Tradisi Lagu 1995

39 4 0
                                    

Tradisi lagu 1995,
ada yang kurang?
Tak ada angin, sungai dan bebatuan
Tak ada santapan rohani.

Tak ada gunanya menyanyikan
Tak ada gunanya berjalan bersama malam.
Dua puluh empat tahun, Ia berbunyi -- tak berkesudahan
Tangis, jerit, tawa, semua lirih.

Suaranya lorong sepi,
"Kapan berhenti?",
Tanyanya suatu ketika.
Tapi, siapa yang tau hakikat waktu?
"Hanya Tuhan! Hanya Tuhan!".

Pukul lima pagi, sebagian lelah
Tambah nyaring ia di langit-langit, di celah jendela
Sendu penghabisan tiba, keranda dan selimutnya
Datang lima belas menit sebelum paparan cahaya matahari menelisik masuk bersamanya.

Mengapa cinta menjadi begitu penting
Hingga menjeda lagu itu tujuh detik, sebelum kematiannya.
Berapa pun lagu itu lebih berharga
Dari lolongan anjing kurus di pagi buta.

(Tidak ada yang abadi,
Malaikat menghentakkan trisula tanpa berkata)

Dari rumah ke tiga,
Tangis terakhir sekalian selamat tinggal.
Terpisah, Ruh ke udara.

Sendiri dan rahasia
Tanpa ada yang menyaksikan, atau mendengar
Lagu itu terhenti, terhenti, terhenti.

Tradisi lagu 1995
Isyarat akan hidup tidak lagi berarti.

Jakarta, januari 2018

Simfoni, kematian, dan kefanaan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang