Jantung Felicie berpacu dengan cepat. Dadanya bergemuruh kencang bahkan sudah bertalu-talu seakan menyuarakan protesnya. Ia tiba-tiba gugup dan mulai tidak enak hati. Dalam hati ia berdoa pada Tuhan untuk membantunya kali ini.
"Felicie." suara seseorang memanggil. Ia bangkit dari duduknya dan mulai mendatangi guru Geografinya.
Setelah mengambil dengan buru-buru, Felicie tidak langsung membuka nya, melainkan melipatnya dan duduk di bangkunya dengan hati ketar-ketir.
Hari ini adalah hari pembagian ulangan. Hal yang selalu siswa pintar nantikan. Tapi tidak dengan Felicie, ia tidak pintar Jadi ia tidak menunggu hari ini. Tadinya--sebelum guru Geografinya datang ia sedang bersenda gurau dengan Lorine, menghabiskan waktu-waktu istirahat dengan keceriaan.
Memang, sudah hancur harinya.
Itulah hal pertama yang diucapkannya saat melihat teman-temannya sudah mulai dipanggil ke depan untuk mengambil hasil ulangan mereka.
"Woy Felicie! nilai baraha?" bisik Sutisna mendatangi mejanya.
Felicie menggeleng dengan terus cekikikan. Sebenarnya cekikikan itu hanya sebagai kamuflase untuk menutupi kegugupan dan ketar-ketirnya.
"Can dibuka nyaeta Euntis. (belum dibuka)"
"Euhh, era' nya maneh? (euhh, kamu malu ya?)" Sutisna tersenyum aneh membuat Felicie tertawa.
Beginilah suka dukanya menjadi orang yang tidak pintar, mengakui bagaimana hasil ulangannya buruk membuat Ia tidak percaya diri. Beruntunglah orang-orang di luaran sana mendapatkan pengetahuan yang lebih luas yang membuat mereka percaya diri tentunya.
Tetapi hal ini bukanlah sebuah batu sandungan, teruslah berusaha untuk mencapai hal-hal yang diinginkan. Yang tidak pintar pun jangan patah semangat dan teruslah percaya diri.
Contoh lah Sutisna yang tetap tersenyum dan menjadikan semua apa yang sudah didapatkannya sebagai pelajaran untuk hari esok.
"Lorine... nilai kamu berapa?" Felicie mengintip-intip kertas Lorine diatas meja mencoba untuk mengulik hasil ulangan miliknya, tapi tak lama Lorine bergerak gesit dan menutup rapat hasil ulangannya.
Felicie semakin tidak sabar dan mulai sangat gelisah. Ia menggoyang-goyangkan kaki dan memukul meja melampiaskan kegelisahanya disana.
"Licie nilai baraha?" Dora datang dengan kertas ditangannya. Felicie menggeleng dan menatap Dora gelisah.
"Ih gimana dong... aku tuh pingin liat tapi takut kecewa. Kamu berapa?"
Dora membuka kertasnya dan terlihatlah disana sebuah coretan tinta berwarna merah membuat atmosfer bumi semakin membara dan membuat tawa Felicie, Lorine, Mela, dan Lila membahana.
2,45.
Ya, angka itulah yang tercetak disana, tercetak begitu membara dengan warna merahnya. Felicie mencoba menarik nafas dan membuka kertasnya perlahan membuat teman-teman perempuannya menatap fokus pada kertas putih tak berdosa itu.
0.
"Telor!!!" teriak mereka bersamaan dan kemudian tertawa membahana. Felicie membeo dan menatap tidak percaya kertas putih dengan sedikit coretan merah itu.
"Anjir... bilang Adinata ah." Sutisna datang dan menepuk pelan pundak Felicie. "harap sabar, ini ujian..."
Felicie tidak menanggapi dan kini pandangannya hanya fokus pada sang guru yang sepertinya tengah asik dengan ponsel cerdasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With a Little Secret [COMPLETED]
Teen Fiction"Meeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control." Semua berawal dari kelakuan Felicie yang sangat gemar memacari pacar orang. Kegemarannya itu memang selalu membawa petaka untuk d...