di ulang tahunku?" tanya gadis itu. Pertanyaan itu membuat ibunya diam, memikirkan jawaban.

"Ibu tidak tahu kapan ayah akan pulang, mungkin terlalu sibuk, nak. Ayah mungkin akan mengirimkan hadiah untukmu." jawaban itu membuat gadis itu terlihat kecewa. Yang ia mau adalah ayahnya datang untuk saat ini. Dengan itu, ibunya lagi-lagi meyakinkan putrinya bahwa ayahnya akan baik-baik saja.

"Ayah datang padamu, jadi ia bekerja disana untuk kita makan, beli pakaian baru, bahkan membeli kado untukmu". Gadis itu mengangguk merespon ibunya. Kemudian ia menguap, meski sebenarnya ia belum mengantuk. Ibunya sudah mematikan lampu tidur, mengecup dahi gadis itu. "Selamat malam", kemudian ia pergi meninggalkan putrinya untuk istirahat.

Disana, gadis itu hanya pura-pura tidur. Beberapa saat setelah ibunya benar-benar keluar dari kamar, ia membuka matanya. Menatap langit yang tengah hujan. Gadis itu benci hujan.

Karena hujanlah ia tak bisa melihat bintang.

***

Pagi itu, Kira yang masih benar-benar masih mengantuk mau tak mau harus segera berangkat sekolah. Jam sudah sangat mepet, Kira tidak sempat mengisi perutnya walau hanya segelas air putih. Ia berlari menuju stasiun dengan rambut yang masih berantakan. Dengan nafas yang memburu, untungnya ia sampai tepat waktu walau harus merasa kini kepalanya pening dan pandangannya mulai kabur. Ia juga terdesak oleh orang-orang disekitarnya.

Pening semakin menjadi-jadi. Ia mencoba bertahan, hanya sepuluh menit saja ia harus disini, di dalam kereta yang pengap setelah itu ia akan keluar menghirup udara segar lagi .

Sepuluh menit itu terasa satu jam.

Kira sesekali memijat pelipisnya pelan, mencoba bagaimanapun juga untuk bertahan sampai ke tujuan. Hanya beberapa menit lagi. Kereta berhenti di pemberhentian pertama, tanda Lima menit berlalu. Kurang Lima menit lagi.

Hal itu tetap saja terasa lama. Sisa empat menit dan Kira masih bisa bertahan. Semenit kemudian ia mulai sedikit lemah, ditambah matanya yang juga berat. Tiga menit kemudian ia melihat semuanya jadi hitam, tak terlihat satu orang pun. Telinganya tak mendengar apapun.

Sampai suara pintu gerbong otomatis mendesing terbuka.

Kira terbawa arus keramaian, masih lemas dan tak lagi sanggup berdiri. Kepalanya keluar duluan sebelumnya kakinya ketika ia berniat keluar dari sana. Sebuah tangan kekar menahan lengannya dari belakang. Kira tak bisa melihat siapa itu, yang jelas orang itu sudah menyelamatkannya. Tanpanya ia akan jatuh kemudian terinjak-injak. Beberapa saat setelah itu, orang itu menahan tubuh Kira dari depan. Tubuhnya hangat. Setelah itu Kira tak merasakan apapun.
  "..ra," suara lembut menyambutnya. Suara itu berat, namun terdengar lembut. Kira memyipitkan matanya, silau terkena pancaran matahari yang masuk melalui jendela besar. Ia mengucek mata, mengerjapkannya berkali-kali. Ia penasaran siapa sosok yang membawanya kesini.

Sesaat kemudian kesadarannya berangsur-angsur pulih, ia sudah bisa melihat dengan jelas sosok pemilik suara itu.

"Jack?" Kira mengerutkan dahi, bingung. Ia juga jelas tidak percaya, untuk apa dia disini?
Jack menoleh, tersenyum sekilas, "Kau baik?" tanyanya. Kira mengangguk mengiyakan kemudian memijat pelan pelipisnya yang masih nyeri. Tanpa banyak bicara, Jack menyodorkan segelas air putih pada Kira dan ia terima. Sesaat kemudian minuman itu tersisa setengah. "Terima kasih". Jack menerima lagi gelas yang berkurang setengah itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Star in Your SoulWhere stories live. Discover now