Chapter 4

175 14 4
                                    

Matahari mulai terbit dari ufuk selatan, burung-burung terbang tinggi meninggalkan tempat yang cukup dingin di daratan. Padahal saat ini belum waktunya musim dingin. Akan tetapi, di Gunung Ether kini terlihat berselimutkan salju. Para penduduk sekitar tidak ada yang berani memasuki kawasan gunung itu, lantaran suhu pegunungan itu terlampau dingin dari yang seharusnya.

Seorang wanita bersurai merah menyala dengan pakaian yang cukup terlihat aneh dengan tengkorak bagian kepala menggantung di pinggulnya itu mengedarkan pandangannya. Ia benci dingin tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain untuk tetap tinggal dan menjaga tempat itu untuk waktu yang cukup lama.

"Cryssan sangat menyebalkan, ini terlalu dingin untuk ditempati para manusia biasa," gumam wanita itu.

"Kau benar, aku selalu hampir mati mengigil setiap api unggun yang aku buat mati di malam hari," timpal seorang lelaki bersurai putih dengan iris perak yang entah dari mana datangnya.

Wanita bersurai merah itu menoleh tanpa minat. "Lebih baik kau mati," ujar wanita itu kembali menatap hamparan salju di hadapannya, lelaki bersurai putih itu hanya meringis mendengarnya.

Saat ini mereka berada di mulut sebuah gua yang cukup besar, di hadapan mereka tanah sudah lama berselimut salju. Entah berapa lama hingga mereka tidak mengenal waktu saat ini, hidup mereka hanya bergantung pada makhluk yang masih bertahan hidup di kawasan Gunung Ether.

Seorang wanita bersurai putih yang dikepang dan hiasan kecil, dengan iris mata putih dan tampak corak kemerahan di wajahnya, datang dari dalam gua. Langkahnya yang anggun membuatnya terlihat seperti seorang putri, tetapi ia bukanlah seorang putri melainkan seorang penyihir layaknya wanita bersurai merah itu.

"Wanita Rakshasa itu sudah sadar," ujar wanita bersurai putih itu. Tatapan dinginnya benar-benar membuat sekelilingnya juga bersuhu dingin.

"Itu berita bagus, kita bisa pergi dari tempat terkutuk ini," jawab pria bersurai putih itu lalu dengan cepat meninggalkan kedua wanita yang kini saling bertatapan.

Tidak ada percakapan di antara mereka akan tetapi, pikiran mereka berdua menyatu. "Cryssan, kau membuat tempat ini semakin dingin," ujar wanita bersurai merah itu sambil meninggalkan untuk masuk ke dalam gua.

"Ahh, mungkin aku terlalu senang akan kembalinya wanita Rakshasa itu," gumam wanita bersurai putih itu dan menghilang begitu saja dengan butiran salju yang melayang di udara.

Kini di dalam gua yang besar itu sudah berkumpul beberapa orang yang berkumpul mengelilingi api unggun besar. Rasa hangat mulai menjalar dan meninggalkan rasa dingin yang kian memudar.

"Aku pikir kalian sudah pergi dan memulai hidup bebas kalian," ujar wanita bersurai merah tadi dengan kedua tangan melipat di depan dada.

"Kau tahu seharusnya kita sudah mati tujuh belas varsa yang lalu, mati karena kalah oleh sang Mara," ujar pria bersurai putih yang kini memainkan dua bilah dagger miliknya.

"Kami bukan orang yang tidak tahu berterima kasih, setelah wanita itu mempertaruhkan hidupnya untuk membebaskan kita dan menumbalkan tubuhnya untuk menyegel sang Mara. Kami memilih untuk hidup berada di sisinya," timpal pria yang memakai topeng di sebelah wajah kirinya.

"Kalian terlalu manis, tetapi aku tidak membutuhkan hal itu," ujar sebuah suara dari arah sebuah lorong gua.

Suara yang begitu lembut dan terdengar lemah. Mereka semua menoleh dan mendapati seorang wanita Rakshasa baru saja memasuki aula gua yang cukup besar itu. Tubuh wanita itu tertutupi sepenuhnya dengan pakaian yang terlihat tebal, wajah pucatnya mengisyaratkan bahwa ia masih terlihat lemah.

"Aku membebaskan kalian agar kalian dapat hidup dengan bebas, itu sudah menjadi tugas utamaku untuk menolong kalian. Tetapi aku tidak menyangka bahwa aku dapat menyegel Mara itu dalam tubuhku," lanjut wanita itu.

TANTRA : The End Of BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang