Bab 2B - Pemuda itu, Tora

563 16 1
                                    

Emil tersenyum gembira. Dia segera menghabiskan coklatnya yang sudah mulai beranjak dingin. Sambil melompat-lompat kecil dibawanya gelas kosong miliknya menuju tempat cuci piring di dapur. Sambil bernyanyi lirih dia mencuci gelas miliknya.

“Dasar anak kecil sok usil!” ucapan yang membuat senyuman di wajah Emil memudar. Segera dia mencari asal suara itu yang ternyata dari Tora, yang sudah ada di belakangnya. Tampak di wajah tampan pemuda itu raut muka yang tidak menyenangkan.

“Apa maksudmu? Anak kecil? Sok usil? Itu dua penghinaan!”jawab Emil sengit.

“Penghinaan? Itu kenyataan. Pertama kau masih jadi bocah kecil! Bahkan aku tidak yakin kau sudah tak pernah mengompol. Yang kedua, kau sok usil! Apa kata lain dari usil untuk anak kecil yang suka menggali informasi tentang orang lain.” Sebuah senyum sinis tampak menghiasi muka Tora. Hal itu semakin membuat Emil menjadi semakin panas.

Air di tempat cucian masi mengucur mengisi gelas Emil yag masih belum sempat dibilas. Perkataan Tora masih membuat Emil merasa sebal. Apalagi tingkah lakunya yang seakan-akan merendahkan Emil. Tak lama tangan Emil menyahut gelas yang terisi air dan menyiramkan isinya ke celana Tora. Sebenarnya Emil ingin menyiramkan keatas kepala Tora, tapi Tora begitu tinggi sehingga jauh dari jangkauan Emil. Tapi tindakannya tadi cukup membuat celana Tora menjadi basah kuyup dan membuat raut muka Tora yang merendahkan Emil berubah menjadi ekspresi terkejut.

“Hei! Apa yang kau lakukan!” teriak Tora terkejut akan tindakan Emil.

“Ha, sekarang lihat siapa yang mengompol. Kakek-kakek tukang ngompol! Masih berani kau mengolokku. Ouw, mungkin kakek sudah sulit untuk berjalan ya, bahkan untuk sekedar ke kamar kecil-pun tak mampu.” Jawab Emil tak kalah keras.

“Dasar bocah! Kau berani padaku! Awas kau!”

“Kau pikir aku takut! Menghadapi kakek tua macam dirimu!”

“Kakek..Kakek..!! sudah kubilang kau bocah sok tahu! Bahkan kau tak bisa membedakan pria berumur 15 tahun dengan kakek-kakek!”

“Masih 15 tahun sudah berani mengatakan dirimu pria! Kau sama bocahnya dengan diriku. Kau pikir beda 5 tahun sudah menjadikanmu seorang pria dihadapanku!” ujar Emil sengit. “Aku hanya butuh satu tangan saja untuk menghadapimu! Bahkan aku tak perlu menggunakan tangan kananku!” balas Emil sambil mengangkat tangannya.

Tora tertawa sinis melihat Emil yang sudah bersiap untuk menerima serangan balasan darinya. “Melawan bocah sepertimu? Bocah yang bahkan tak bisa membedakan tangan kanan dan kiri hanya akan menghabiskan waktuku yang berharga.”

Emil tersadar akan kesalahannya. Semu merah terlihat di kedua pipinya dan mulai merambat ke telinganya. Untungnya Tora sudah berbalik pergi meninggalkannya sehingga dia tidak melihat rona merah di wajah Emil. Hanya saja yang saat ini tampak adalah rona kemarahan di muka ibu Emil yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depannya.

“Jadi, kau yang melakukan ini semua?” Tanya ibu Emil sambil menunjuk genangan air di lantai.

“Ini gara-gara Tora, pemuda itu bu! Dia membuatku sebal!”

“Lalu?” Tanya ibu Emil sambil menatap tajam anaknya. Emil pun tak bisa berkutik menghadapi tatapan itu.

“Lalu aku menyiramnya…” dan sesaat setelah kalimat itu terluncur di bibir Emil, dia bisa merasakan hukuman yang sudah siap menyambutnya.

*****

Emil dan Negeri di Balik PintuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang