Part 5 : Shame to Say It!

43 4 0
                                    

Mulai saat itu juga Annie berhenti berbicara dengan Jun. Hingga tiga minggu kemudian tanpa sengaja mereka bertemu di restoran tempat Annie bekerja. Annie merasa tangannya sudah baikan dan kembali bekerja seperti biasanya, sikapnya menjadi jauh berbeda dari sebelumnya. Ia seperti bukan dirinya saja, yang hanya terdiam dan melamun.
"Annie.. kau tidak apa-apa 'kan ?" Tanya Mira.
"Tidak.. aku baik-baik saja. Aku.. aku rasanya sudah seperti orang bodoh saja. Maaf sudah membuat sepeda motormu rusak ya.. aku memang bodoh." Annie murung.
"Annie.. tidak apa-apa, lagi pula Tuan Alberto sudah mengurusnya."
"Tapi.. aku yang seharusnya bertanggung jawab. Semuanya karenaku! Aku tidak tahu bagaimana harus berterimakasih, aku hanya bisa lari dari semua itu." Annie begitu sedih.
"Tuan Muda Alexi! Untuk apa dia ke sini ?" Mira melihat Jun yang kini tengah duduk di meja seraya membaca bukunya.
"Siapa ?" Annie pun juga melihatnya.
"Apa yang dia lakukan di sini ?" Annie berbalik lalu pergi ke arah dapur.
"Mira! Di mana Annie ? Tuan Muda Alexi mencarinya.." Ucap Dani.
"Tapi dia.. dia sepertinya tidak mau bertemu dengannya. Dia.." Jun pun menghampiri Mira.
"Di mana dia ?" Tanya Tuan Muda Alexi itu dengan nada datar.
"Di dapur.." Jawab Mira gugup.
"Baiklah.. biar aku yang menemuinya."

Dalam ruangan tak ber-AC itu si pria tampan yang akrab dijuluki Tuan Muda Alexi melihat sekeliling seraya memanggil nama Annie. Semua mata tertuju padanya, mereka menghentikan pekerjaannya. "Maaf mengganggu! Teruskan pekerjaan kaian.." Begitulah katannya, ia terus memanggil nama Annie.
"Annie di mana kau ?" Teriaknya lantang.
"Baiklah.. jika kau tidak mau bertemu denganku aku mengerti bagaimana kau bisa mengambil keputusan seperti itu. Tapi aku akan terus mengingatmu! Kau.. kau tidak akan lenyap dalam pikiranku karena aku pernah mengenalmu. Jika kau memintaku untuk segera melupakanmu dan menganggap kita tidak pernah bertemu, jujur saja aku tidak bisa. Karena.. karena aku.. aku temanmu! Aku ingin kau melupakan apa yang sebelumnya pernah ku katakan padamu." Annie mendengarnya, ia bersembunyi di dekat Pak Tono yang sedang bekerja.
"Annie! Ah tidak.. Nini Kitty!!!" Teriaknya kemudian.
"Aku bukan kucing, jadi jangan panggil aku seperti itu! Apa maumu ? Jika kau masih memintaku untuk menjadi pacar pura-puramu maka dengan sangat hormat aku menolaknya." Ucap Annie tegas.
"Aku tidak ingin kau menjadi pacar pura-puraku, aku.. aku.." Jun sangat gugup.
"Apa ?"
"Annie.." Jun menarik tangannya dan memeluknya. Suasana menjadi hening.
"Aku.. aku.."
"Katakanlah.. katakan jika kau mencintaiku." Annie berharap. Jun berhenti memeluknya dan menatap mata Annie. Lalu itu pun terjadi, ia mencium bibirnya yang masih membungkam, kejadian itu membuat suasana semakin hening.
"PLAKKKKK!!!" Annie membalasnya dengan tamparan.
"Kenapa kau melukaiku ? Kau telah menodai harga diriku dengan cara yang seperti ini. Aku benci padamu!" Air matanya bercucuran membasahi pipi mungilnya. Annie tak kuasa menahan tangisnya, dan ia pun pergi entah kemana. Sementara itu Jun hanya terdiam tanpa kata. "Kenapa ? Apa caraku salah mengungkapkannya ? Aku bodoh! Aku tidak bisa mengatakan tiga kata itu.." Jun kemudian pergi meninggalkan tempat dan masuk ke dalam mobilnya. Setelah kejadian tadi mungkin Jun tidak akan berani menemui Annie, atau ia sedang malu dengan dirinya sendiri.

Annie berlari ke jembatan dekat restoran, ia tidak ingin bunuh diri tapi ia sedang bahagia sekarang. "Yesssss!!! Ciuman ? Bibirnya lembut sekali.. ini adalah ciuman pertamaku. Tapi.. apakah baginya ciuman ini yang pertama juga ?" Annie menghapus air matanya, bukan berarti yang tadi itu adalah acting. Annie benar-benar marah karenanya, selama ini ia menanti tiga kata itu tapi Jun tidak mengatakannya juga. Walaupun Jun sudah menciumnya, namun bagi Annie itu masih belum cukup untuk membuktikan bahwa Jun mencintainya. Annie berpikir jika cintanya masih sepihak, oleh karena itulah ia menunggu Jun mengatakan tiga kata keramat itu.

Jun akhirnya sampai di rumahnya, ia sengaja mengunci pintu dan menyalakan musik dengan keras agar tidak ada orang yang mengganggunya. Tamparan dari Annie sangat keras, baginya tamparan itu adalah yang pertama dari seorang wanita dan ciuman itu juga. Jun memikirkannya kembali betapa memalukannya seorang pria dengan beraninya mencium gadis amatiran seperti Annie di depan para pekerja. Perasaannya memang sudah lama dipendamnya, ia memang mulai menyukai gadis itu atau bahkan hampir mencintainya. Ia mengingat kembali saat bibirnya menyentuh bibir Annie yang kering. "Bodoh! Dia tidak memaki lipstick.. betapa bodohnya aku yang mencintai gadis sepertinya." Jun tersenyum di atas kasurnya seraya meraba bibirnya. Tak lama kemudian ia mendengar suara pintu yang diketuk, dengan cepat ia mematikan radionya.
"Siapa ?" Jun membuka pintunya. Ternyata itu adalah ayahnya, seperti biasa ia melihat orang tua itu tidak ramah sama sekali padanya.
"Ayah sangat kecewa denganmu! Bagaimana bisa kau menolak Celine hanya karena gadis miskin yang tak tahu apa-apa itu." Tuan Alberto yang terhormat menamparnya dari arah samping, tamparannya empat kali lebih keras dari tamparan yang ia dapat dari Annie.
"Hentikan ayah! Aku tidak suka jika ayah menghinanya.. aku mencintainya!" Teriaknya.
"Tahu apa kau tentang cinta ? Jika kau masih bersikeras menentangku maka gadis itu yang akan menerima akibatnya." Tuan Alberto berlalu pergi.
"Orang tua itu benar-benar membuatku marah! Aku tidak bisa tinggal diam seperti ini.. dan apa yang akan dilakukannya pada Annie harus ku hentikan!"

Hari pun telah berlalu, gelap telah menyambutnya. Annie berbaring di atas kasurnya seraya meraba bibirnya, pikirannya yang kacau tak lepas dari Jun. Tak lama setelah itu handphone miliknya berbunyi. Ia terkejut ketika tahu itu adalah telpon dari Jun, Annie merasa tidak enak hati karena tadi pagi ia sudah menamparnya. Annie mengabaikannya, dan kemudian Jun berhenti lalu mengiriminya pesan. "Annie.. aku sudah melupakan kejadian tadi, ini benar-benar darurat.. aku ingin bertemu denganmu sekarang juga di jembatan. Ku harap, kau akan datang. Aku ingin mengatakan sesuatu yang serius padamu." Begitulah isi pesannya. Annie berpikir berkali-kali untuk memutuskannya, datang atau tidak datang. Awalnya ia ingin tidur saja tapi tidak bisa karena bayangan pria itu selalu menghantuinya.

Udara malam itu sangat dingin, Annie mengayuh sepedanya dengan kencang berharap Jun masih menunggunya di jembatan. Annie bisa melihat pria bertopi hitam di depannya, sedang termenung melihat pemandangan air yang berkilau karena cahaya lampu.
"Apa yang ingin kau katakan padaku ?" Tanya Annie.
"Aku senang kau datang!" Jawabnya datar.
"Apa-apaan ekspresinya itu ? Mirip sekali dengan ekspresi saat kami baru pertama bertemu.."
"Jujur saja aku khawarir denganmu!" Ucapnya kemudian.
"Apa yang ingin kau katakan padaku ?" Tanya Annie kesal.
"Sesuatu yang sangat rahasia dan membuatku malu. Oh iya, kenapa kau lama sekali ? Aku pikir kau masih marah denganku." Jun mengalihkan pembicaraan.
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan ???" Annie mulai geram.
"Aku.. aku.. sebenarnya aku malu mengatakannya. Tapi maukah kau mendengarkannya tanpa harus tertawa ?" Jun terlihat gugup.
"Dari tadi kau begini terus.. jujur saja aku terganggu dengan sikapmu itu. Mudah sekali kau mengatakan bahwa kau sudah melupakannya, tapi aku tidak bisa.." Wajah Annie memerah.
"Maafkan aku! Annie.. aku.. akan membawamu dalam masalah jika aku mengatakannya, oleh sebab itu apapun tanggapanmu nanti aku akan menerimanya."
"Apa ? Aku tidak mengerti apa maksudmu. Lagi pula aku yakin kau ingin mengatakan hal yang lain dari yang ku harapkan.."
"Aku mencintaimu.."
"Hah ?" Annie terdiam tanpa kata.
"Itulah yang ingin ku katakan padamu.. Seharusnya aku mengatakannya terlebih dahulu sebelum aku.. Sudahlah, lupakan saja!"
"Lupakan katamu ? Aku.. aku juga mencintaimu.." Annie menangis karena lega.
"Annie.." Jun mendekat padanya dan kemudian memeluknya erat.
Annie menangis seperti anak kecil.
"Aku berharap kau tidak seperti ini. Mencintaimu membuatku takut.. aku takut kau akan dalam masalah. Ayahku mungkin akan melakukan segala macam cara untuk memisahkan kita." Annie melepas pelukannya dan menatap dengan tatapan aneh. Mereka pun berciuman sekali lagi.

------------Bersambung------------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Broken HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang