"Mama kan udah bilang, kamu itu harusnya belajar-belajar sama belajar, jangan Cuma bisanya main doang sama Sutisna-Saipul." Nisa memperlihatkan lagi nilai rapot Felicie kecil yang selalu berada di angka tujuh puluh lima yang menandakan bahwa nilai itu adalah nilai kasih sayang dari guru karna sudah memberinya nilai pas walaupun nyatanya kemampuan tak mendukung.
"Licie juga sering belajar ko Ma. Soal nya aja yang susah. Bukan salah Licie dong? Itu salah Ibu Gurunya."
"Mana mungkin nilai kamu jelek kalo ngapalin, harusnya nilainya bagus dong. Ibu Guru tadi nanya ke Mama kamu kenapa, kan Mama malu."
"Ya itu sih harusnya Mama ngerti, abisnya soal-soal ulangannya pada susah sih."
"Yaudah sekarang pulang."
Felicie hanya bisa melengkungkan bibirnya, ia masih kelas satu sekolah dasar dan ucapan Mamanya selalu saja membebaninya karna nilai-nilai nya yang selalu stuck.
Felicie membatu Mamanya untuk menyimpan barang-barang ke dalam kamar yang sudah ia jatuhi hati sejak pertama kali melihatnya ketika pindah beberapa hari yang lalu. Dan objek pertama yang di sukainya adalah sebuah jendela yang berhadapan langsung dengan jendela tetangganya yang selalu terbuka dan menampilkan lelaki seumurannya.
Lelaki kecil itu mengingatkannya pada sang Ayah, Ayah yang selalu menemaninya dikala ia ingin bermain.
Felicie kecil termenung di depan jendela kamar nya yang lumayan besar. Hidupnya kini lebih sedikit berada dibandingkan dengan kehidupan lamanya. Ia tersenyum menatap langit seakan langit pun tersenyum padanya.
Tapi nyatanya semua berbau material memang tidak bisa membeli kebahagiaan dan kasih sayang yang dimilikinya dulu. Kini hidup nya sudah berubah, berubah karna Ibunya sudah memutuskan untuk berpisah dengan Ayahnya dan memulai hidup baru dengan orang yang diinginkannya.
Tubuh boleh saja kecil, tapi perasaan tak pernah berbohong kalau ia sudah dewasa. Ia tahu apa itu sebuah perpisahan karena ia merasakan bagaimana rasanya itu. Felicie kecil tersenyum ketika suara teman-temannya menggema memanggil. Sebelum ia beranjak dari duduknya, pandangan lagi-lagi teralihkan pada sosok lelaki kecil, tetangganya.
"Felicie temen kamu udah datang tuh." ucap Nisa tersenyum. Wajahnya cantik, tapi ada ketegasan didalamnya.
Felicie beranjak dan menutup pintu kamarnya dengan mata terus melirik kamar tetangganya. Dan mungkin itulah sebuah pertemuan yang akhirnya membuat mereka bersama, persahabatan antar seoang pria dan wanita.
***
Coba tebak bakalan berapa chapter?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With a Little Secret [COMPLETED]
Teen Fiction"Meeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control." Semua berawal dari kelakuan Felicie yang sangat gemar memacari pacar orang. Kegemarannya itu memang selalu membawa petaka untuk d...