Percaya atau Tidak

58 2 0
                                    

"Loh jihan?! Kamu ngapain pake baju sekolah?" tanya Kak Indra ketika melihatku turun tangga dengan semangat.

"Ke sekolah lah, ngapain lagi." ujarku membuat Kak Indra terdiam yang sepertinya ia sedang melihatku dengan melongo-longo. "Udah ah, aku lapar nih, mau sarapan dulu."

"Eh han, kamu jalan gak pake tongkat? Ntar nabrak loh." ujar Kak Indra mengambil langkah menuju padaku.

"Ngak...! Ngak perlu tongkat, aku harus biasain kaya gini kalo di sekolah..." jelasku. Drruuk langkah kaki menuruni tangga tiba-tiba melangkah langsung menuruni 2 tangga yang membuat tubuhku membungkuk ke bawah hingga akan membuat kepalaku hampir menyentuh dasar lantai.

"Eh, eh...Nah toh, kamu mending pake tongkat. Ujar Kak Indra mendekat berusaha membuatku aman. "Lagian kamukan masih sakit, mending istirahat aja kali..."

"Gaah...aku harus belajar jalan." lanjutku ingin tidak kalah dengan Kak Indra sambil melihatkan mata molotot dan sedikit mengangkat bibir bagian kiri.

"Ngeyel baanget." ujar Kak Indra terdengar tegukkannya meminum segelas air putih dan membuat jarak pergi dari tempatku berdiri. Aku berjalan cepat dengan meraba tembok menuju ke dapur.

"Pagi semuanya...! Aku udah siap looh...aku make seragam udah bener kan...ngak ada yang kebalik...juga aku udah nyiapin buku buat hari ini..." aku memberikan senyuman lebar dengan penuh hati tanpa ada sedikit beban sekalipun.

"Kakak tuh habis kemimpi apa sih...tadi malam udah kerasukan sampai ngak pingin tidur sendiri gara-gara lihat apaan ibu ngerti, dan akhirnya pingsan. Sekarang udah bangun ngak jelas kaya gini. Kakak mending ngak sekolah dulu aja yah. Lagian, ibu juga khawatir sama keadaan kakak. Ibu aja takut lihat kakak kayak gitu." jelas ibu.

"Hah? Tadi malam aku kaya orang kerasukan? Masa sih?" tanyaku benar-benar tidak mengingat apapun.

"Lah? Kakak ngak ingat apa-apa? Ah masa?" tanya ayah berpikir yakin aku seperti menyimpan sesuatu yang tidak ingin diketahui.

"Sumpah! Aku beneran ngak inget apa-apa." ujarku semakin bingung.

"Lah terus? Terakhir kakak inget apaan dong?" tanya Aqilah mulai mengisi suasana bertanya-tanya dan terdengar remasan makanan yang dikunyahnya

"Seingetku...aku cuman nutup mata terus sampai di rumah dan tiba-tiba aku tidur aja. Ya...aku ngerasa tidur biasa dan bangun pagi kaya biasanya."

"Coba deh bu, bawa Jihan ke psikolog lagi, kayanya emang masih ada yang aneh. Terus gimana hasil pemeriksaan psikolog tadi malam?" tanya ayah.

"Sebenarnya emang agak begitu gak jelas. Menurut psikaternya kalo Jihan itu bisa ngelihat sesuatu jiwa yang gaib dikarenakan pengaruh energi yang membuat beberapa fisiknya lemah, dan bagian tubuh anggota yang paling lemah bereaksi dengan energi itu adalah matanya. Sehingga membuat Jihan mengalami kebutaan. Kalo menurut pengalaman psikaternya, Jihan bisa melihat mahluk tak kasat mata." mendengar kalimat terakhir yang ibu ucapkan membuat suasana di pagi hari itu begitu tegang. Aku benar-benar terdiam heran berpikir ini juga bisa masuk akal.

"Maksud ibu, mahluk tak kasat mata itu hantu?" tanya ayah.

"Ya...bisa dibilang begitu tapi tidak sekedar hanya hantu, beberapa mahluk seperti jin atau semacamnya. Tapi hal semacam itu terkadang disebabkan karena beberapa tekanan yang mengganggu pikiran dan menyebabkan halunisasi sehingga bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat." jelas ibu.

Mendengar penjelasan ibu semua orang yang berada di dapur begitu terhening seperti memikirkan apa maksud semua ini, sehingga menghentikan waktu mereka di pagi hari ini.

"Tapi sebenarnya itu tidak begitu jelas, masih harus mempunyai beberapa bukti dengan keyakinan psikater tersebut, beliau masih meniliti lagi hasil tes Jihan." jelas ibu membuatku semakin tidak percaya dengan keadaan diriku.

Where My SoulWhere stories live. Discover now