Musim dingin pertama

13 0 0
                                    


Salju pertama turun dengan tiba-tiba, membawa angin yang dingin. Seorang anak perempuan sedang menunggu temannya di taman bermain. Ia mengayunkan pelan ayunan yang sedang ia duduki. Selagi ia menunggu temannya datang, anak-anak yang merasa menguasai taman bermain itupun menghampirinya. Mereka berkata untuk tidak main disana, karena itu adalah wilayah mereka. Namun, anak perempuan ini tidak bergutik dari ayunan itu. Ia tetap menunggu temannya yang datang terlambat. Dengan kesal mereka menarik anak perempuan itu dengan paksa, mereka tidak sengaja membuatnya terjatuh. Anak perempuan itu tidak menangis sama sekali, ia hanya terduduk diam tidak bergerak. Mereka merasa bersalah, lalu minta maaf padanya.

Dari belakang, temannya melihat kejadian itu, ia berlari kearah mereka. "Apa yang kalian lakukan? Dia bisa saja terluka! Aku akan melaporkan kalian!" serunya dengan lantang. Mereka yang ketakutan berlari meninggalkan mereka berdua, ia pun ingin mengikuti mereka namun, anak perempuan itu memegang bajunya. Menahannya. Untuk tidak pergi.

"Yi Jin-a kamu baik-baik saja?" anak bernama Yi Jin itu hanya menganggukkan

kepalanya. "Oppa. Kenapa terlambat?" Ia hanya meminta maaf pada Yi Jin.

"Maafkan aku Yi Jin." Ia melihat kearah kaki Yi Jin, kaki imut itu terluka. "Yi Jin-a ini berdarah. Kita harus pulang dan mengobatinya." "Aku baik-baik saja, Oppa. Aku tidak mau pulang." Ia pun menangis. "Yi Jin-a oppa minta maaf." Anak perempuan itu pun masih menangis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia kebingungan. "Yi Jin-a, ayo kerumah oppa!" anak itu menghapus air matanya dan menganggukkan kepalanya. "Naiklah, biar oppa gendong." Dengan posisi membelakangi Yi Jin, ia pun menaiki dan memegang erat punngungnya. "Oppa, ayo berjanji. Siapapun yang pergi kita harus mencari satu sama lain. Dan kita harus bertemu. Oke?"

"Apa kamu mau pergi?"

"Tidak." "Terus kenapa kamu berbicara seperti itu?"

"Aku hanya punya satu teman, itu oppa Kim Jung Ho. Hanya oppa temanku, aku tidak ingin yang lain. Jadi, oppa harus mencari ku atau aku harus mencari oppa, oke?" anak laki-laki itupun hanya mengganggukkan kepalanya. Sampai depan pintu rumahnya ia menurunkan Yi Jin dengan hati-hati. "Yi Jin-a kita sampai." Yi jin turun dan wajahnya terlihat murung. "Apa kakimu masih sakit?" ia menggelengkan kepalanya. "Aku bilang aku tidak ingin pulang. Kenapa membawa ku pulang kerumah?" "Yi Jin-a, nanti Ibu dan Ayahmu akan mencarimu. Oppa akan marah kalau kamu tidak mau pulang kerumah."

"Oppa jahat. Mereka tidak akan mencariku, mereka selalu bertengkar, itu membuatku sakit." Yi Jin menahan tangisnya. Malam mulai larut Jung Ho ingin bergegas pulang, Ibunya akan mencarinya. "Yi Jin-a oppa selalu berada disini, jadi jangan menangis ya. Cepatlah masuk, sudah sangat dingin diluar. Dan Ibuku sudah mencariku." Yi Jin masih berdiri di depan gerbang. "Cepatlah!" anak itupun membuka gerbangnya dan masuk kedalam rumah. Jung Ho cepat-cepat berlari kerumahnya. Ia tidak ingin Ibunya mengkhawatirkannya.

Pagi itu udara dingin musim dingin sangat menusuk kedalam tulang. Meski salju tidak turun namun udara begitu membeku. Yi Jin melihat keluar kamarnya, anak umur tujuh tahun tahu apa itu perpisahan. Ia mengambil jaket tebalnya, dan ia menggulung syal biru di sekeliling lehernya dan juga ia mengenakan topi rajut senada dengan syalnya. Ia bergegas keluar rumah. Ayahnya melihat dan memanggil namanya, namun Yi Jin tak menghiraukannya. Ayahnya tahu ia akan kemana, setelah menyusun barang-barang ia kan menyusul Yi Jin, pikirnya.

Yi Jin berlari kecil di tengah dinginnya musim dingin. Air matanya membeku. Ia mencari Jung Ho yang sedang berjalan pulang kerumah. "Oppa!" Yi Jin berteriak memanggilnya. Jung Ho menoleh kearahnya. Ia bergegas berlari menghampiri Yi Jin.

"Yi Jin-a." Ia tersenyum lembut kearah Yi Jin.

"Oppa. Yi Jin minta maaf." Ia menangis tersedu-sedu.

"Ada apa Yi Jin?" ia terlihat bingung dengan tingkah Yi Jin. "Oppa, berjanjilah akan mencariku." Mobil hitam berhenti didekat mereka. Ayah Yi Jin turun dan mengampiri mereka. Yi Jin yang mengetahui itupun bergegas memeluk erat Jung Ho. "Oppa, berjanjilah!" Ayah Yi Jin tidak berkata sepatah katapun ia hanya menarik Yi Jin dari genggaman Jung Ho. Tanpa sadar Jung Ho memegang erat tangan Yi Jin ia tidak ingin melepaskannya. Namun, tenaga anak umur anak sepuluh tahun tidak akan menang melawan orang dewasa. Mereka berdua menangis karena dipisahkan. Yi Jin dan Ayahnya masuk kedalam mobil.

Jung Ho mengejar mobil itu tapi ia kelelahan. Ia hanya manangis memanggil nama Yi Jin yang sudah menjauh. Itu sungguh perpisahan yang menyedihkan. Jung Ho pulang dengan lesu setelah ia menunggu di taman bermain tempat mereka sering duduk dan bermain bersama. Hingga sore hari Yi Jin juga tidak kembali.

Jun Ho berharap anak kecil itu datang dantersenyum lagi padanya. Tidak membuatnya mempertahankan diri dari dinginnyamusim dingin dan bersalju putih. Ia terus memandang langit dan ia terus sajamenunggu tanpa ada kepastian. Bahkan mereka tidak punya waktu yang lama untukterus bersama. Seorang anak kecil itu turun dari ayunan tempat ia duduk dan iaberjalan pulang. Karena yang ditunggu tak kujung datang. Hanya langit mulaigelap yang datang menghampiri.    

"Oh, anak Ibu sudah pulang. Kenapa lama sekali?" Jung Ho hnya tertunduk lesu. Ia tidak bisa berkata-kata. "Ada apa? Kenapa anak Ibu yang tampan ini terlihat sedih?" Ibunya menghampirinya dan mengelus kepalanya.

"Yi Jin."

"Ada apa dengannya, sayang?" Jung Ho menganggat kepalanya dan air matanya mulai membasahi pipinya. "Dia pergi. Dia pindah, Ibu." Jung Ho menangis tersedu-sedu di pelukan Ibunya. Ibunya mencoba menenangkannya. Sampai malam yang larut. Dan malam larut itu menjadi sendu yang menyakitkan karena perpisahan.

***

When I See Your HeartWhere stories live. Discover now