two

33 3 0
                                    

Zeta mengerjapkan matanya beberapa kali, menatap lugu pada sosok Lista dengan raut terkejut yang terlihat jelas di wajahnya. Zeta terus menatap hingga akhirnya Lista salah tingkah dan kembali menguasai dirinya.

"Ehm." Lista berdeham. "Bisakah kamu menunggu sebentar?"

"Apa animaku?" tanya Zeta terus terang.

"Aku harus menelpon seseorang, tunggu sebentar."

Lista bangkit dari duduknya dan berjalan tergesa-gesa menuju ruangannya yang lain. Ia kembali keluar dengan sebuah ponsel di tangannya. Lista memberi isyarat pada Zeta bahwa ia akan menelepon di luar, dan Zeta menyanggupi.

Begitu Lista keluar dari ruangan tersebut, ada sosok lain yang masuk. Laki-laki berperawakan mungil dengan rambut cepak masuk dan berjalan ke tempat Zeta duduk. Itu Saka.

"Kamu daritadi ada di luar?" tanya Zeta. Zeta mengira Saka telah meninggalkannya untuk kembali ke asrama sejak tadi.

"Ya. Dia menelepon siapa?" tanya Saka. Zeta mengangkat bahu, menunjukkan bahwa dirinya juga tidak tahu.

"Anima kamu gimana?" Saka bertanya lagi, dan kembali ditanggapi oleh Zeta dengan angkatan bahu.

"Saat aku bertanya apa anima yang aku punya, Lista malah ambil ponsel."

"Aneh."

Tidak beberapa lama setelah itu, Lista kembali masuk ke dalam ruangan yang berisi Zeta dan Saka. Lista sempat berkeinginan untuk menyuruh Saka keluar, namun ia mengurungkan niatnya.

"Maaf atas sikapku tadi." Lista membuka suara. "Boleh aku bertanya suatu hal?"

Zeta mengangguk pelan. "Tentu."

"Siapa yang memberimu pilihan antara hidup atau mati?"

"Seekor belut." Zeta menjawab enteng, sementara Lista menghela nafas lega mendengar jawaban tersebut.

"Ah, begitu. Jadi aku bisa memutuskan bahwa animamu adalah belut berelemen air."

"Kamu memutuskan?" Itu Saka yang bicara. "Bagaimana bisa kamu yang memutuskan?"

Zeta menoleh ke arah Saka yang duduk di sampingnya. Benar juga, bagaimana bisa Lista yang memutuskan? Bukankah animanya sudah ada sejak awal? Bagaimana bisa Lista yang memutuskan hal itu?

"Ah, maaf." Lista terlihat gelagapan mendengar nada suara Saka yang terdengar tegas dan sedikit membentak. "Maksudku—"

"Katakan apa yang kamu lihat dengan matamu sebagai seorang pembaca anima, jangan berbohong."

Zeta melotot ke arah Saka yang kembali berbicara. Laki-laki mungil dan berwajah polos itu punya mulut yang dapat mengeluarkan kata-kata tajam. Saka yang dipelototi hanya melengos tak peduli.

"Maafkan aku. Maksudku, mataku melihat ada belut dengan elemen air di dalam dirimu, dan aku memutuskan bahwa animamu adalah belut. Maafkan aku."

Zeta mengangguk ke arah Lista. "Tak apa. Jadi animaku termasuk lemah, ya? Kami pamit dulu kalau begitu, terimakasih ya."

Zeta menarik lengan Saka untuk bangkit dari sofa dan berjalan keluar dari ruangan tersebut. Zeta kira Lista akan mengantar mereka setidaknya sampai pintu ruangan, namun Lista sudah tidak ada di tempatnya tadi. Mungkin Lista kembali masuk ke ruangannya yang lain.

"Ah, aku lupa bilang kalau belut itu tidak sendiri, ia bersama seorang temannya."

u n d e a d

Saat mereka sudah berada di luar gedung, Zeta buru-buru mengatakan hal yang ingin ia katakan sejak tadi. "Kata-kata kamu parah banget, ya. Dia sampai gelagapan tadi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

U N D E A DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang