Part 1

76 8 0
                                    

"Kegagalan adalah hal yang paling sulit untuk diterima siapapun. Tapi percayalah apabila kau bangkit dari kegagalanmu, itu adalah hal terbaik daripada memilih berputus asa"

☆☆☆

Menatap pemandangan ke depan dan berpangku tangan adalah hal yang saat ini Azizah lakukan. Hanya gazebo yang tersedia dikampus yang tetap setia didekatnya. Selebihnya hanyalah beberapa orang yang berlalu lalang tanpa menyapa nya. Bukan tanpa sebab orang lain tak menyapanya, ini karena memang tak ada orang yang dikenal oleh Azizah. Hanya Ifa lah orang yang paling dekat dengannya. Sedangkan yang lain hanya sekedar tahu saja tanpa mengenal lebih dekat.

Sudah sekitar satu jam Azizah hanya termangu dalam duduknya. Bahkan matahari mulai menyingsing ke arah barat. Semua itu dilakukannya hanya untuk berharap orang yang ditunggunya segera menampakkan batang hidung. Ifa adalah orang yang ditunggunya saat ini. Ini semua karena motor kepunyaan sahabatnya itu tengah menginap di bengkel. Jadi, mau tidak mau ia harus menunggu temannya itu selesai kuliah.

"Zah!" Suara itu tiba tiba datang dibarengi dengan seseorang yang memukul bahu Azizah.

"Astagfirullah Fa, kamu dateng bukannya ngucap salam malah ngagetin aku." ucap Azizah dengan tangan yang memegangi dadanya pertanda bahwa ia sangat terkejut.

Ifa hanya terkekeh ditempat tanpa menampakkan air muka bersalah. "Sori Zah! Gue sengaja."
Mendengar ucapan dari sahabatnya itu, Azizah hanya menggelengkan kepalanya. Ia sudah paham akan sifat Ifa yang suka bercanda. "Udah ah pulang yuk! Takut nanti sampai rumah kesorean." ajak Azizah yang sepertinya mulai tidak betah duduk berlama lama digazebo.

"O iya Zah, tadi pas keluar dari kelas aku ketemu sama Safa temen ngajimu. Katanya hasil seleksi MTQ pelajar untuk mahasiswa udah ditempel dimading. Kamu gak mau lihat!"

Seketika wajah Azizah berbinar binar walaupun hatinya saat ini deg deg an. Akhirnya hasil seleksi MTQ pelajar untuk mahasiswa yang ia tunggu tunggu telah ditempel dimading. Dengan segera Azizah mengayunkan kakinya dengan cepat menuju mading kampus. Ifa yang merasa sengaja ditinggalkan digazebo oleh Azizah pun segera mengikuti langkah Azizah yang telah mendahuluinya.

Sesampainya ditempat dimana mading berada, dengan cekatan jari jari mungil Azizah meneliti setiap daftar nama mahasiswa yang lolos seleksi. Ifa yang sedari tadi mengikuti langkah Azizah kewalahan. Ia memegangi lututnya yang menandakan rasa lelah saat sampai ditempat tujuan.

Baru saja rasa lelah Ifa telah hilang, tiba tiba tangannya diraih oleh Azizah. "Pulang yuk!"

"Ya ampun Zah Zah! Baru aja capek ku ilang, udah ngajak jalan lagi." keluh Ifa sambil memutar bola matanya.

"Lagian namamu udah ketemu belum didaftar mahasiswa yang lolos seleksi?"

Air muka Azizah yang semula datar berubah menjadi air muka sok bahagia. "Belum waktunya aku ikutan lomba MTQ."

"Maksudnya namamu gak didaftar?"

Azizah mengangguk sambil terus menampakkan ekspresi sok bahagia.

Melihat sahabatnya itu, Ifa langsung paham. Itulah sifat Azizah dari dulu. Selalu ber khusnudzon atas masalah yang dihadapinya. Walaupun Azizah menampakkan air muka bahagia, tapi Ifa tahu kalau dibalik kebahagiaan yang ditampakkan Azizah tersimpan luka yang mendalam.

Mengikuti lomba MTQ pelajar untuk mahasiswa adalah impian yang selalu didambakan oleh Azizah. Tapi ternyata takdir berkata lain. Allah belum memberikan kesempatan bagi Azizah untuk mengikuti lomba. Mungkin suatu saat Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih berharga bagi Azizah.

"Zah laper nih, mampir ke cafe yuk beli makan." pinta Ifa saat dijalan.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Azizah. "Zah!! Ayo mampir ke cafe!" ucap Ifa lebih keras sambil menggoyangkan tubuh Azizah yang saat ini tengah berkonsentrasi menjalankan motornya.

"Iya Fa. Aku denger kok dari tadi. Gak usah ngeluarin pengeras suara kali!" jelas Azizah yang dibalas kekehan pelan Ifa.

Motor Azizah berhenti disebuah cafe bercat putih dengan pintu yang terbuat dari kaca dan interior minimalis sehingga terkesan mewah walaupun memiliki ukuran yang relatif kecil.

Setelah memarkirkan motor, mereka segera melangkahkan kaki memasuki cafe.

"Permisi Mas!" sapa Azizah pada laki laki yang sepertinya pekerja cafe.

"Iya ada yang bisa dibantu?"

"Mas saya mau pesen nasi goreng pakai sosis dan gak pedes ya! Ehmm...jangan lupa telurnya ditaruh diatas nasi." pesan Ifa dengan bersemangat. "Kalau kamu mau pesen apa Zah?"

"Aku pesen tiramisu aja deh!" jawab Azizah.

"Oke itu aja Mas pesenannya." ucap Ifa mengakhiri obrolan pesan memesan.

Kemudian laki laki itu segera beranjak dari tempatnya berdiri meninggalkan Azizah dan Ifa yang telah nyaman menempatkan diri ditempat duduk yang dekat dengan kaca.

"Zah!!" panggil Ifa yang sontak membuat Azizah beralih menatapnya.

"Kamu masih mau nyoba ikut seleksi tahun depan?" ujar Ifa yang dibalas helaan nafas Azizah.

"Insyaallah aku masih pengen ikutan seleksi."

Ifa menatap Azizah tak percaya. "Apa sih Zah yang buat kamu kekeuh pengen ikut seleksi?"

"Karena pernah ada yang bilang sama aku bahwa saat kau mendengar suatu kata kegagalan, maka itu adalah hal yang sangat menyakitimu. Tapi percayalah bahwa mencoba bangkit dari kegagalan itu jauh lebih baik daripada harus memilih putus asa. Jadi karena itulah aku tidak ingin memilih berputus asa."

"Hufffttt adem gue dengernya Zah." celetuk Ifa yang membuat Azizah mengukir senyuman yang membuat aura kecantikannya terpancar.

☆☆☆

Ifa membantingkan tubuhnya ke sofa saat sampai dirumah. Rasanya ia ingin bermalas malasan untuk saat ini.

Kegiatan kampus yang padat memang sulit dielak. Apalagi Ifa masuk ke fakultas yang bukan main main. Kadang ia merasa iri pada Azizah yang masuk ke Fakultas pendidikan. Itu justru berbanding terbalik dengan dirinya yang memilih masuk ke Fakultas Kedokteran. Dimana seseorang tidak boleh hanya leha leha atau bersenang senang saja.

Sejenak Ifa melirik ke arah Azizah yang tengah menikmati dunia membacanya.

Baginya Azizah adalah sahabatnya yang paling sempurna. Wajahnya yang terkesan masih seperti anak kecil  sangatlah mencerminkan diri Azizah. Ditambah kerudung simple yang selalu dikenakan Azizah membuat Ifa seolah cemburu. Cemburu karena dirinya masih belum mengenakan kerudung diusianya yang semakin dewasa.

Azizah adalah sahabatnya sejak SMP. Jadi itulah yang mungkin membuat Azizah saat ini dapat tinggal dirumah Ifa saat ia sedang kebingungan mencari tempat tinggal dikota tempatnya kuliah.

Sebenarnya Azizah sempat menolak saat Ifa menawarinya untuk tinggal dirumah orang tua Ifa. Walaupun sekeras apapun Ifa membujuk Azizah untuk menerima tawarannya, tetap saja Azizah menolak. Hingga pada akhirnya Azizah mengajukkan syarat jika akan menerima tawaran Ifa. Syaratnya adalah ia akan membayar selama tinggal dirumah Ifa.

Jujur saja saat Azizah mengajukan persyaratan, Ifa berdecak kesal. Bagaimana tidak, niat Ifa untuk menolong Azizah malah ditolak dengan dalil membayar setiap bulannya. Namun tak ada yang bisa dilakukan Ifa selain menerima persyaratan Azizah.

"Aku ke kamar dulu ya Fa! Mau bersih bersih diri." ucap Azizah yang membuyarkan lamunan Ifa.

"Hah? Bukannya kalau bersih bersih diri tu dikamar mandi, bukannya dikamar?"

"Ish kamu diajak ngomong serius malah bercanda mulu." ucap Azizah geram.

"Iya iya just kidding Zah!" terang Ifa sambil terus terkekeh ditempat duduknya. Sedangkan Azizah hanya mengerucutkan bibirnya ke arah Ifa.

Bersambung

Assalamualaikum reader!
Gimana ceritanya? Bagus gak?

Maaf kalau ceritanya gak sesempurna yang ada di novel. Tapi insyaallah do'a in author biar istiqomah yang nulis cerita ya. Biar cerita ini terus berlanjut sampai akhir. Amin😊😊

Jangan lupa vote and komennya ya! Biar author jadi semangat yang nulis oke 👍

Wassalamualaikum reder!!

The CoincidencesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang