Bab 1.B -Emil, Eni dan Ema

820 27 2
                                    

****

“Apa yang mau kau dengar?” tanya Nenek Ema sambil melihat ke dua mata bulat Emil.

“Semuanya! Semua tentang nenek yang belum kuketahui Nyonya! Bagaimana anda mengenal nenekku? Bagaimana dia dulu sepanjang kalian bersama?” jawab Emil dengan lantang. Suaranya begitu menyiratkan keingin Semua tentang nenek yang belum kuketahui Nyonya! Bagaimana anda mengenal nenekku? Bagaimana dia dulu sepanjang kalian bersama?” jawab Emil dengan lantang. Suaranya begitu menyiratkan keingintahuan yang begitu dalam.

“Kau bisa memanggilku nenek Ema, karena sebenarnya aku dan nenekmu masih bersaudara. Walaupun kami tidak sedarah.”

“Maksud nenek Ema, nenekku dan anda sepupu?”

“Bukan juga. Kami saudara angkat. Nenekmu seorang yatim piatu sebelum orang tuaku mengangkatnya menjadi saudaraku. Menjadi seorang Longleg”

“Terdengar seperti kaki panjang bagiku nek. Nama yang aneh.” Tukas Emil mendengus. Sepertinya kurang menyukai nama yang disandang di belakang neneknya dulu ketika muda.

“Hei gadis nakal! Keluarga kami mendapatkan nama itu sebagai penunjuk tugas dan keberadaan kami di dunia ini. Kau gadis kecil yang sok tahu!” ujar nenek Ema.

“Maksud nenek? Memang apa tugas itu. Apa sampai sekarang nenek Ema masih melakukan hal itu? Aku tak pernah mendengar nenekku melakukan tugas apapun ketika dia masih kecil.”

“Tulang-tulangku sudah terlalu tua untuk melakukannya. Tapi aku masih mengerjakannya sesekali. Bahkan sekarang perjalanan dengan menggunakan kendaraan saja sudah membuatku begitu menderita. Bagaimana mungkin tubuh ini mulai mengkhianatiku sedikit demi sedikit.” Nenek Ema mengeluh sambil tangannya menepuk-nepuk pundaknya. Emil langsung berdiri di belakang nenek Ema dan memijat perlahan punggung renta itu. “Kau sangat hebat melakukan hal ini.”

“Nenekku juga dulu sangat menyukainya. Aku selalu melakukannya setiap dia selesai membuatkanku kue atau setelah menemaniku bermain. Kadang dia sampai tertidur karenanya. Apa nenek Ema juga menyukainya?” tanya Emil yang dibalas dengan anggukan setuju.  

“Lalu apa yang dikatakan nenekmu tentang masa kecilnya?”tanya nenek Ema pada si kecil Emil. Si kecil Emil tertegun. Dia menghentikan gerakan tangannya sejenak. Alis matanya berusaha menyatu dan mulutnya menunjukkan ekspresi cemberut.

“Dia selalu bercerita tentang petualangan di dunia yang bahkan aku ragu. Tapi dia sangat hebat dalam bercerita. Seakan-akan nenek benar-benar berada disana. Cerita tentang dua orang gadis yang berada di dunia yang penuh dengan sesuatu yang tidak bisa kutemukan di sini. Dia tampak selalu bersemangat jika menceritakannya. Membuatku iri mendengarnya. Biarpun itu hanya cerita.”

“Cerita apa yang paling kau sukai darinya?”

Emil berpikir sebentar, kemudian dia mulai menceritakannya dengan wajah berseri.”Nenek pernah bercerita tentang seorang pangeran dari sebuah kerajaan! Semua orang di kerajaan itu bisa berubah menjadi binatang. Pangeran itu sendiri bisa berubah menjadi seekor singa. Dia menyukai seorang gadis biasa dan tentu saja itu ditentang seluruh keluarga maupun rakyatnya. Tapi dengan bantuan kedua gadis itu, mereka bisa bersatu dan pergi meninggalkan semuanya menuju kehidupan mereka sendiri.”

Nenek Ema terkekeh. Punggungnya bergerak seirama dengan tertawanya dan itu sedikit menyulitkan Emil untuk memijatnya. “Dari semua cerita kau malah memilih itu. Mungkin ini yang dinamakan nasib dan jodoh.”

“Maksud nenek Ema?”

Belum sempat nenek Ema menjawabnya, suara ibu Emil terdengar memanggil namanya. “ternyata kalian di sini. Emil, antarkan nenek ke kamarmu. Malam ini nenek Ema akan beristirahat di sana. Kau akan tidur bersama ayah dan ibu. Sementara pemuda yang bersamamu akan kuberikan kamar tamu di lantai atas Bibi Ema. Kau setuju kan bi?”

“Terserah kau saja Maya. Dia bukan anak yang suka merajuk. Aku yakin dia akan setuju.”

“Aku ingin tidur dengan nenek Ema” pinta Emil pada ibunya. Dia masih ingin mendengar banyak hal dari nenek Ema. Tapi ibunya menggeleng.

“Dengar Emil, kau besok masih harus bersekolah dan nenek Ema pasti sangat lelah malam ini. Ibu sangat yakin kau akan memaksa nenek Ema untuk mengobrol sampai malam atau bahkan pagi. Jadi malam ini kau tidur bersama ayah dan ibu.” Jawab ibunya tegas. Emil menatap sendu ke arah nenek Ema dan berharap akan adanya bantuan darinya.

“Bagian aku sangat lelah hari ini merupakan kebenaran. Jadi aku tak bisa menyangkalnya.” Tukas nenek Ema. Raut kekecewaan terbayang di wajah Emil. Nenek Ema kemudian membelai rambut hitam kecoklatan Emil. “Kita masih punya banyak waktu. Aku akan berada di sini sampai beberapa hari kedepan. Akan ada banyak waktu untuk berbincang.”  

Emil tersenyum mendengarnya. Seketika itu juga muncul senyuman yang manis dari sudut bibirnya.




    

Emil dan Negeri di Balik PintuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang