Repost [2]

432K 21.4K 276
                                    

Yuhuuu!!

Kabar gembira untuk kalian pengguna UniNovel. Dipaksa Kawin! dan beberapa cerita lain milik Qey juga diunggah disana. Jadi jangan sampai ketinggalan keseruannya ya..

.

.

"Mang buka pager!"

Marchellino menghembuskan napas. Pasti Arsen salah paham lagi. Tak mau membuat adik sepupunya salah kira, El—panggilan Marchellino—pamit pada Rachell untuk menghampiri Arsen yang uring-uringan di depan gerbang rumah.

"Cepetan, Woi!"

"Arsen!"

Bodo amat! Gue nggak mau ngomong sama pengkhianat bangsa!

"Dengerin Abang."

Nggak mau Combro! Hati gue udah patah.

"Tadi Rachell yang manggil. Katanya kamu gangguin dia."

Diem nggak lo! Tar gue sembur, lo-nya malah ngamuk.

Tak ada tanggapan karena Arsen menanggapi lewat hati. Arsen jelas masih sayang nyawa. Mending ngamuk dalam hati dibanding harus diomelin omanya yang galak karena marahin Marchellino.

"Kamu marah sama Abang?"

Pikir sendiri pake pantat, Bambang!

Arsen bersyukur kala Mang Sardi membukakan pagar rumah. Cepat-cepat dia menyalakan motor supaya bisa kabur dari jerat playboy kapak macam El.

"Kata Oma, Om Willy udah setuju buat nerima perjodohan kamu sama Rachell."

Jemari Arsen dengan cepat memutar kunci agar mesinnya mati. "Gimana-gimana Bang?" tanya Arsen secepat kilat.

"Kamu sama Rachell katanya bulan depan tunangan."

"Ini serius apa prank?" Arsen jelas nggak mau kena prank, secara El tukang PHP. Tunangan aja nganggur, malah denger-denger katanya si Abang ngehamilin cewek lain. Wow banget, kan, bangsatnya? Mending dia ke mana-mana, deh.

"Ini Abang mau kasih tahu Mama kamu."

Buru-buru Arsen turun dari atas motor. Ia dengan cepat menggandeng tangan El untuk masuk sambil berkata, "Ayo, Bang, ayo! Mama pasti seneng banget denger kabar ini. Mobil Abang nanti biar Arsen yang masukin, deh."

Memang pada dasarnya Arsen itu tukang jilat. Ia bahkan tak sadar kalau beberapa detik lalu masih memasang tampang datar pada El.

"Kamu masuk aja dulu. Abang masukin sendiri mobilnya."

Arsen melepas tangan dari lengan El, dengan cepat ia berlari masuk ke rumah, lalu berteriak heboh mencari di mana Marischa Darmawan (Icha—Mama Arsen, istri Brandon Ardiansyah) berada.

Arsen melirik Angel. Gadis kecil yang lahir karena kekurangajaran sperma sang papa itu tengah bermain lego. Andai saja Brandon Ardiansyah yang nakal tak menghamili mamanya, Arsen pasti masih menjadi anak tunggal sekarang.

Astaghfirullah, nggak boleh ngungkit, udah tiga tahun lalu Sen! Terima aja kalau ada kloningan setan Marischa Darmawan di rumah.

"Abang!"

Panggilan Angel membuat tubuh Arsen terlonjak. Sialan ngagetin aja nih, bocah!

"Abang Fa mana?"

"Yeee .. anak piyik bukannya tidur udah malem malah nanyain laki. Mau jadi cabe lo gedenya?"

Plak!

Arsen meringis, merasakan sakit di kepala belakangnya. Bulu kuduk Arsen merinding. Kalau sudah begini, pasti pawang setan yang nabok. Nggak mungkin nggak.

"Mulut kamu jangan sampai Mama tabok pakai sandal rumah, Bang."

Bungkam, Arsen nggak mungkin berani kalau udah kayak gini. Secara, Marischa Darmawan nggak pernah main-main sama omongan.

"Kenapa teriak-teriak?"

"Anu, Mah." Arsen gugup. Padahal seharusnya dia bisa ngomong gamblang: ini, kan, kabar bahagia, bukan karena dia abis bakar mobil orang.

"Kata Oma, Om Willy nerima pinangan Oma, Tante." El datang tanpa memberi salam. Kebiasan cucu tertua Darmawan, memang. Aura dingin dengan wajah datar persis seperti Marchello Darmawan—sang papi yang tak lain adalah kakak kandung mama Arsen.

"Serius kamu? Tante yang lamar, kok, ditolak mentah-mentah."

Arsen meringis. Gimana nggak ditolak kalau pake ngancem mau culik si Rachell segala? Emang bar-bar banget sih mamanya! Maklumin aja! Dulu omanya ngidam pengen makan singa, mungkin.

"Tante telpon aja Oma. El pulang dulu."

Baru saja El membalikkan badan, suara Icha menginterupsi niat El untuk pergi. "El, Mama kamu katanya pengen nimang cucu. Dia telepon Tante nangis-nangis."

Tanpa menatap sang tante, El mengatakan jika ia kini tengah mencari keberadaan dari ibu cucu mamanya. Jelas saja Icha dan Arsen melongo. Ibu dan anak itu mencoba memproses ucapan El.

"Maksudnya gimana abang kamu, Bang?"

"Dia udah punya anak, Mah. Terus ceweknya kabur," jelas Arsen. Setidaknya cuma itu yang bisa Arsen pikirkan tentang ucapan El.

"Apa, deh. Tunangan abang kamu tadi sore masih belanja sama Mama, kok. Tanya aja Tante Audy."

Arsen mengedikkan bahu tidak peduli. Mending ngurusin Rachell aja.

"Mah, telepon Oma. Bilang kalau Rachell mau konsep yang gimana-gimana turutin aja. Pokoknya harus! Jangan sampai berubah pikiran calon tunangan Abang."

Icha mengulurkan tangan cepat. Salah satu alisnya menukik, membuat Arsen bertanya apa yang mamanya lakukan.

"Duit lah! Enak aja asal suruh."

Dengan tatapan memelas, Arsen memasang aksi sinetron pada Icha.

"Duit Mama, lah! Abang, kan, masih anak SMA."

"Anak SMA, kok, minta kawin. Sekolah dulu aja sana! Ngejar Rachell-nya ntar lagi kalau udah punya duit."

"Mama!" pekik Arsen tak terima. "Abang tuh calon penerus Papa. Udah pasti nanti banyak duit. Utang dulu, deh. Nanti kalau Papa mati Abang bayar."

Arsen segera kabur saat melihat Icha menaikkan satu kaki. Demi menyelamatkan nyawa dari amukkan sang mama, ia lebih baik mengunci diri di kamar.

"Arsen turun kamu Arsen! Mama matiin kamu dulu sini. Arseeen!"

"Cha, ini kenapa, sih, kok teriak-teriak? Kedengeran sampai kamar, Cha," tegur Brandon yang baru saja keluar dari kamar. Papa Arsen itu mendekati sang istri yang terlihat merah padam.

"Arsen ...." Icha menarik napas, ibu dua anak itu sama sekali tak mampu meneruskan kata-katanya. Bisa jantungan Brandon kalau dikasih tahu doa anak kesayangan lelaki itu.

"Iya, Abang kenapa?"

"Doain kamu mati."

"Abaaang!"

Bruk!

Kan? Apa Icha bilang? Pingsan deh, bapaknya! Brandon mana pernah tahu jika anak kesayangan lelaki itu selalu durhaka. Mana sekarang jadi budak cinta.

R.I.P Brandon Ardiansyah!

*

*

Udah durhaka, budak cinta pula, wkwkwk...

Dipaksa Kawin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang