Part 4 : Love Feeling

36 4 3
                                    

Berhari-hari telah berlalu, sudah satu minggu lamanya Annie berada di rumah sakit. Ia sangat stress memikirkan uang sekolah yang belum dilunasinya. Empat hari lagi ia akan mengikuti ujian sekolah, tapi tangannya masih saja belum bisa digerakkan ditambah lagi selama seminggu ini ia tak belajar apapun. "Bodoh! Bodoh! Apa gunanya aku sekolah kalau aku masih sebodoh ini ?" Untuk pertama kalinya ia menyesali dirinya sendiri. Sesekali ia mulai memikirkan Alexi, ia merasa bersalah padanya. "Kalau saja aku tidak mengebut waktu itu pasti tidak akan begini jadinya. Ayahnya pasti tidak mengijinkannya untuk menjengukku, oleh sebab itulah dia tidak datang dan meminta maaf padaku. Tapi kenapa aku harus memikirkannya ? Biarkan saja.. dia pasti sangat beruntung mempunyai ayah sebaik itu. Kalau saja ayahku.." Begitulah katanya. Annie sangat kesepian di dalam kamar itu, ia bosan dan ingin segera keluar. Teman-temannya hanya sesekali mengunjunginya begitu pula dengan Hoshi, bahkan sampai saat ini ia tak mengabari ibunya. Annie pun berbaring di atas ranjang yang menurutnya sangat kecil dan tidak nyaman.

"Kau sudah baikan ?" Suara seorang pria yang dikenalnya.
"Kau lagi ???" Annie kesal melihatnya.
"Bagaimana dia bisa datang ke sini ?"
"Hey! Ku tanya apa kau sudah baikan ?" Tanya Jun seraya menyentil jidatnya.
"Memangnya kau tidak melihatnya kalau aku sudah baik-baik saja ? Kau pasti ke sini ingin membunuhku 'kan ? Tanya Annie ketus.
"Aku ingin merawatmu!"
"Hah ?"
"Aku merasa bersalah padamu, karena aku kau jadi begini. Aku harap empat hari lagi tanganmu sudah bisa digerakkan atau kau terpaksa harus memakai tangan kiri. Ku dengar ujiannya sangat mudah, hanya perlu menghitamkan salah satu dari jawaban yang kau anggap benar." Ucap Jun dengan santai.
"Mudah katamu ? Memalukan sekali jika aku kidal.." Gerutunya.
"Sebagai tanda permintaan maaf, aku akan mengerjakan soal ujianmu!"
"Kau serius ? Memangnya boleh ? Bagaimana caranya ? Kau 'kan tidak satu kelas denganku.. Bodoh!"
"Kau yang bodoh! Cukup memakai trik saja 'kan ? Ku dengar ujian akan dibagi menjadi 9 sesi. Aku berada di sesi pertama dan kau di sesi keempat. Tinggal berikan saja nomor telponmu padaku dan kau memfoto soalnya, aku yang sudah di rumah akan mengerjakannya untukmu. Bagaimana ? Anggap saja kau sedang beruntung saat ini." Annie hanya menatap raut mukanya yang menunjukkan adanya kejujuran.
"Hah ? Tapi membawa handphone saat ujian itu sangat beresiko." Annie masih belum yakin.
"Posisi dudukmu sangat memungkinkan untuk itu, kau berada di bangku paling belakang. Dan pengawasnya tidak usah kau pikirkan.. mereka hanya guru pengajar kita saja. Tapi ngomong-ngomong kau masih polos saja ya.. Apa kau belum pernah bekerja curang sebelumnya ?" Tanya Jun yang nadanya itu sangat mengejek.
"Pernah! Aku meminta jawaban pada Hoshi."
"Sayang sekali jika Hoshi sekarang berada di sesi terakhir."
"Tapi bagaimana dia bisa tahu sampai sebanyak itu hanya untuk membantuku ? Apa maksudnya sebenarnya ?"
"Kenapa ? Kau setuju padaku ? Aku tidak akan mengerjaimu. Aku akan mengirimkan jawaban yang benar!" Kata-katanya sangat menjanjikan.
"Aku setuju! Tapi apa sebenarnya maksudmu ?" Tanya Annie.
"Aku hanya ingin meminta maaf padamu. Lagi pula kau tidak sanggup mengerjakan soal-soal itu 'kan ? Dan setelah ujian sekolah berakhir, aku tidak akan membantumu lagi. Semuanya kembali seperti semula, anggap saja kita memang tidak pernah saling mengenal!"
"Ihhhhh.. kalimat terakhirnya sangat mengerikan!"

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, Annie sangat gugup tapi yang lebih membuatnya gugup lagi adalah karena ia belum melunasi semua uang sekolahnya. "Jun berada di sesi pertama, dia pasti sudah ada di rumah sekarang sedang bersantai sambil makan cokelat atau ice cream." Tiba-tiba handphone-nya pun berbunyi dan itu adalah pesan dari Jun. "Hey.. gadis amatiran! Selamat mengikuti ujian pertamamu. Jangan gugup karena aku pasti akan membantumu. Kau bisa pegang kata-kataku! Oh iya.. semua biaya sekolahmu sudah dibayar ayahku." Begitulah katanya. "Whoa ??? Apa yang harus ku lakukan ? Apa ini benar ? Apa aku tidak akan merepotkannya ?" Matanya melotot ketika membaca kalimat terakhir yang dikirim Tuan Muda Alexi itu.

Ujian sekolah pun akhirnya usai juga, Annie tidak menyangka jika Jun Alexi itu benar-benar menolongnya dalam seminggu itu. Setiap malam mereka saling berkirim pesan, Jun bahkan mengatainya bodoh karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang mudah sekalipun. Annie memfoto semua soalnya dan menyuruh Jun mengerjakannya, saat itulah mungkin Annie sedang menjadi tuannya dan Jun adalah pembantunya. Sore ini Annie mendapat pesan darinya lagi, Jun ingin bertemu dengannya di taman dekat sekolah. "Ah.. ternyata Jun itu orangnya cukup menyenangkan juga meskipun aku tidak suka kebiasaan barunya yang selalu menyentil jidatku dan mengatakan aku bodoh. Tapi.. sekarang sudah berakhir 'kan ? Dia tidak akan membantuku dan itu artinya aku juga tidak mengenalnya lagi.. Lalu kenapa aku harus bersedih ? Itu bagus 'kan ?" Annie bersiap-siap untuk menemui pria yang mulai spesial dihatinya itu, untuk pertama kalinya ia berpikir membuka ikat rambutnya dan membiarkannya seperti itu.

Tak lama kemudian ia sampai di taman, terlihat sangat jelas pria itu sudah ada di sana. "Sangat tampan dan mempesona.." Begitulah mungkin pujian yang paling cocok untuknya.
"Maaf! Aku terlambat ya ?" Tanya Annie yang segera menghampirinya.
"Tidak! Kau tepat waktu.." Jawabnya datar.
"Kau.. apa ya ? Mau bicara apa ?" Terlihat jelas Annie sangat gugup.
"Aku ingin berbicara serius denganmu! Oh iya.. ada apa dengan rambutmu itu ? Sangat berantakan.." Ucapnya.
"Berantakan ? Aku kira ini cantik! Etsssss.. memangnya aku ingin terlihat cantik untuk siapa ?"
"Kau malah mengabaikanku lagi!" Sambung Jun yang masih datar.
"Aku ingin menarik ucapanku kembali! Lupakan tentang perkataanku kemarin.. aku ingin kau membantuku." Ucapnya lagi.
"Membantu apa ? Apa jangan-jangan aku harus balas budi ?"
"Tidak! Aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu sekarang karena hanya kaulah yang ku kenal saat ini. Aku ingin kau menjadi pacarku!"
"Whoa ??? Dia langsung mengatakannya sementara aku sendiri masih bimbang dengan perasaanku ini."
"Tapi hanya pacar pura-pura!" Sambungnya.
"Kejam!"

Kemudian Jun menjelaskan yang sesungguhnya jika ia akan dijodohkan dengan seorang gadis asal Vietnam. Jun mengatakan bahwa ia tidak menyukainya dan akan melakukan apapun agar bisa menghindarinya.
"Tunggu Jun! Tapi sebelumnya.. waktu itu di Rumah Sakit ayahmu berpesan sesuatu padaku. Dia menyuruhku untuk.. untuk menjauhimu!" Annie memotong pembicaraan.
"Oh.. begitu ya ? Dia juga berkata demikian padaku. Aku tidak harus menjawabnya 'kan ? Aku akan terus berada dekat denganmu karena aku membutuhkanmu. Besok malam datanglah ke Hotel Maidabu!"
"Hotel ? Jangan-jangan dia ingin melakukan itu.. tapi kami 'kan masih dalam rencana pacaran pura-pura. Ah.. mengerikan!"
"Jangan berpikir kotor dulu! Kau harus datang dan aku akan menjemputmu jam lima sore. Aku tahu jika perempuan berdandan akan membutuhkan waktu yang cukup lama."
"Berdandan ? Apa maksudmu ? Aku tidak perlu berdandan dan aku tidak membutuhkan waktu yang lama untuk itu." Annie marah.
"Mulai sekarang kau sudah resmi menjadi pacar pura-pura dari Tuan Muda Alexi." Jun menarik Annie lebih dekat dengannya.
"Apa yang kau lakukan ? Bodoh! Bagaimana kalau ada yang melihat kita ?" Annie menjauh darinya dan Jun menariknya kembali.
"Berhenti mengatakan aku bodoh! Kau yang bodoh! Kau adalah pacarku sekarang dan tidak masalah jika ada yang tahu. Oh iya, jangan panggil aku Jun.. panggil saja aku Alexi atau apapun panggilan sayang yang kau inginkan. Aku akan memanggillmu Nini Kitty." Jun tersenyum
"Hah ??? Nini Kitty ? Panggilan apa itu ? Jelek sekali! Aku tidak suka.." Annie menolaknya.
"Kenapa ini ? Aku tidak bisa menolaknya dan bahkan aku merasa nyaman berada di dekatnya. Aku.. apa ini ? Jangan-jangan aku mulai.. Tidak mungkin!" Pikirannya pun menjadi kacau, setidaknya ini sudah menjadi bagian kecil dari proses tumbuhnya perasaan yang tidak bisa dimengerti. "Cinta, percayalah jika itu memang benar adanya."
"Tapi Jun! Ayahmu sudah membayar uang sekolahku sampi tuntas dan aku bekerja di restoran miliknya, apa tidak apa-apa jika aku mengkhianatinya ? Dengan seperti ini aku jadi terlihat seperti orang yang tak tahu rasa terimakasih 'kan ?" Annie mulai sedih.
"Bagaimana ya ? Sebenarnya biaya sekolahmu itu aku yang tanggung dan mulai sekarang kau tidak usah bekerja lagi di sana. Aku akan mengirimi uang kapanpun kau mau." Ucapnya dengan santai.
"Aku bukan tipe orang yang seperti itu! Aku bukan gadis murahan seperti yang kau pikirkan! Kau begitu membanggakan uang milik ayahmu, tanpa kau sadar jika sesungguhnya kau tidak bisa apa-apa! Aku tidak bilang jika aku akan membantumu dan.. aku tidak ingin lagi berurusan denganmu. Aku membencimu dan pergilah.. aku tidak mau bertemu denganmu lagi!" Annie benar-benar marah.
"Apa maksudmu berbicara seperti itu ?"
"Selesaikan saja masalahmu sendiri dan anggap.. kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Hapus nomorku dari handphone-mu!" Annie berlari sejauh mungkin dengan air mata yang bercucuran.
"Kenapa dia bisa bilang begitu ? Ayahnya itu orang yang sangat baik.. kenapa dia bisa mengkhianatinya ? Kenapa dia begitu membanggakan kekayaan keluarganya ? Kenapa dia sombong seperti itu ? Kenapa ? Kenapa ? Dan kenapa dia beranggapan jika dirinya bisa menggantikan kehidupanku yang sudah ku jalani dengan uangnya ?"

------------Bersambung------------

Broken HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang