6. Malova - Kesiangan

65 0 0
                                    

"Vaaaaaaaa!!!!"
"Hmmm"
"Malova!!!"
"Apasih hm?"
Teriakan nama Malova masih menggema, sedangkan yang dipanggil masih memeluk mesra guling dan kasur.
"Lo mau kuliah gak?"
"Hm"
"SEKARANG JAM 7 VA! LO TELAT. UDAH GUE TINGGAL"
"EHHH?! KOK LO GA BANGUNIN GUE?!"
"Iya serah. Gue jalan dulu. Bye"
"Ih si kampret ninggal" Malova beranjak dari kasur, mengikat rambutnya dan mengecek ponselnya yang ada di atas nakas "EH JAM 7 BENERAN?! ANJIR GUE TELAT HARI INI" Malova langsung berlari ke kamar mandi, setelah mandi yang super duper cepat -menurutnya- dia langsung menyambar baju seadanya. Tak menemukan baju yang cocok, ia hanya menggunakan outer saja.

Malova langsung memacu mobilnya, membelah jalanan yang ramai. Suara radio mengisi keheningan di mobil, lagu Flicker dari Niall Horan yang mellow semakin membuat Malova kesal, nyatanya hatinya sedang gusar karena jam sudah menunjukkan pukul 7.40.

Tak lama kemudian mobil sudah terparkir di kampus, dan jam sudah menunjukkan pukul 7.45. "Gilak. Telat gue. Cepet dong liftnya kebuka" namun apadaya, lift tidak memiliki kepekaan seperti manusia, ya walaupun manusia juga memiliki tingkat kepekaan yang berbeda. Cukup lama menunggu, akhirnya pintu lift terbuka, Malova langsung menekan tombol 5 yang menunjukkan di lantai mana yang Malova tuju. Ting, pintu lift terbuka, Malova berlari menuju kelasnya. Di ketuk pintunya sebentar lalu masuk, semua mata tertuju padanya, layaknya Miss Indonesia.
"Ehm. Maaf" matanya masih menatap lantai, seolah lawan bicaranya ada disana.
"Tatap mata gue" suara bariton itu membuat Malova tersentak, namun pandangannya masih sama. "Hey. Lo punya kuping?" Yang di ajak bicara hanya mengangguk pelan. "Oh, lo udah gak punya jam, gak punya kuping, gak punya mata, trus gak punya mulut juga?" Sindiran yang langsung menusuk hati Malova, bahkan sampai ke empedunya.
"Maa....aaf kakkk..." sepenuh tenaga Malova kumpulkan hanya untuk mengucapkan satu kalimat itu.
"Tatap gue" kesal tak di gubris, pemilik suara itu semakin kesal "Heh! Tatap gue! Denger gak?!"
"Iya kak" akhirnya Malova pun berani menatapnya.
"Siapa nama lo?" tatapannya sangat membunuh, ditambah senyuman miring itu. Bunuh Malova saja! "Siapa nama lo?" Wajahnya makin mendekat. Membuat Malova memundurkan kakiknya beberapa langkah.
"Maa...lova kak" kegugupan menyelimuti Malova.
"Kenapa telat?" Pertanyaan mainstream ketika keterlambatan terjadi.
"Maaf kak, tadi kesiangan bangunnya" alasan mainstream yang sering dilontarkan juga.
"KESIANGAN?! LO GAK TAU TEMEN LO DARI PAGI DISINI. LO ENAK-ENAKAN DATENG TELAT. GA NGEHARGAIN TEMEN LO? HA?! MAU JADI APA LO KALO JAM SEGINI BARU DATENG?!" Suaranya menggelegar. Padahal saat itu langit sangat cerah.
"Mau jadi sutradara kak. Makannya masuk prodi film&televisi" jawab Malova polos.
"Astaga. Lo sekarang keluar ikut gue" tangannya menarik paksa Malova untuk keluar "oiya Nan, lo lanjutin bimbing sama cek barang bawaan mereka. Nanti catet trus kasih gue" ucapnya sebelum benar-benar keluar ruangan dan dibalas anggukan dari Ferdinan.
Mereka pergi ke lobby lantai 5. Sepi sangat terasa karena kegiatan berlangsung di dalam kelas. Hanya beberapa orang berlalu lalang karena menuju ke toilet dan memfokuskan pandangan ke mereka berdua.
"Mana bawaan lo? Keluarin sekarang" perintahnya yang membuat jantung Malova berdegup kencang, tidak, bukan karena terpesona pada paras tampan kakak tingkatnya, apalagi jatuh cinta, melainkan tatapan mautnya yang membunuh sampai ke empedu.
"Maaf kak. Saya cuma bawa ini" dikeluarkanlah beberapa makanan dari dalam totebag Malova.
Mata hazelnya menatap tajam Malova, bertemu dengan iris masing-masing. Tak sengaja membaca Name Tag yang tergantung di lehernya "Nathaniel Bintang S." Gumam Malova dalam hati.
"Kenapa?" Tanyanya datar. Malova yang takut ketahuan mencari namanya langsung menggelengkan kepala dengan cepat.
"Lo gak boleh masuk kelas hari ini" lalu orang tersebut langsung pergi begitu saja.
"What?! Gue sia-sia dong kesini?!" Malova menepuk jidatnya yang tak ada nyamuk itu. Dia berjalan gontai menuju parkiran. Terlihat parkiran masih ramai, namun pemiliknya entah dimana. Ia langsung meluncurkan mobilnya ke kawasan Pondok Indah, memasuki sebuah Mall terkenal bisa melepaskan penat, pikirnya. Setelah memarkirkan mobil, ia langsung menuju ke sebuah kedai kopi, memesan segelas Cappuccino dan Green Tea Latte. Maruk, biarkan! Disruput perlahan Cappuccino, membiarkann satu minumannya lagi menjadi pajangan. Pikirannya kacau, beruntung saat itu tempatnya masih sepi, tak banyak mata yang melihat kekacauan diri Malova. Entah berapa lama waktu yang di gunakan untuk melamun, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Malova mengecek handphonenya yang sedari tadi menganggur di atas meja. 6 pesan sudah ia abaikan sedari tadi

Ice BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang