Pagi yang tenang. Jangkrik jantan bersenandung keras, diiringi instrumen dari daun-daun yang saling bergesek tertiup angin lembut, membuat suasana tambah mendayu. Udara masih dingin dengan awan abu-abu bergelantungan di langit, menutupi sang surya yang siap menghangatkan dunia. Cuman mendung, gak hujan, tapi semeriwing.
Randy memejamkan matanya, menikmati hembusan angin pagi yang menenangkan. Tak salah dia memilih berangkat awal hari ini, suasananya benar-benar sepi. Randy suka. Bukan, bukannya Randy sejenis maso yang menyukai kesepian, buang jauh-jauh pikiran seperti itu. Randy hanya tidak suka keramaian, -bikin pening katanya.
Jam masih menunjukkan pukul enam kurang lima belas, sementara jam sekolah baru mulai pada tujuh kurang lima belas. Hanya ada angkatan kelas 12 yang sudah berada di kelas. Rajin, kan? Ya, nasib kalau tahun terakhir di sekolahan, dituntut harus berangkat super awal untuk mengikuti kelas tambahan UN yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi.
Bodo amat dengan UN dan tetek bengeknya. Randy masih kelas 11, masih setahun lagi dia baru merasakan ujian. Lagian dia tergolong pintar, tanpa belajar juga nilai minimal 9,0 sudah di tangan. Kecuali pelajaran sejarah, entah kenapa dia begitu lemah di pelajaran yang berhubungan dengan flashback itu.
Hmm, mungkin karena kamu gagal move on, Ran. Makanya kamu ada trauma kalau disuruh flashback.
'I drove all the places we used to hang out getting wasted
I thought about our last kiss, how itu felt the way you tasted
And event thought all your friends tell me you're doing fine
Are you feeling lonely event thought he's right beside you-'
(5 Second of Summer - Amnesia)
Aduh, pas banget lagunya.
Mas-mas 5SOS dengan suara sarat kesedihan dari earphonenya emang jago bikin Randy galau pagi-pagi. Boro-boro amnesia, melupakan kenangan indah bersama sang mantan saja susahnya minta ampun.
Ya Allah, tabahkanlah hati Randy yang rapuh ini.
Baru saja Randy ingin menggalau mengenang sang mantan, suara hantaman keras membuatnya lantas menarik earphone yang menyumpal telinganya.
"Emang anak gak jauh beda sama bapaknya! Sama-sama gak guna!"
Randy kenal suara itu. Suara Gatot, Si Berandalan. Buat apa kakak kelas yang notabene harus ikut kelas tambahan, malah dipojokan perpustakaan begini? Siapa lagi korbannya kali ini? Adik kelas, kah?
Bugh!
Lengan kekar itu sukses menghantam mulus pipi Si Adik Kelas yang belum diketahui namanya. Randy bisa melihat wajahnya yang mulai memar.
Sejak kapan anak malang itu dipukuli? Kenapa dia tidak mendengar keributan dari tadi? Mustahil tiga menit mengintip perkelahian tunggal, sudah membuatnya sebonyok ini.
Kamu terlalu menggalau, sih, Ran. Jadinya gak peka sama lingkungan.
Duagh!
Kali ini tendangan keras yang dilayangkan. Tangan Randy reflek mengepal, dia benci kekerasan. Kekerasan membuatnya mengingat seseorang yang selalu bisa mendidihkan darahnya. Giginya gemelatuk menahan amarah melihat Si Bodoh itu diam saja walaupun terus dianiaya seperti itu. Gak punya otak kali, ya?
Nasib Randy punya adik kelas bego kayak gitu. Kali ini, Randy harus bertindak. Daripada berdosa malah menonton dan mengomentari adegan tinju tak seimbang yang mungkin bisa membuat Si Adik Kelas mati mengenaskan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TAMARA
MizahTamara. Tamara pertama menghancurkan keluarga impiannya. Tamara kedua membuat luka permanen kehidupan percintaannya. Lalu, bagaimana jika muncul anak Tamara ketiga yang seenaknya masuk ke dalam hidupnya? Aksi pahlawan kepagian Randy membuatnya harus...