2. Dark

54 8 0
                                    

   Gelap menyelimuti dunia. Lampu-lampu kecil menghiasi langit dan bumi. Bulan pun bersinar penuh dalam purnama malam ini.

   Cahaya baru saja keluar dari toko buku di tepi jalan raya dekat rumahnya. Satu kantong plastik berisi buku ia pegang erat-erat. Langkah kakinya penuh semangat, wajahnya teduh melihat pemandangan di sekelilingnya. Inilah kebiasaannya setiap malam. Berjalan-jalan santai keluar rumah atau jika ia memiliki uang lebih, uang itu pasti ia pakai untuk membeli buku.

   Langkahnya terhenti di depan taman saat memasuki kawasan kompleknya. Ada satu kursi taman yang menarik perhatiannya. Kursi itu yang paling terang dari kursi-kursi lainnya. Cukup terang untuk beristirahat sebentar. Lagi pula belum terlalu malam untuk sendirian.

   Cahaya duduk bersandar di kursi itu dan memejamkan matanya sejenak. Matanya sedikit lelah sebenarnya, tetapi jalan-jalan di malam hari membuatnya rileks.

   Penasaran dengan buku yang baru ia beli, Cahaya membuka plastik yang melapisi buku itu. Tersenyum ketika melihat covernya.

   "Akhirnya gua bisa beli novel ini..." Gumamnya sendiri.

   Ia membuka buku itu dan membaca halaman pertamanya. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak. Dibelakangnya seperti ada yang sedang memperhatikannya.

   Cahaya semakin ketakutan saat mendengar suara ayunan bergoyang. Ia takut penyakitnya kambuh lagi atau takut ada hantu taman bermain di belakangnya. Parahnya lagi, Cahaya lupa membawa obat. Ia tidak bisa apa-apa sekarang. Dadanya semakin berdebar saat mendengar suara langkah kaki mendekatinya. Cahaya semakin tidak bisa mengendalikan diri. Nafasnya tersenggal, telinganya ia tutup rapat-rapat.

Suara itu semakin mendekat dan.....

   "Lo kenapa?" Tanya seorang laki-laki yang sudah ada di depannya, heran melihat Cahaya yang seperti ketakutan.

   Cahaya merasa lega karena ternyata itu bukan hanya ilusinya melainkan manusia sungguhan. Ia membuka matanya dan terkejut melihat siapa yang berdiri dihadapannya itu. Dia, laki-laki yang memiliki mata elang.

   "Gua cuma takut. Itu aja." Jawab Cahaya sedikit canggung. Karena bagaimanapun laki-laki ini asing baginya.

   "Lo pikir gua setan? Kalau emang lo takut sendirian, gausah kesini." Kata laki-laki itu dingin, seperti biasanya.

   "Bukan gitu. Lo gak tau apa-apa. Gua itu takutnya sama gelap. Karena kalau gua di tempat gelap terus sepi, pasti kambuh lagi dah itu." Balas Cahaya tak kalah ketus.

   "Kambuh apa maksudnya? Pantes lo ketempat terang begini. Justru gua lebih nyaman di tempat gelap. Oh ya, gak selamanya gelap itu buruk dan terang itu baik. Lo harus banyak belajar tentang gelap." Kata laki-laki itu sambil berjalan pergi meninggalkan Cahaya.

   "Jadi, itu kenapa lo diledekin gelap sama orang-orang di sekolah tadi?" Kejar Cahaya penasaran, sebelum laki-laki itu pergi jauh. Pertanyaan bodoh macam apa ini, Cahaya, batinnya dalam hati.

   Laki-laki itu berhenti dan membalikkan badannya. Mata elangnya seperti menyala karena pantulan cahaya lampu di atasnya. "Bukan. Itu mereka ngatain nama gue." Laki-laki itu kembali berjalan di bawah gelapnya malam.

   Cahaya hanya terdiam mencoba memahami kata-katanya tadi. Nama? Masa namanya gelap sih? pikirnya heran. Tapi gadis itu tidak terlalu peduli, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu. Membawa sejuta pertanyaan tentang Gelap.

                         ●○●○●○●○●

  
   "Emang ada anak sekolah kita yang namanya gelap?" Tanya Cahaya pada temannya. Mereka berdua sedang membaca buku di perpustakaan.

Dark BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang