[38] Tigapuluhdelapan (Sepotong duri)

652 32 0
                                    

"APA YANG KAMU LAKUKAN HAH?!" Adinata membantu Fanya berdiri dengan meninggalkan motornya yang sudah jatuh karna belum sempat ia parkirkan.

"A-aku... to-tolong jangan sa-salah paham dulu N-nata." Felicie bergetar ketika ia tak mempunyai pembelaan apapun.

"JANGAN SALAH PAHAM DULU KAMU BILANG? FANYA DI DORONG KE TENGAH JALAN DAN KAMU BILANG JANGAN SALAH PAHAM?! DIMANA OTAKMU?!"

"Hiks hiks, bukan begitu Nata, aku mohon dengarkan aku dulu."

"Apa untungnya aku mendengarkan pembelaan tak berartimu Licie? Tidak ada! Kamu pasti akan melakukan pembelaan yang sudah dibuat-buat. Kamu tidak apa-apa Fanya? Apa yang sudah terjadi? Apa yang sudah dia perbuat sama kamu?"

"A-aku a-aku, bawa aku pulang Nata, aku takut."

"Shhhh, jangan takut aku disini ayo kita pulang. Dan kamu Licie, silahkan pulang dan jangan harap permasalahan kita selesai sampai disini." Adinata memapah Fanya dan mendudukannya di motor Adinata lalu mereka pergi begitu saja meninggalkan Felicie yang masih bergetar dan terjatuh di pinggir jalan.

Badannya bergetar dan tangannya pun seakan tak mendukungnya karna berkali-kali ia menjatuhkan ponsel ketika akan memesan angkutan online.

Setelah motor yang dipesannya sampai, Felicie langsung menangis dan memeluk pengendara motor yang dipesannya dengan terus menyalahkan diri. Ia tau ini bukanlah salahnya tapi ia tetap saja shock dan merasa bahwa kemarahan Adinata sungguh tak adil untuknya.

Dan untung saja Bapak-bapak yang akan mengantarnya sangat baik. Pria itu menenangkan Felicie yang terus menangis dengan memeluknya erat walau siapapun tau mereka bukanlah siapa-siapa.

Dan malam itu Felicie lebih memilih untuk menginap di rumahnya tanpa mengganti baju. Nisa yang melihat Felicie datang dengan menangis ingin bertanya tapi diurungkan setelah tau bahwa keadaan saat ini tidak terlalu bagus.

***

Di kelas, Felicie kembali duduk di bangkunya sendiri. Tidak ada yang mau menemaninya, bahkan teman-teman perempuannya pun menjauh dan lebih memilih untuk menganggap Felicie tidak ada dan lebih memilih dengan Lorine.

Felicie ingin menghampiri dan menjelaskan semuanya tapi kembali urung karna teman-teman perempuannya tidak akan percaya dan pasti menganggap bahwa ucapan Felicie pasti dibuat-buat.

"Aku melewatkan sesuatu?" Sutisna duduk disebelah Felicie dan memberikan satu kotak makan berisikan roti selai coklat.

"Tumben bawa bekal, heh?" ucap Felicie mengejek.

"Ya. Aku denger kalau kalian ketauan, jadi ga salah dong aku ngasih semangat?" Sutisna menaik-turunkan alisnya membuat Felicie sedikit terhibur.

"Gosipnya udah nyebar ya? Wah aku jadi makin terkenal dong?"

"Kamu kan ratunya kalo masalah ginian. Ngomong-ngomong dimana Adinata? kalian kesini bareng tadi?"

Felicie menggeleng sedih, ia ingin sekali menangis dan memeluk Sutisna tapi ia sadar bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat karna teman-temannya pasti akan berfikiran lain dan membuat gosip baru.

"Tahan sedikit lagi, bel pulang bentar lagi bunyi. Setelah itu boleh deh kamu nangis sepuasnya."

"Aku udah cape nangis mulu."

"Yaudah kalo gitu senyum atau engga ketawa."

"Apaan sih nanti banyak yang ngira aku gila, gosip lagi kan ujung-ujungnya." Felicie tertawa mengabaikan keinginannya untuk menangis, ya setidaknya saat ini terbukti dimana yang dinamakan sahabat dan yang mana yang dikatakan teman.

Marriage With a Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang