memories

1.2K 102 6
                                    

Taehyung Pov's

Lima tahun lalu, aku mencoba menahan keluarga ku agar tidak pergi ke Jerman. Tapi, aku disini. Duduk untuk makan siang bersama. Park Jimin.

"Apa kau sedang melamun?" Aku menatap lurus tepat dimatanya, laki-laki dihadapan ku ini bukan lagi teman. Tapi kekasih.

"Sayang?" Mengerjapkan mata dua kali, aku tersenyum padanya. Menggeleng pelan lalu melanjutkan acara makan siang kami. Mata indahnya tenggelam bersamaan dengan terbitnya senyum indah itu.

"Kau akan pergi ke universitas setelah ini?" Tanyaku sambil menyuapkan satu sendok makanan kedalam mulut. Sambil mengamati gerak-geriknya. Dia mengangguk dua kali, melipat kedua tangannya dimeja, netra kelamnya berkeliaran kesana-kemari.

"Kau tahu? Kehidupan universitas sangat membosankan" tertawa pelan, aku menggenggam tangannya, mengelusnya dan tersenyum.

"Bukan membosankan, kau hanya melebih-lebihkan itu semua" berdecak malas, Jimin memutar bola matanya. Tingkahnya terkadang dewasa, juga terkadang menggemaskan seperti anak kecil.

Seperti laki-laki yang harus aku tinggalkan lima tahun lamanya. Ya. Aku dan Jungkook. Resmi berpisah. Entah untuk alasan yang mana, tapi Jungkook bersikeras ingin meninggalkan aku. Miris. Aku begitu mencintainya, tapi dia tidak.

"Hey! Kau memikirkannya?" Tangan Jimin mengelus pipiku, tersenyum lembut. Bagaimana dia bisa seindah ini? Tapi aku tidak pernah melihatnya.

"Kau tahu satu hal? Kau bisa kembali padanya jika kau mau" aku menggeleng kuat-kuat. Mana mungkin aku kembali pada Jungkook jika dia tidak menginginkan aku?

"Untuk apa? Bahkan dia tidak menginginkan ku. Lagipula, saat ini aku punya kau" Jimin hanya menatap mataku lekat tanpa berkata apapun. Mengangguk lalu meminta bill kepada pelayan. Membayarnya dengan cepat, dan mengajak ku berjalan jalan.

"Noona" aku menoleh, melihat Jimin sedang memetik sesuatu. Tangan Jimin dengan cepat menyampirkan setangkai bunga ke telingaku. Tersenyum dengan bangga dan mengelus kepala ku sayang.

"Cantik! Kekasih ku cantik" aku mengulum senyumku. Jimin bukanlah kekasih yang buruk. Dia mampu memperlalukan ku sebagaimana layaknya dia memperlakukan seorang ratu. Aku ratunya.

"Sayangnya, aku harus kembali ketempat terkutuk itu. Dan kau tidak akan ikut kesana" menarik nafas panjang, Jimin menggandeng tangan ku. Tertawa dengan lepas saat Jimin mengeluarkan beberapa lelucon. Dia begitu tampan.

>>>

Membanting tubuhku ke kasur, aku membuang nafasku panjang. Memejamkan mata dan semuanya kembali nyata.

flashback

Aku duduk ditengah taman yang sepi, setelah pertengkaran ku beberapa jam lalu bersama Jungkook. Laki-laki yang aku cintai.

"Kau tahu aku benci dengan Jimin! Dia ingin merebutmu dariku! Apa kau tidak paham itu?! Maka berhentilah untuk dekat dengannya!"

Nada katanya yang meninggi membuatku takut, dia juga membanting pintu tepat didepan mukaku. Sial! Jungkook sangat marah.

Sebelum hari ini, aku juga adu mulut dengannya. Saat itu, alasannya karena aku pulang larut. Aku jujur dengannya. Aku pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugasku. Tapi dia tidak ingin mendengarkan. Omong kosong katanya.

"Hei!" Aku menoleh, melihat Jimin ikut duduk disampingku. Laki-laki ini adalah sahabat ku. Ceritanya sangat panjang saat aku tahu aku pernah kehilangan ingatan ku karena kesalahan ibunya.

"Sedang bersedih? Mau ini?" Dia menyodorkan ku sebatang cokelat. Sama-sama memandangi gelapnya malam, Jimin menepuk pundakku.

"Kalian bertengkar?" Aku mengangguk dua kali, memasukkan cokelat kedalam mulutku, aku mulai menangis.

"Karena diriku?" Menghela nafas aku melirik Jimin yang sedang menatapku lekat. Tangan Jimin pergi dari pundakku dan dia kembali memandang ke arah depan.

"Maaf, lagipula aku akan pergi dari sini" aku menaikkan kedua alisku, mau kemana dia?

"Kalian harus akur, jangan terlalu banyak bertengkar karena diriku. Sekali lagi aku minta maaf" Jimin melirik ke arahku, lalu mengelus kepalaku pelan.

"Wah! Lihat! Siapa yang berani berselingkuh" aku menengok dengan cepat, Jungkook sedang berdiri tegak disana dengan kedua tangan yang dilipat. Sial! Kenapa harus terjadi hal seperti ini.

"Kookㅡ" aku mencoba untuk menyentuhnya, namun tubuhnya otomatis melangkah mundur.

"Jangan kekanakan, aku hanya ingin bertemu dengannya karena aku harus pergi dari sini" suara Jimin terdengar dingin, lalu sebuah tangan merengkuh pinggangku pelan. Sial! Jimin membuat ku semakin berada di posisi sulit.

"Sahabat katamu? Sudah jelas kau mencintainya berengsek!" Dengan cepat Jungkook menyeret Jimin dan melemparkan satu pukulan ke pipi Jimin. Aku panik. Berteriak kencang, aku menahan Jungkook.

"Cukup!" Tidak ada jawaban, hanya suara pukulan yabg terdengar. Dengan cepat aku memundurkan langkah ku dan mengambil nafas dalam-dalam.

"Jeon Jungkook!" Menahan Jungkook sisah payah, namun membuahkan hasil. Jungkook melihat diriku marah dan segera mendorong tubuhku.

"Kau tahu? Kau menyakiti ku, kau berselingkuh dengannya dan sekali lagi. Kau menyakiti ku!" Suaranya tercekat, tanda jika Jungkook akan menangis. Sialan! Dia menangis karena ku.

"Huh! Kali ini, aku ingin kita benar-benar berpisah. Tidak ada penolakan noona" setelah membenarkan jaketnya, Jungkook pergi dari hadapan ku. Sedangkan aku, terduduk lemas tanpa kata dengan tangan Jimin yang merengkuhku erat.

Hari ini. Aku dan Jungkook, resmi berpisah.

ㅡflashback  endㅡ

>>>

Aku membenarkan posisiku. Melihat sekitar kamarku yang terisi penuh tentang aku dan Jimin. Tersenyum kecil dan menyambangi meja kerja ku. Membuka lembaran demi lembaran yang terisi penuh dengan sketsa gedung-gedung.

"Sayang?" Memutar kursiku, aku melihat ibu berdiri disana. Tersenyum sumringah dan menghampiriku.

"Ada apa?"  Tangan ku menggenggam tangannya, dia masih cantik walaupun sudah tidak muda.

"Tidak ada, hanya ingin melihatmu bekerja" aku tertawa pelan, ibuku memang sangat lucu. Dia sering datang diam-diam ke kamarku hanya untuk melihatku menggambar sketsa.

"Maaf jika ibu menyinggung. Tapi, bagaimana kabar Jungkook?" Aku mengedipkan mataku dua kali, aku hanya memghembuskan nafas.

"Aku sudah tidak bertukar kabar apapun dengannya. Bu, kau tahu? Dia yang menginginkan ini, maka aku tidak bisa melakukan apapun" ibu mengelus kepalaku penuh sayang, matanya menatapku tulus.

"Ibu paham. Lanjutkanlah, ibu akan membuatkan mu minum" mencium pipiku  cepat, ibu pergi dari kamarku. Sedangkan aku mematung disini. Bahkan, ibuku tidak bisa melupakan seorang sosok Jeon Jungkook. Sial!

Better Together : Let Me | KVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang