Jam tiga lebih sepuluh menit. Langit mulai berawan untuk kesekian kalinya. Udara mulai terasa dingin. Hampir seluruh siswa berhamburan keluar sekolah, mereka Sudah hafal kapan hujan akan mulai turun.
Kira masih di dalam kelas, dengan santainya ia masih mengemasi buku-bukunya. Tak peduli langit sudah mulai berawan. Sesekali ia menyelipkan poninya ke belakang telinga. Matanya kemudian memandang langit yang mulai kelabu dengan tatapan hampa.
Di benaknya masih terpikir bagaimana bintang itu.
Jess memanggilnya, membuatnya menoleh kearah Jess untuk meresponnya. Ia sejenak menghentikan aktivitasnya menatap langit. Kira menyunggingkan senyum Dan mulai meninggalkan bangkunya, mengikuti langkah Jess. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang lengang menyisakan mereka berdua. Jess yang tidak terlalu menyukai kesunyian mulai membuka percakapan, "Kenapa wajahmu begitu?".
Kira menoleh, menatap Jess seolah bertanya 'Memangnya wajahku kenapa?'"Kau sedang bergelut dengan otakmu?", Jess bertanya lagi.
"Entahlah", Kira menghela nafas "Aku masih penasaran bagaimana bentuk bintang". Jess tertawa keras, membuat suasana di koridor kini pecah.
"Kenapa tertawa?" Kira mendengus, sebal. Merasa tak diindahkan. Mereka kembali diselimuti kesunyian setelah itu. Tawa Jess sudah berhenti, ia terlihat kelelahan.
"Ya, maafkan aku." Kata Jess "Kenapa Kau terlalu terobsesi dengan benda itu?" Jess memainkan rambut panjangnya dengan jarinya "Lagipula bentuknya biasa saja" sambungnya.
Kira langsung menoleh cepat, antusias. Kedua mata bulatnya menatap Jess lekat, membuatnya Jess bertanya-tanya. "Kau pernah melihatnya?!" Kira menahan bahu Jess, membuatnya langkah Jess tertahan. Ia sontak diam, terkejut. Jess mengangguk Samar. "Dimana? Kapan? Seperti apa?!" Kira melontarkan petanyaan bertubi-tubi pada Jess.
Jess menyibak rambutnya yang mulai keluar dari ikat rambutnya. Ia mulai menjawab "Di rumah ayah empat tahun lalu. Mereka berkilau, banyak, putih diantara langit hitam. Namun aku tak begitu tertarik". Kira mendengarkan dengan seksama, matanya hampir tidak berkedip. Mereka terpatung disana.
Hening lagi.
Langit semakit gelap. Perlahan namun pasti matahari mulai pulang, shift-nya telah digantikan oleh awan kelabu yang menggulung di angkasa. Kedua gadis itu kini mekakukan rutinitas seperti biasa, menunggu ibu Jess datang menjemput Jess di depan gerbang sekolah. Mereka duduk di salah satu bangku yang kosong.
"Aku belum pernah melihat bintang" Kira melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti sebelumnya. "Sejak aku kecil".
"Akan ada saatnya, Kira. Mereka indah, mungkin kau akan jatuh cinta sejak pertama menatapnya" Jess tersenyum.
Kalimat 'mereka indah' yang dilontarkan oleh Jess membuatnya tersenyum tanpa is sadari. Seindah itukah?
Tak harus menunggu lama, ibu Jess dengan Mobil yang dikendarainya mulai mendekat. Mereka lantas melanjutkan tujuannya. Pulang.
Pintu rumah Kira mulai terbuka dari luar, membuat Kira yang kini hanya seorang diri melonjak kaget dan langsung menuju pintu utama. Seorang wanita berusia sekitar empat puluhan yang tidak lain ibunya tengah berdiri disana. Pakaiannya basah sedikit basah. Ia menutup payungnya yang masih basah dan meletakkannya di sudut ruangan.
Kira kembali ke dalam rumah, mengambil handuk kering dan kembali lagi mrnghampiri ibunya. Ia memberikannya dengan senyuman hangat yang mrnyambut kedatangan ibunya. "Bagaimana kabar ibu Jess?", tanya ibunya.
"Baik. Ia membelikan kita sekotak roti bulat seperti biasanya," jawab Kira "Kali ini rasa cokelat dan masih hangat" sambungnya. Ibunya tersenyum kemudian menuntun putrinya ke dalam rumah tengah.
![](https://img.wattpad.com/cover/134814840-288-k517051.jpg)
YOU ARE READING
Star in Your Soul
Teen FictionTentang seorang wanita yang tegar. Tentang hujan malam berkepanjangan selama 19 tahun. Tentang kutukan. Tentang cinta yang akan mematahkan kutukan tersebut. Tentang sebuah pengorbanan.