Hanya Kau Yang Bisa

70 3 0
                                    

Hanya kau yang bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hanya kau yang bisa. Ya, hanya kau yang mampu melukiskan senyum pada bibir tipis itu. Sejak awal, memang sudah kuketahui itu. Namun, sampai beberapa menit yang lalu aku masih menyangkalnya.

Bukan tanpa alasan aku menyangkalnya. Aku hanya tidak ingin ada orang lain selain diriku yang membuatnya bahagia. Karena itu aku... aku berusaha menyingkirkanmu.

Iya. Aku tahu aku sangat jahat. Aku orang yang buruk. Aku tak punya hati. Aku tahu itu. Tapi, aku tidak menyesal telah melakukannya.

Kau tanya kenapa? Kenapa aku tega menyakitimu? HAHAHA!!!
Akan kujawab pertanyaanmu itu dengan pertanyaan juga.

Bagaimana denganmu? Mengapa kau tega merebutnya dariku, padahal sejak awal kau tahu -dia adalah milikku?! MILIKKU SEUTUHNYA!

Oh, maaf! Aku terlalu terbawa situasi. Nada suaraku jadi meninggi. Maaf. Aku tak bermaksud membuatmu takut.

Sama sekali tak punya niat untuk membuatmu menangis, merengek seperti itu. Sungguh! Aku hanya sedang berada pada puncak kelabilan emosi-ku.

Dan sekarang, hentikan tangismu itu! Aku tak suka melihatmu menangis seperti itu. Aku tahu tangis itu. Aku kenal air mata itu. Air mata yang sama dengan milikku ketika menginginkan perhatian darinya dulu. Ya, air mata itu jugalah yang kau keluarkan saat ini. Air mata buaya.

Dulu, air matamu itu selalu berhasil merenggutnya dariku. Namun kini, berhentilah berharap. Tak ada seorang pun yang akan iba dengan wajah lugu-mu itu.

Kepada siapa kau berteriak minta tolong? Padanya? Oh, sayang, jangan bersedih. Kali ini dia tak akan mendengarmu. Mungkin dia bisa mendengarmu, tapi tak peduli padamu.

Maaf sayang, mulai hari ini dan seterusnya dia hanya akan menjadi milikku. Milikku seorang. Hanya kami berdua. Tanpa siapapun yang mengganggu. Terutama dirimu!

Wah! Jam sudah berdentang sepuluh kali. Tak terasa hari sudah semakin larut. Kira-kira, sudah berapa lama aku menemanimu disini, ya? Ah, ya!
Sudah tiga jam berlalu sejak hujan turun. Dan aku masih setia menemanimu disini. Aku tidak tega meninggalkanmu sendirian. Aku tidak sekejam itu kok.

Hmm... tapi, sudah lima menit lamanya hujan mereda. Aku tak suka ini. Aku tak ingin kau kepanasan. Bukankah kau suka air, sayang? Benar! Kau sangat suka air. Kau bahkan sering bermain air bersamanya, bukan?

Kau tertawa riang dan ia juga membalasnya dengan senyum yang sama. Ah, tahukah kau hal itu membuatku sakit? Disini. Tepat di dada ini. Perih rasanya. Sesak dan sulit bernapas. Tapi kau tak peduli, kan, sayang? Kau hanya memerhatikan dirimu sendiri. Kau hanya memedulikan kebahagiaanmu pribadi.

Tapi, tak apa, sayang. Meski itu menyakitkan bagiku, aku tetap ingin kau menikmati kebahagiaanmu bersama air. Aku berdoa agar kau bisa kembali menikmati airmu.

Oh, tunggu sebentar! Coba dengarkan. Kau dengar? Gemuruh! Itu suara guntur!
Doamu terkabul. Kau bisa tersenyum sekarang. Kau bisa bermain lagi.

Apa? Ah, tidak! Aku tak suka hujan, sayang. Cukup dengan melihatmu bermain dari bawah tudung bertangkai ini, aku sudah merasa senang. Sungguh! Aku bahagia bila kau bisa menikmati hobimu bermain air itu.

Ketika Rasa BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang