- 03 -

39K 3K 172
                                    

Kini, Arin sudah berada di kamar rawat dimana adiknya berada. Sehabis dari ruang ICU tadi, dokter bilang akan memindahkan adiknya ke kamar rawat biasa karena adiknya telah berhasil melalui masa kritis.

Namun, sebelum bisa menemui adiknya, dokter terlebih dulu membawa gadis cantik itu keruangannya. Menjelaskan apa yang sudah terjadi dengan Choi Seokjun.

Mulai dari penyakit gagal ginjalnya yang semakin parah. Lalu seringnya terlambat cuci darah yang menjadi penyebabnya, hingga keharusan Seokjun untuk dirawat inap sampai adanya pendonor.

"Kondisi anak itu sudah tak memungkinkan untuk rawat jalan. Jadi dia harus dirawat di sini sampai ada pendonor yang bersedia memberikan ginjal padanya."

Kata-kata dokter masih terngiang dikepalanya. Membuat genggamannya pada tangan sang adik semakin erat. Matanya juga terlihat semakin sembab karena sedari tadi yang ia lakukan hanyalah menangis.

Seokjun baginya sangat berharga lebih dari apapun di dunia ini. Meninggalnya orang tua mereka disaat anak itu masih kecil membuat lelaki berusia tujuh belas tahun itu tak bisa merasakan kasih sayang orang tua selayaknya anak yang berumur tujuh tahun rasakan.

Sejak itu, Arin bertekad untuk menjaga adiknya agar bisa terus bersamanya. Menjadi orang tua sekaligus kakak diwaktu yang bersamaan, membiayai dirinya dan adiknya sekolah dengan uang asuransi kedua orang tuanya. Sembari bekerja paruh waktu di sebuah toko yang dimana adiknya itu juga ikut membantu.

Namun, penyakit gagal ginjal yang adiknya derita sejak satu tahun lalu membuat warna dunia Arin kembali menghilang, rasa takut kehilangan adiknya membuat gadis cantik itu semakin giat bekerja untuk membiayai pengobatannya.

Sempat memaksa adiknya untuk berhenti bekerja, Seokjun selalu beralasan bahwa ia baik-baik saja dan sepertinya, perintah sang kakak yang menyuruh adiknya itu untuk cuci darah dengan teratur diabaikan.

Buktinya, sekarang adiknya malah terbaring lemah seperti ini. Membuat Arin bahkan harus ijin dari tempatnya bekerja untuk menemani sang adik seperti ini.

"Tapi tentu saja dia tak dirawat disini hanya untuk menunggu seseorang mendonorkan ginjalnya. Uang yang harus anda siapkan pun juga besar."

Ah, lagi-lagi tentang uang sialan itu. Arin memang sudah lulus dari sekolahnya dan bekerja. Uang asuransi ayah dan ibunya juga masih tersisa. Tapi tetap saja operasi memerlukan biaya yang sangat besar, bukan? Uang yang tersisa mungkin masih jauh dari kata cukup.

Gadis itu menghela nafasnya. Memandangi sekali lagi wajah tampan adiknya itu sebelum menempelkan tangan besar itu pada pipinya. "Apa yang selama ini kau lakukan, Seokjun-ah?" tanyanya miris. "Aku sudah memberimu uang untuk cuci darah agar kondisimu tak semakin parah," lanjutnya. "Tapi kenapa kau malah terbaring disini sekarang?!"

Air mata itu turun deras mengaliri pipinya.

"Kemana uang yang selama ini aku berikan padamu?" tanyanya lagi. Berbagai pikiran negatif tentang adiknya muncul sesaat. Tapi akhirnya ia gelengkan kepala itu, berusaha meyakinkan diri bahwa adiknya tak mungkin berbuat aneh-aneh dengan uang yang berikan. "Aku tahu betul kau itu anak baik, Seokjun-ah. Kau tak mungkin menghabiskan uang yang kuberikan untuk hal yang tak penting, kan?"

Satu isakan kini lolos dari bibirnya, ia mengusap tangan adiknya itu.

"Aku bersumpah akan melakukan apapun untuk kesembuhanmu," ucapnya. "Aku tak ingin kau meninggalkanku seperti appa dan eomma--"

Just Need a Baby ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang