Akyla
Bel pulang berdering, kami sekelas bersiap untuk pulang. Alfian dan Ramdhan sibuk berbincang dengan Keanu dan Rio. Sayup – sayup kudengar mereka membicarakan soal artikel?
"Ehiya Nu, gue juga dong sekalian sama Alfian dan Ramdhan heheheh" Ujar Shila yang tengah menghadap ke belakang. Bergabung dalam percakapan mereka berempat.
Aku baru ingat, sepertinya tinta printer di rumahku habis.
"Eh Shil, lo nitip apaansi ke Keanu?" Tanyaku, setelah Kevin– ketua kelas kami menyudahi sesi berdoa sebelum pulang.
"Ngeprint tugas Pak Budi. Ehiya, lo kan ada printer, kenapa gue ganitip di lo aja ya?" Dia menatapku bertanya.
"Tinta printer gue abis nih, apa gue nitip juga ke dia? Eh tapi takut dah gue"
"Lah, nitip mah tinggal nitip. Susah amat lo" Shila bangkit dari kursinya, lalu berjalan ke pintu kelas.
"Keanu! Sini deh" Panggilnya pada Keanu yang sudah ada di pojok koridor sekolah, ingin berbelok menuju tangga.
Keanu menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghampiri Shila di depan pintu kelas kami.
"Apa?" Tanyanya dingin, seperti biasa.
"Nih, temen gue juga mau nitip ngeprint di lo" Aku tersedak air minumku sendiri.
"Hah apaandeh Shil?" Aku menepuk pundaknya pelan dengan jengkel.
Bolehkah aku berharap bahwa yang tadi kulihat adalah tawanya karena tingkah lakuku? Iya, demi Tuhan tadi Keanu tertawa saat aku tersedak. Walaupun suaranya sangat dingin, tapi entahlah, senyumnya terasa sangat hangat bagiku?
Tsk, bicara apa aku ini.
"Bisa kan Nu? Ya bisa lah ya? Yakan?" Ujar Shila, membuat Keanu seperti baru tersadar. Entah apa yang sedari tadi ia pikirkan setelah menertawaiku.
Hey aku merasa seperti badut saat ini!
"Kalo lo gamau gapapa kok! Sumpah. In case lo emang gabisa, dan keberatan" Elakku secepat kilat, saat Keanu baru akan membuka mulutnya untuk berbicara.
"Bisa kok" Ujarnya, hm, aku harap ini bukan delusi karena nadanya terkesan agak lebih ramah.
"Seriusan nih?" Dia mengangguk mantap, lalu melihat ke arah lain.
Satu hal yang selalu tidak aku mengerti dari teman sekelasku ini, ia selalu tidak mau menatap mataku ketika aku mengajaknya berbicara. Padahal, beberapa detik yang lalu, ia benar-benar mentap mata Shila saat Shila mengajaknya berbicara. Pada yang lainnya juga begitu. Tetapi, mengapa ia tidak pernah mau menatap mataku? Ada yang salah dari diriku? Atau bagaimana sih? Pasalnya, setelah ku perhatikan, ia hanya seperti ini padaku. Apa Keanu sungguh membenciku dari lubuk hatinya yang paling dalam?
Aku menggeleng pelan dari lamunanku, lalu tersenyum pada Keanu di hadapanku.
"Yaudah, makasih ya Nu" Ujarku, lalu menarik Shila untuk turun ke bawah.
***
Author
"Ayo, kalahin mobil jeleknya si Rio!" Ujar Alfian bersemangat.
Alfian memainkan mobil remote controll itu layaknya anak sekolah dasar, ditemani Ramdhan yang sedari tadi asyik streaming film, lalu disusul Rio yang sedari tadi tengah berkutik dengan ponsel pintarnya.
Ya, ini semua berkat jaringan internet gratis di rumah Keanu. Sedangkan, sang empunya rumah tengah berkutat dengan komputer di hadapannya. Ia tampak serius tatkala jarinya menari di atas keyboard, mengetik huruf demi huruf yang kemudian menjadi kata, lalu dirangkai menjadi kalimat, sehingga tersusun rapih menjadi paragraf yang padu.
YOU ARE READING
Aléa Jacta
Dla nastolatkówa/n : Decision ( in hard situation/ high risk) already made and can't canceled/ be repeated, now the result deepend on your fate. it's about something that really absolute. Written in bahasa Indonesia. started from : 10th January, 2018