Raina mengetuk-ngetukkan ujung jarinya di atas meja seraya tangannya yang lain menopang dagu. Ingatannya melayang ke hari pertemuannya dengan Raka, kejadian yang sudah sejak dua hari belakangan tak bisa hilang dari benaknya. Sejak hari itu berlalu, seakan tak ada pergerakan apapun dari Raka untuk memaksa Raina lagi. Bukan, bukan Raina ingin dibujuk dan akan luluh oleh Raka, hanya saja ia penasaran mengapa Raka seolah menyerah begitu saja. Meskipun tak menjadi salah satu penggemar Raka, sedikit banyak Raina tahu kegigihan pria itu.
Apa cuma buat basket doang dia nggak gampang nyerah? Kalau buat masalah ceteg beginian dia mah sama aja. Raina membatin seraya memiringkan kepalanya tanda ia berpikir keras.
Belum habis rasa penasarannya tentang Raka, Raina dikejutkan dengan teriakan Alyssa yang selalu sukses menimbulkan dengungan di kedua telinganya.
"Raina, please please gue butuh bantuan lo banget" pinta Alyssa dengan wajah memohon. Beberapa bulir keringat nampak jatuh membasahi pipinya yang kemerahan.
"Lo kenapa lagi sih Sa?" tanya Raina, nampak jengah.
"salah satu anggota gue nggak bisa ikutan acara besok, kaki dia terkilir gara-gara latihan tadi. Terus ..."
"yaudah suruh aja anggota lo yang lain" potong Raina seolah tahu arah pembicaraan Alyssa
"nggak bisa Raina"
"kenapa?"
" lo tahu kan di cheerleader itu butuh banget yang namanya kerja sama tim dan setiap orang udah punya porsinya masing-masing, kalau ada yang gantiin posisi yang lain bakalan ribet banget. Sementara kita udah mau tampil besok" jelas Alyssa. Raut wajahnya masih tetap sama seperti awal.
"Makanya tuh lain kali perhatiin anggota lo juga, udah H-1 masih aja latihan keras banget. Jadi orang gak usah perfeksionis kenapa sih?" ketus Raina melirik Alyssa sengit tetapi meskipun begitu, ia tetap beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar kelas
"I swear, I hate you so much Alyssa Saufika" desis Raina, raut wajahnya masih terlihat jengkel.
Alyssa menghela nafas lega, menahan dirinya untuk tidak bersorak kegirangan dan berlari menyusul Raina keluar kelas.
***
Raina tidak percaya hal seperti ini benar-benar terjadi dalam kehidupannya. Berulang kali, ia mematut dirinya di depan cermin, berusaha meyakinkan bahwa gadis berseragam cheerleader milik SMA Negeri 5, yang dipantulkan cermin adalah benar-benar dirinya. Sesekali ia menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan, berharap dengan meditasi kecil-kecilan tersebut, bisa mengurangi sedikit kegugupan yang melandanya secara tiba-tiba.
Pintu toilet wanita terbuka, seorang gadis dengan seragam yang sama dengan Raina, menghampirinya dengan senyum kecil "Raina, makasih banyak ya" ujar Alyssa
Raina merapikan rambutnya, entah sudah ke berapa kali "lo udah ngomongin itu 1000 kali Alyssa. Bosen gue"
Masih dengan senyum kecilnya, Alyssa berkata "Anak asuhan gue titip salam sama lo, katanya makasih udah mau ngegantiin dia"
"kalau dia bener-bener ngerasa kebantu, bilangin ke dia traktir gue makan mie ayam." Jawab Raina ketus
"Iya, nanti gue sampein deh. Lo mau makan mie ayam selusin juga dijabanin sama dia" kata Alyssa seraya menepuk pundak Raina "yuk, udah saatnya kita tampil"
Raina mengangguk pelan, berusaha mengabaikan debaran jantungnya yang kini berdetak dua kali lebih cepat. "apapun itu, lo pasti bisa Raina" bisiknya kepada diri sendiri.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Teen FictionRaina Milenia, dancer hebat pembenci hujan. Bukan, bukan benci seperti yang kau bayangkan. Raina tidak akan mengeluh atau mengumpat saat rintikan itu jatuh ke atas tanah, justru sebisa mungkin ia menutup seluruh akses yang membuatnya terhubung denga...