Hujan masih setia menemani malam yang dingin di kotanya. Ratusan manusia berjalan di bawah sebuah payung setiap malam. Namun suatu pengecualian untuk gadis belia berkaki jenjang dan pemilik rambut hitam legam yang yang bergelombang panjang sebahu. Tubuh rampingnya berbalut jas sekolah berwarna mint yang menurutnya sudah cukup untuk menghangatkannya. Kedua tangannya ia letakkan diatas kepalanya untuk meminimalisir jumlah air hujan yang membasahinya. Dengan sedikit berlari ia menyusuri jalanan sepi diantara lampu-lampu jalan yang masih menyala. Ia menghindari genangan-genangan air yang masih baru agar tidak menciptakan noda baru di pakaiannya. sampai akhirnya ia berada di tengah kota, dimana jumlah manusia yang masih beraktivitas sudah bisa dihitung meski hanya sejumlah jari. Gadis itu terengah-engah karena terlalu lama berlari, jaraknya pun bisa dibilang cukup jauh.
Sepasang mata hazelnya menangkap sebuah bangku kayu panjang di bawah pohon yang masih sama seperti dua belas tahun lalu. Ia kemudian menatapnya, tersenyum bahagia seakan telah menemukan harapan terakhirnya. Direbahkannya tubuhnya diatas bangku yang sedikit basah itu. Ia menghela nafasmya. Kedua matanya sayu, ia lelah lebih dari hari sebelumnya. Gemercik hujan yang selalu menemani malam di kota membasahi kepala gadis itu sedikit demi sedikit, membuat kepalanya pening dan terasa sangat berat. Kedua matanyapun terasa berat, ia tak kuasa membuka matanya. Dengan terpaksa, ia menyandarkan kepalanya ke pegangan bangku kayu itu.
Sebuah tangan menahan kepalanya yang hendak terbentur keras diatas pegangan bangku. Tangannya tidak terlalu besar, dengan jarinya yang lentik. Sontak gadis itu menoleh menatap pemilik tangan yang menyelamatkannya itu. "Ibu?" Ia tersenyum, terlihat ada garis-garis di sekitar matanya, menandakan ia sudah tidak lagi muda. "Ayo pulang". Wanita itu menarik pergelangan tangan anak gadisnya yang melemas, membawanya pergi menjauhi tempat itu.
***
Hujan mereda seiring munculnya matahari dari ufuk timur. Gadis belia berambut hitam itu mulai mengacak rambutnya sendiri. Ia sedikit kesal karena bosan dengan rutinitas membosankannya yang terulang lagi.
Dengan setengah kesadarannya, ia turun dari kamarnya dan menghampiri ibunya yang terdengar sibuk di lantai dasar. Ia menyambar selembar roti tawar dan roti gandum dan memasukkannya ke dalam mulutnya satu per satu. Setelah itu ia kembali tidur di ranjangnya, mengabaikan ibunya yang masih belum menyadari keberadaannya setelah ia 'mencuri' roti dari meja. Ia bangkit dari tidurnya, mendekati jendela kamarnya untuk menatap kaca jendela yang tembus pandang. Terlihat hanya ada dua atau tiga orang yang lewat disana. Karena memang lokasi rumahnya yang berada di pinggiran kota cenderung kurang strategis.
Jemarinya yang lentik mulai membelai kaca jendela yang masih dingin hingga menimbulkan suara decitan kecil dari sana. Ia menghela nafasnya lagi, memasukkan roti kedalam mulutnya lalu berlalu meninggalkan kamarnya.
Sepuluh menit kemudian ia menyambar satu setel seragam mint yang menggantung rapi di depan lemari kayunya. Dipakainya mulai dari rok bermotif kotak-kotak sepanjang paha, sampai dasi berwarna merahnya. Rambut ikalnya ia sisir dengan jari di depan cermin dan merapikan poninya yang panjangnya menutup matanya. Ia menyelipkan poninya di belakang telinganya.
Pintu kamarnya terbuka perlahan, dengancepat ia menoleh melihat senyum keibuan yang menyambut paginya, memberi energi baru untuk terus melanjutkan aktivitasnya yang membosankan. Sang ibu dengan satu setel blus putih dengan lengan tiga per empat datang menghampirinya sambil menyodorkan pin yang bertuliskan 'Kira Peach' disana. Sang ibu menatapnya lembut, ada sedikit tatapan kesedihan disana. "Kira," tangannya yang sedikit keriput mulai membelai rambut putrinya. "Sudah dua belas tahun sejak itu, ya?".
Kira hanya menundukkan kepalanya, matanya terpusat pada pin yang sedang ia pasang di jasnya. Detik kemudian Kira bangkit dari duduknya, membuat aktvitas ibunya seketika terhenti. Ia memeluknya dengan hangat, membuat ibunya terlena di dalam hangatnya pelukan anak semata wayangnya. "Aku menyayangimu, bu". Kemudian ia berlalu meninggalkan ibunya sendirian di dalam kamarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/134814840-288-k517051.jpg)
YOU ARE READING
Star in Your Soul
Teen FictionTentang seorang wanita yang tegar. Tentang hujan malam berkepanjangan selama 19 tahun. Tentang kutukan. Tentang cinta yang akan mematahkan kutukan tersebut. Tentang sebuah pengorbanan.