⚫I saw Eric⚫

62 2 3
                                    

Setelah menghabiskan 10 menit lebih, akhirnya Anthony keluar bersama seorang pria berstelan jas yang benar-benar terlihat rapi. Mataku pun meneliti setiap inci wajah pria itu, karena aku merasa familiar dengannya. Dan benar saja aku mengenalnya, ia adalah Eric.

Aku tidak mengerti apa yang ia lakukan dengan Anthony, tapi yang jelas aku tahu ia dan Anthony sebuah memiliki band.

"Jesse, lihat itu Anthony." Aku kembali menarik diri dari tatapanku. Mataku mengarah pada Jesse yang duduk tepat dibelakangku, "Ayolah lihat ia bersama seorang pria."

Jesse yang awalnya disibukkan dengan ponselnya, kini beralih menatap keluar kaca jendela. Matanya berbinar terang melihat seseorang di luar sana, "Oh my godness, ia tampan sekali."

Dasar wanita, tapi aku tidak mau mengurangi fakta-fakta tentang wanita lagi, karena aku sendiri pun wanita. Aku melakukan itu hanya agar Jesse tidak marah atau mendiamiku untuk 10 menit kedepan. Jesse tipe wanita yang sangat menggilai pria tampan dan mapan, sangat berbeda denganku.

"Kau tahu namanya, Sal?"

Aku melirik Anthony dan Eric yang ternyata masih berbincang di luar minimarket, seperti biasa Eric menggunakan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Jelas, itu semakin membuat gadis yang melewatinya semakin tergila-gila, sama dengan Jesse.

"Ya, aku mengenalnya. Ia salah satu rekan kerja Riley," Jesse menoleh dengan mulut menganga, "Apa-apaan itu? Bagaimana bisa?"

Aku mengedikkan bahu, "I don't even know about that."

"Kalau begitu kau harus mengenalkanku padanya!"

Aku menoleh cepat kearahnya, kaget bukan main. Ia pikir segampang itu? Aku dan Eric saja bertemu baru sekali. Lalu, bagaimana bisa aku mengenalkannya pada Jesse?

"Kau gila! Aku baru bertemu dengannya sekali, dan melihatnya seperti ini menjadi dua kali."

Jesse benar-benar menganggumi Eric, karena terlihat jelas dari tatapannya yang berbinar dan senyum lebar yang terlukis di bibir tipis merah mudanya. Oh ya Tuhan, ada saja gadis seperti ini.

Tak berselang lama, Anthony terlihat berlalu pergi dari Eric. Menuju mobil yang aku dan Jesse tumpangi, "sorry girls, aku sedikit berbincang dulu tadi."

"Kau tidak mengatakan padaku bahwa kau mempunyai teman yang sangat tampan!" Sembur Jesse tiba-tiba.

Aku dan Anthony yang mendengar itu pun dibuat kaget bukan main, "Maksudmu?"

Anthony pun mulai mengemudikan mobilnya keluar dari minimarket. Jesse yang duduk dibelakang, mencodongkan tubuhnya kedepan agar leluasa berbicara dengan Anthony. Benar-benar gadis gila, kalau seperti ini ia akan membuat Anthony kehilangan konsentrasinya, "Jess, kita bisa bicarakan ini nanti. Kau jangan mengganggu Anthony." Tahanku.

Jesse yang keras kepala pun menolak mentah-mentah omonganku, "Cepat katakan, siapa nama temanmu tadi?"

Anthony masih bungkam seakan kata-kata Jesse hanyalah angin lewat. Aku cukup salut melihat Anthony yang berani menghadapi singa buas seperti Jesse. Pertama, ia sudah membuat Jesse kesal lantaran harus menunggunya dalam waktu lebih dari yang ia janjikan, kedua ia membuat Jesse mati penasaran dengan sifat keras kepalanya.

"Hey, jawab aku bodoh!"

Jesse yang kelewat kesal pun langsung memukul Anthony, "Aw sakit. Kau ini gila!"

"Jawab aku atau akan kutendang bokongmu keluar."

Anthony berdesis kesal, "Untuk apa kau mengetahui namanya?"

Aku hanya terdiam menatap mereka yang beradu argumen. Disatu sisi, Jesse bersikeras ingin mengetahui Eric---padahal faktanya aku sudah memberi tahunya, namun dilain sisi pula Anthony tidak mau membuka mulut tentang itu. Entah aku tidak tahu alasan dibaliknya.

Arloji dipergelangan tanganku sudah menunjukkan jarumnya pukul 6 sore, dan aku harus tiba dirumah sebelum Riley pulang. Namun, aku tidak yakin mengingat perjalanan sore ini cukup ramai.

Terlebih rambu lalu lintas yang menunjukkan warna merah mengharuskan mobil Anthony berhenti. Jujur saja, aku takut membuat Riley kecewa. Padahal baru kemarin hubunganku membaik.

"Kalian akan mengantarku dulu 'kan?" Tanyaku setelah perdebatan mereka berakhir.

"Apa? Mengantarmu kemana?" Ujar Anthony.

"Ke rumahku, bodoh. Ayolah satu jam lagi Riley pulang, aku tidak ingin mengecewakannya lagi."

Anthony memutar mata sebal. Mau bagaimana lagi? Toh, ia sendiri yang dengan senang hati menerima tawaran untuk menjemputku.

                             ***
6:35 PM
Akhirnya aku tiba dirumah tepat pada waktunya. Hanya saja waktu untuk mempersiapkan makan malam akan sangat sedikit. Tetapi, aku tidak pernah menyianyiakan itu. Hingga kuputuskan untuk menghidangkan makan malam seadanya.

Aku begitu bersemangat menyambut Riley. Setelah ini, aku ingin sekali menghabiskan waktu sepanjang malam bersamanya. Itu akan menjadi hal yang sangat menakjubkan!

Tak berselang lama, ketukan pintu mengintrupsiku untuk segera dibuka. Dengan sigap, aku langsung berjalan kearahnya---karena kupikir itu adalah Riley.

"Ya, tunggu sebentar."

Sembari mengikat rambut, aku berjalan mendekat kepintu dan mulai membukanya.

Wajahku sumringah tidak sabar. Tapi, seketika itu semua berubah menjadi rasa kesal yang sangat mendalam.

Ia kembali lagi, melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Wow sungguh di luar dugaan ia menemuiku disini---dirumahku.

"...Sal, bisa kita bicara?"





Asique, gue gantung wkwk. Maaf semaaf maafnya orang minta maaf karena maaf sudah lama ngaret ngelanjutin part kaya gini doang:" sedih gak sih? Gue sih sedih plus kecewa banget yeu. Otak gue gak bisa bener kadang, eh gajuga deng wkwk. Yauds itu aja sih notenya:"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 04, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Home [HIATUS]Where stories live. Discover now