Million Reason - Lady Gaga
****
Ghia bersenandung kecil selama diperjalanan pulang sekolah, ia memikirkan tingkah laku kedua sahabatnya. Yang cowok bego, yang cewek gak peka. Sungguh perpaduan yang sempurna, gak akan ada yang namanya jadian kalau selama ini mereka gengsi mengungkapkan perasaan masing-masing sampai Nicki Minaj nyanyi dangdut koplo pun gak akan pernah terjadi.
Memang banyak yang bilang bahwa persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak ada yang nyata, pasti salah satu antara mereka mempunyai perasaan lebih.
Terbukti sekarang ternyata Fazzan mempunyai perasaan lebih kepada Livi. Fazzan juga suka bercerita dan meminta saran kepada Ghia bagaimana mengungkapkan perasaannya. Dan begonya lagi Fazzan tidak merasakan bahwa Livi juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Fazzan. Kan, Ghia jadi greget sendiri pengen nabok dua bocah itu.
Sebenarnya Fazzan ingin saja mengungkapkan perasaannya secara gamblang kepada Livi, tetapi dia takut jika ditolak terus hancur deh persahabatannya yang telah ia jalani bertahun-tahun itulah yang membuat Fazzan gundah gulana setengah mampus. Maka dari itu Fazzan sedang merencanakan aksi. Entahlah, Ghia juga tidak tau dan tidak mau tau. Itu urusan mereka bukan urusannya.
Sesampainya dipelantaran rumah sederhananya, Ghia membuka sepatu dan tidak lupa mengucapkan salam karena mengucapkan salam suatu kewajiban. Kalau kata pak Ustadz mengucapkan salam ketika masuk rumah adalah untuk menghindarkan makhluk tak kasat mata agar tidak mengikuti kita masuk ke dalam rumah. Itulah alasan Ghia selalu mengucapkan salam. Antara takut dan alasan klise dari pak Ustadz waktu Ghia kecil.
Ghia membelalakkan matanya. Rumahnya berantakkan bekas makanan ringan dimana-mana, minuman kaleng, kulit kacang berserakkan dikarpet bahkan televisi jadul 21 inch menyala dengan suara yang keras.Ghia geram sedangkan si pelaku entah kemana. Lantas Ghia memasuki kamarnya, berganti pakaian dan membersihkan rumah akibat ulah kakaknya itu.
Rumah ini adalah rumah pemberian tante Maya–sahabat bunda Ghia– mungkin karena kasihan makanya tante Maya membantu Ghia anak dari sahabatnya itu.
Keadaan rumah Ghia hanya sederhana terdiri dari beberapa ruangan yaitu ruang utama tidak ada kursi atau sofa hanya karpet yang menggelar dan lemari kayu rapuh yang cukup untuk menyimpan televisi. Ruangan lainnya hanya dua kamar dan dapur dibelakang rumah. Sedangkan kamar mandi dipojokkan dekat dapur.
Suara deritan pintu yang dibuka paksa membuat Ghia menatap si pelaku yang sedang menguap dengan keadaan pakaian yang mengenaskan tanktop dan hotpans. Ghia mengerutkan kening jijik.
"Lo apa-apaan sih Kak berantakkin rumah, kalo udah makan tuh beresin. Cape gue sama tingkah laku lo, bisa gak sih lo jangan buat gue kesel Kak?!" perkataan Ghia adalah awal dari pertangakaran.
"Bisa gak sih lo jangan ngelunjak? Tiap hari lo makin gak sopan. Lo makan dari gue, biaya sekolah lo dari gue dan lo harusnya nurut sama apa yang gue katakan dan apa yang seharusnya lo lakukan. Jangan samain lo yang dulu dengan yang sekarang karena lo sekarang bukan lagi tuan putri. Ngerti?!" bentakkan dan lemparan gelas ke lantai oleh Reta yang ia pegang membuat Ghia terkejut.
"Gue itu sodara lo atau pembantu lo sih Kak? Gue gak ngerti sama sikap lo ke gue." suaranya tercekat rasanya Ghia ingin menangis tapi Ghia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis, ia tidak mau terlihat lemah didepan Reta.
"Gue gak tau lo siapa karena bagi gue lo itu cuman orang gak guna ngancurin hidup gue dan masa depan gue. Seharusnya lo mikir lo itu siapa bukan nanya!" ucapannya yang tenang tetapi tersirat banyak kebencian, kesedihan dan lainnya membungkam Ghia.
Suara bantingan pintu membuat Ghia terlonjak kaget, tanpa disadari setetes air mata meluncur dari pipinya. Ghia berjongkok mengambil pecahan gelas itu dan menggenggamnya erat. Memejamkan mata, terngiang jelas dibenaknya perkataan Reta
'Seharusnya lo mikir lo itu siapa bukan nanya!'
***
Mobil Pajero Sport hitam keluaran terbaru terparkir manis dibasement. Hari ini Raven tidak akan kemana-mana setelah berkunjung ke pemakaman, ia akan berniat untuk istirahat sejenak di apartemennya sebelum melakukan tantangan itu. Tenaga Raven rasanya terkuras habis entah kenapa pikiran dan perasaannya sedang kalut.
Ia berjalan gontai memasuki lift tanpa minat menekan tombol 7. Tak lama kemudian dentingan lift berbunyi menyadarkan Raven, ia langsung bergegas ke depan pintu apartemennya dan menekan password.
Raven tersentak apartemennya berantakkan padahal sebelum ia pergi Raven sudah membersihkan, ini semua ulah sohibnya. Dio dan Fahri. Dua cecunguk laknat.
"Kalian ngapain diapartemen gue?" tanya Raven melangkah mendekati mereka yang sedang duduk di sofa.
"Berkunjung." jawab Dio datar.
"Lo kira rumah gue TPU apa? Gue gak butuh kunjungan, gue mau istirahat."
"Emang. Rumah lo sepi bos kayak kuburan jadi kita disini mau meramaikan rumah lo. Lumayankan biar lo gak kesepian." balas Fahri sambil memakan chiki. Itu cuman alasan mereka kesini untuk makan gratis, soalnya kulkas Raven selalu penuh. Kalau kata Fahri 'kasian makanannya keburu kadaluarsa kan mubadzir makanya gue selalu siap nampung.'
Raven memijit pelipisnya pusing ia beranjak ke dapur dan meminum segelas air putih. "Yaudah kalian disini jangan kemana-mana nanti malam gue dapat undangan gue harap kalian ikut."
Raven melangkah meninggalkan mereka menuju ke kamar. "Fahri jangan lupa bersihin lagi apartemen gue!" teriakkan Raven mengagetkan Fahri.
Fahri berdiri memberikan hormat dan langsung mematuhi perintah majikannya itu. "Siap pak boss!"
—————————————
Hai, terima kasih yang sudah membaca dan memvote cerita aku😊
Beri aku semangat biar aku tambah semangat buat lanjutin ceritanya.
Jangan lupa....Votement and comment guys
Salam manis elsaqhoe💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunrise
Teen FictionDia bagaikan Matahari terbit menebarkan cahaya yang hangat. Penuh semangat. Jika kemarin ia terjatuh maka esok ia akan berdiri tangguh Jika kemarin ia terluka maka esok ia akan tersenyum bahagia Dia percaya kepada takdir. Apa yang terjadi hari ini p...