" PROLOG "

52 12 0
                                    

Dalam kawasan bagai tak bertuan. Berkisah dari sana. Seolah takdir, namun ia tak terasa. Ia menampakkan apa yang tak dapat kita katakan dari apa yang di rasakan. Ia menyapa namun, Tidak pernah menegur. Lorong beku di sela sela tiang memanjang yang menghalangi pandangan.

Jarak bukan masalah dalam kisah ini. Namun tentang pandangannya yang mencengangkan. Angin meniupkan sajaknya. Dengan syarat yang kadang menyebalkan. Apa yang ia pikirkan membuat orang penasaran. Namun ia tak pernah mengatakan apa yang ia inginkan. Hati seolah teriris bila bercakap dengannya. Atau melihatnya terlalu beku dalam jarak yang melebihi kemampuan. Di sekitarnya berlalu lalang orang berbincang sambil berjalan tanpa ia acuhkan.

Ia menatap namun bukan berarti sapaan teman. Dengan mata hijau pekatnya. Ia dapat menebar pesona, namun ia lebih suka berbeda. Ia tebarkan hawa menggigit, menggigil hingga ke nadi. Apa yang ia ungkapkan akan di wacanakan setiap orang. Kelam memang mencekam. Melihatnya saja kita terteguk hingga tertunduk. Tapi ia tak menyangka akan ada suhu yang melebihi kapasitasnya.

Menyerang dan membalik fakta dari apa yang ia cadangkan dalam hatinya. Suhu itu datang menebar perbedaan. Membuat argumen berbeda hingga mengalahkannya. Bahkan tak terduga para penggosip di luar sana. Bahwa tumbuh sebuah rasa di antara perbedaan hawa yang ekstrim di antara mereka. Persatuan ini janggal. Membuat terperanga akan orang yang menghujatinya. Hingga akhir dari isyarat malam dan bintang. Mereka sepakat dengan perjanjian.

Dari isyarat para alam. Mengacungkan sebuah dambaan baru dalam forum yang lamban. Dengan ketentuanpun langit mengancam akan keberadaan mereka yang tak terencanakan. Hingga kisah terbentuk tanpa sadarnya. Di isyaratkan oleh pasir gurun dengan kesakitannya.

The Poetry Box : TAIGA AND TUNDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang