3. Bright

41 5 0
                                    

   Cahaya menyinari bumi pagi ini. Matahari menampakan wajahnya di balik awan. Sinarnya tidak terlalu terik karena tertutup sebagian besar awan yang menggumpal mendung. Mendung memang pertanda akan hujan, tetapi bukan berarti hujan itu akan turun saat ini juga.

   Cahaya duduk di pinggir koridor sambil membaca novel barunya. Ia sudah datang sejak 15 menit yang lalu. Saat itu masih sepi, tidak ada orang selain dirinya dan penjaga sekolah. Beda dengan saat ini, para guru dan murid mulai berdatangan walaupun belom seberapa banyaknya.

   Seorang laki-laki dengan tas biru dongker di punggungnya, menatap Cahaya lekat-lekat. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk seutas senyum yang manis. Kakinya lanjut berjalan menghampiri gadis itu, setelah yakin bahwa apa yang dia lihat tidak salah.

   "Hai. Boleh duduk di sini?" Sapa laki-laki itu dengan lembut.

   Mendengar itu, Cahaya langsung menoleh salah tingkah. "H-hai. Iya boleh kok." Balas Cahaya dengan sedikit gugup. Novel yang ia baca langsung ditutupnya tiba-tiba.

   "Kenapa novelnya ditutup? Lanjut baca aja haha." Tanya laki-laki itu yang menyadari kesalah-tingkahan Cahaya.

   "Hehe gapapa kok. Emang udah gak mau baca aja." Jawab Cahaya sekenanya.

   "Ohh gitu. Coba lihat sini. Ini novel tentang apa?"

   Cahaya memberikan novel itu pada Gion, "Itu tentang seorang perempuan yang berani melawan kegelapan. Padahal dia paling anti banget sama yang namanya gelap."

   Laki-laki itu membuka beberapa lembar halamannya secara acak, lalu mengangguk paham dengan perkataan Cahaya, "Ohh gitu. Jadi, karena si perempuan ini ibarat cermin buat kamu. Makanya kamu suka sama novel ini?"

   Sontak Cahaya terkejut dengan apa yang dikatakan kakak kelasnya itu, "Iya. Kok bisa tau?"

   "Hahaha. Sudah ketebak. Biasanya kan cewek kayak gitu. Btw, kamu gak ke kelas?" Tanya laki-laki itu sambil menyerahkan novelnya kepada sang pemilik.

   "Loh. Hari ini emangnya belajar ya? Bukannya semua kelas juga hancur karena gempa kemarin?" Tanya Cahaya balik, melihat Gion heran.

   "Kelas mah gak separah seperti perpustakaan. Jadi, masih bisalah dipake. Walaupun ada beberapa bagian yang harus diperbaiki." Jelas Gion sambil menerawang ke depan.

   "Aduh. Gimana ya? Kalau beneran belajar seperti biasa, saya gak bawa buku pelajaran hari ini. Gimana ini?" Panik Cahaya sambil menggigit bibirnya. Ia takut akan dihukum yang aneh-aneh karena tidak membawa buku sama sekali.

   Gion terdiam memikirkan solusi yang tepat. Tidak lama kemudian, senyumnya mengembang. Membuat Cahaya tidak sabaran mendengarkan jawabannya, "Begini aja. Kamu kan gak mau kena hukuman. Lebih baik bolos ke suatu tempat. Karena percuma kamu di sini tapi gak ngapa-ngapain kan?"

   Idenya bagus juga. Tapi Cahaya masih meragukannya, "Tapi saya gak tau harus kemana? Dan takut juga ketahuan keluar sekolah disaat jam pelajaran. Gimana dong?"

    Gion tertawa menanggapinya, "Tenang aja. Aku bakalan nemenin kamu kok. Yuk, sekarang aja."

   Laki-laki itu berdiri dan menarik tangan Cahaya dengan lembut. Pipinya sudah merah merona dan apa kabar dengan jantungnya? Tidak usah ditanya, jantungnya sudah hampir lepas dari tempatnya karena saking cepatnya dentuman detak jantungnya.

   Cahaya mengikuti langkah kaki Gion yang berjalan dengan tergesa-gesa di depannya. Tas di belakangnya bergoyang-goyang seirama dengan langkah kakinya. Gadis itu masih berusaha sekuat tenaga walaupun nafasnya tersenggal-senggal. Ia ingin istirahat sebentar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dark BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang