"Apa yang kau lakukan?" tanya Gynna saat melihat Mova mengepak barang-barangnya kembali ke kopernya. Mova merasa Gynna tak hanya kaget dengan apa yang dilakukan Mova, tapi juga tidak suka. Baguslah. Paling tidak dua hari di sana, ada satu orang yang akan menyayangkan kepulangannya.
Mova hendak tak menjawab, tapi cewek itu menahan pintu lemari saat Mova akan menutupnya, membuat Mova mau tak mau menghela napas dan memutar ulang apa yang terjadi tadi sore. Menceritakan ulang itu ternyata melelahkan dan menguras emosi.
"Kau—kau anak beasiswa tennis?!" Mata Gynna yang sudah besar, kini membesar dua kali lipat, membuat Mova takut. "Mova, itu gila!"
Akhirnya ada juga yang sependapat dengannya.
"Gila kan? Bagaimana bisa mereka memberikan beasiswa padaku yang—"
"Bukan itu! Maksudku, itu keren banget, Mova!"
Hah?!
Gynna mengguncang-guncang tubuh Mova, sampai Mova hampir terjatuh. Mova memutar bola matanya karena reaksi Gynna tak seperti yang ia bayangkan. Ia ingin Gynna mendukung pikirannya bahwa apa yang terjadi pada dirinya itu tak masuk akal dan semua ini adalah konspirasi—walaupun seperti apa kata ayahnya, dia bukan presiden.
"Dia bicara soal ibuku seakan tahu semuanya. Aku membenci orang itu."
"Yah, sayangnya semua orang menyukainya."
Mova tertegun. Beberapa tahun yang lalu, apabila hal ini terjadi padanya, ia bisa membuat hidup cowok itu menderita dalam satu jentikan jari. Tapi sekarang? Mova ada di dalam lingkungan yang sama sekali berbeda—ekosistem seorang Davi. Davi lebih kaya darinya, lebih populer, dan lebih berpengaruh di sekolah ini. Cowok itu sangat mampu membuat hidup Mova menderita kalau ia mau.
Mova tidak akan bertahan hidup kalau berurusan dengannya.
Ya, dia memang harus keluar dari sekolah ini segera. Lebih baik ia menahan diri untuk tidak bicara dengan ayahnya di rumah daripada menahan diri tinggal di sekolah itu. Paling tidak di rumahnya ia bisa bicara dengan petak-petak bunga begonianya.
Dan kucing tetangga.
"Ya sudah kalau kau mau tetap pergi. Kurasa aku akan membeli satu boneka beruang besar sebagai penggantimu di tempat tidur itu. Aku pasti akan sangat kesepian."
"Gynna, kau baru mengenalku dua hari," Mova mengingatkan. Kesepian ditinggal orang yang baru dikenal dua hari yang lalu itu menurut Mova sangat berlebihan.
"Tapi aku merasa cocok berteman denganmu dibanding mereka yang sudah kukenal bertahun-tahun."
Berteman katanya? Mova terdiam, mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali ia memiliki teman sungguhan. Kemudian otaknya buntu.
"Aku turun dulu untuk ikut orientasi. Kalau kau tetap mau pergi, aku nggak bisa mencegahmu. Tapi jam segini susah dapat taksi, jadi saranku lebih baik kau ke lobi untuk minta dicarikan mobil—kau tentu saja harus bilang kalau kau mau mengundurkan diri."
Mova mengikuti saran Gynna untuk meminta mobil ke lobi walaupun ia harus berterus terang mengenai keinginannya untuk mengundurkan diri dari sekolah ini. Sekolah ini adalah sekolah yang sangat indah, sayang sekali karena satu dan lain hal saya harus meninggalkan sekolah ini. Begitulah kira-kira rangkuman pidato yang harus ia sampaikan jika pihak sekolah menanyakan alasannya. Ia harus memuji sekolah ini dulu. Dengan begitu, paling tidak mereka tidak akan dendam pada Mova.
Sayang sekali saat hendak membuka pintu asrama Red Line, seorang siswa kelas sebelas bertubuh tegap memergokinya. "Hey! Kau anak baru kan? Sedang apa kau di sini? Segera berkumpul di lapangan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deuce
Teen Fiction[TAMAT] Mova, ex-queen bee dan ratu lapangan tenis, kehilangan segala yang ia miliki dalam satu waktu: popularitas, kedudukan, hingga 2 orang yang paling ia sayangi, yaitu ibu dan pacarnya. Satu hari, sebuah undangan misterius tiba di kotak suratnya...